Banjarmasin, KP – Polemik pembangunan Jembatan HKSN dalam pembebasan lahan atau persil milik warga hingga saat ini masih belum selesai.
Terbaru, permasalahan ini sudah sampai ke meja hijau Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin, Selasa (30/11/21) siang.
Saat dikonfirmasi, juru bicara Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin, Aria Bawono Langgeng, mengatakan, pihak Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin telah menempuh jalur Konsinyasi dan menitipkan uang pembebasan lahan di Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin.
“Untuk permohonan konsinyasi ini berdasarkan dengan Perma nomor 2 tahun 2001 tentang perubahan atas Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,” jelasnya, Kamis (2/12) siang.
Menurutnya, terkait terima atau tidaknya terhadap putusan konsinyasi tersebut, kembali kepada pemilik persil, apabila pemilik persil menerima hasil konsinyasi, dapat mengambil uang pembebasan lahan di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
“Tapi jika pemilik persil tidak menerima, mereka dipersilahkan mengajukan gugatan ke pengadilan,” ucapnya.
Saat ditanyakan terkait barang bukti berupa berita acara kesepakatan yang dilampirkan oleh pihak Pemko Banjarmasin saat sidang kemarin, bisa digunakan atau tidaknya sebagai barang bukti yang sah didalam sidang, Aris tidak bisa memberikan komentar terkait masalah tersebut.
“Untuk masalah pembuktian barang bukti itu tergantung dari Hakimnya, sementara ini masih belum ada gugatan, jadi masih belum bisa diputuskan untuk barang buktinya,” tutur Aris.
“Apapun yang diajukan ke pengadilan, akan tetap diterima baik itu gugatan. Jadi masalah diterima atau tidaknya barang bukti itu nanti diputuskan oleh Hakim,” tambahnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum para pemilik persil, Syamsu Saladin, mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan keberatan dan selanjutnya akan menempuh jalur hukum untuk mengajukan gugatan.
Beberapa catatan yang perlu digaris bawahi, dasar dari konsinyasi ini adalah berita acara kesepakatan.
“Yang namanya berita acara kesepakatan adalah ada kesepakatan antara kedua belah pihak, sementara dalam hal ini pemilik persil tidak ada menerima dan keberatan terhadap kesepakatan ini,” bebernya.
Kemudian, ia melanjutkan, untuk selanjutnya, baik berita acara atau pun bukti lainnya, ketika masuk ke ranah persidangan di pengadilan nanti, Pemko harus menyerahkan dokumen asli.
“Sementara yang dilampirkan dalam persidangan ini hanya fotocopy. Tentunya hal ini membuat kami berkesimpulan apakah berita acara kesepakatan itu benar ada? Karena menurut hukum, fotocopy bukanlah alat bukti,” tegasnya.
Terakhir, pihaknya menolak pengesahan penetapan konsinyasi ini, karena terkait anggaran ganti rugi masih belum sesuai.
Karena itu, pihaknya akan melanjutkan hal ini ke jalur hukum dengan mengajukan gugatan.
Sementara itu, salah satu pengamat hukum yang ada di kota Banjarmasin, M Pazri, menjelaskan berdasarkan Pasal 38 ayat (3) UU 2/2012 pihak tersebut dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 14 hari kerja.
Kemudian, Pasal 38 ayat (4) UU 2/2012 Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
“Jika para pemilik tanah lainnya tidak setuju dengan besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah, maka dapat mengajukan keberatan pada pengadilan negeri setempat,” jelas Pazri.
Dan perlu diingat para pemilik tanah tidak dapat digusur dengan paksa oleh Pemko Banjarmasin karena berdasarkan Pasal 5 UU 2/2012, pemilik tanah baru wajib melepaskan tanahnya setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Jadi selama belum ada pemberian ganti kerugian atau Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, para pemilik tanah tidak wajib melepaskan tanahnya,” pungkasnya. (Zak/KPO-1)