Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Penguatan Nilai Keislaman, Cegah Tawuran Remaja

×

Penguatan Nilai Keislaman, Cegah Tawuran Remaja

Sebarkan artikel ini

Oleh : Wahyu Utami, S.Pd
Praktisi Pendidikan

Di masa pandemi, aksi tawuran pelajar masih saja terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Rabu (8/12/2021), Polres Tangerang Selatan mengamankan empat pelajar karena terlibat tawuran di Ciater, Serpong. Peristiwa tawuran yang melibatkan pelajar SMK Islamic Ciputat dengan SMK Ruhama ini mengakibatkan satu pelajar meninggal dunia. 

Baca Koran

Pada Oktober 2021, belasan pelajar di Tarakan, Kalimantan Utara juga diamankan ke Polsek Tarakan Barat karena terlibat aksi perkelahian, Minggu (10/10/2021) sekitar pukul 01.00 dini hari. Penyebabnya sepele, sebelum terjadinya perkelahian, para pelajar tersebut saling ejek di media sosial.

Begitupun di kota-kota lain seperti Yogyakarta, Surabaya dan lain-lain. Kejadian serupa masih saja terus terjadi. Sangat miris. Pelajar yang merupakan manusia terdidik justru melakukan tindakan yang membahayakan dirinya maupun orang lain.

Tawuran, Wujud Naluri Mempertahankan Diri

Para pengamat dunia remaja menganalisa ada banyak faktor penyebab pelajar terjerumus dalam perilaku negatif. Salah satunya karena keinginan berkelompok dan menonjolkan keegoannya. Kelompok atau geng ini banyak dijumpai bahkan beberapa geng dalam satu sekolah. 

Dalam satu kelompok akan timbul adanya ikatan batin antar sesama anggota untuk menjaga harga diri kelompok. Persatuan dalam kelompok bisa mendorong seseorang ikut dalam kejahatan supaya tidak tersingkir dari kelompoknya tersebut. Maka saat kelompoknya diejek akan mudah tersulut emosi yang berujung tindakan negatif. 

Inilah yang sangat berbahaya bagi pelajar saat nilai yang dikembangkan dalam kelompoknya adalah nilai negatif yang bahkan sampai membahayakan nyawanya. 

Menguatkan Nilai Keislaman

Di tengah tawuran remaja yang hampir menjadi berita harian di tanah air, pemerintah tahun ini tengah menggencarkan program penguatan moderasi beragama di sekolah. Program ini bertujuan untuk menangkal radikalisme dan intoleransi di sekolah. 

Baca Juga :  Safari Ramadhan : Tali Rasa dan Ekonomi Indonesia Sejahtera

Tepatkah menempatkan intoleransi dan radikalisasi sebagai problem utama pelajar? Saat ini kita saksikan kenakalan pelajar seperti pesta minuman keras, tawuran, aksi balapan liar hingga pesta seks sedemikian parah memapar pelajar. Dibandingkan dengan jumlah pelajar yang terlibat kasus intoleransi dan radikalisme, tentu jumlah pelajar terjerat kasus kenakalan jauh lebih banyak.

Faktanya, data yang dikeluarkan KPAI pada tahun 2018, dalam kurun waktu 2 tahun, 202 anak berhadapan dengan hukum akibat terlibat tawuran. Sekitar 74 kasus anak dengan kepemilikan senjata tajam. Jika ditambah dengan kasus kenakalan pelajar yang lain tentu angkanya akan membengkak. 

Walaupun belum ada data pastinya, dengan melihat semakin seringnya berita-berita kriminalitas pelajar, tahun ini angkanya sepertinya belum mengalami banyak penurunan. Kuatnya jaringan antar lintas angkatan maupun alumni menjadi benang kusut yang belum mampu diurai pemerintah saat ini. 

Kalau kita kaji secara mendalam, semua problematika pelajar adalah akibat lekatnya dunia pelajar dengan pandangan sekuler dan liberal. Cara pandang rusak ini perlu ditangkal dengan cara pandang yang benar tentang kehidupan. Pengalihan aktivitas pelajar pada kegiatan positif hanya akan menjadi solusi sesaat tanpa mencerabut  masalah dari akarnya.

Oleh karena itu seyogyanya saat ini pemerintah memfokuskan pada penguatan keislaman pelajar agar mampu membentengi diri dari perilaku negatif. Mereka perlu mendapatkan penanaman akidah dan syariat secara lengkap sehingga bisa mengukur tindakannya dengan standar Islam. Dengan begitu pelajar tidak akan mudah menuruti keinginan hawa nafsunya.

Seluruh proses pendidikan yang dilakukan kepada pelajar adalah untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah. Artinya pelajar akan melaksanakan perintah dan larangan Allah dengan penuh kesadaran. Dengan penguatan nilai keislaman inilah akan tercipta pelajar yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat dan negara, bukan pelajar yang meresahkan dan membuat onar di masyarakat.

Baca Juga :  Ramadan Bulan Literasi Keilmuaan

Sistem pendidikan Islam yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW telah terbukti mampu mencetak generasi unggul yang diukir dengan tinta emas. Dalam bidang militer, Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun dipercaya Rasululloh untuk memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat sahabat-sahabat senior. Pasukannya berhasil dengan gemilang mengalahkan tentara Romawi. 

Dalam bidang keilmuan, ada Zaid bin Tsabit, seorang pemuda Anshor yang dipercaya menjadi penulis wahyu oleh Rasulullah. Ia mampu menguasai berbagai bahasa dalam waktu yang singkat. Dalam bidang politik, Atab bin Usaid diangkat menjadi gubernur Makkah pada usia 18 tahun.

Dan tentu masih banyak sosok-sosok muda lain yang lahir dari rahim peradaban Islam. Inilah keunggulan sistem pendidikan Islam dalam mencetak generasi unggul yang menjadikan potensi besarnya di masa muda untuk menebar nilai kebaikan bagi umat manusia.

Iklan
Iklan