untuk mendapat pekerjaan terpaksa memenuhi permintaan tersebu
BANJARMASIN, KP – Tiga Saksi yang diajukan JPU KPK terhadap dua terdakwa perkara OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang terdri dua kontraktor dan satunya adalah rental alat berat, umumnya mengakui ada permintaan fee 15 persen yang diminta Abdul Wahid melalui Kepala Dinas PUPRP (Pekerjan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan) HSU.
Hal ini sudah lama terjadi bukan adanya OTT saja, ujar Abd Syarif Selaku Direktur CV Harapan Masa, dikatakan untuk mendapat pekerjaan terpaksa memenuhi permintaan tersebut.
Hal yang sama juga dikatakan Sulaiman selaku Direktur CV Berkat Keluarga, tetapi pemberian tersebut tidak langsung Abdul Wahid, tetapi melalui Maliki selaku Kepala Dinas PUPRP, tetapi kadang-kadang melalui suruhan pihak ketiga.
Sementara saksi Didi Buhari yang berstatus sebagai PNS di Samsat di Amuntai, sebagai pemegang rental alat berat juga turut dipanggil Maliki sebagai kepala dinas walaupun ia mengakui bukan kontraktor.
Ketika ditanya Majelis hakim yang dipimpin Jamser Simanjuntak yang didampingi A Gawie dan Arief Wirano, sebagai pegawai negeri kenapa ikut berusaha.
“Saya memiliki alat berat itu sebelum menjadi PNS,’’ aku Didi
Syarif juga mengakui bahwa ia kenal dengan kedua terdakwa, ditugasi sebagai penyiapkan administrasi tender.
“Memang sebelum dilakukan penjelasan proyek atau answising saya sudah mendapatkan print out nilai proyek yang akan di kerjakan,’’ menjawab pertanyaan JPU KPK yang dikomandoi Budi Nugroho, pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (21/12).
Kedua terdakwa yang disidang secara terpisah dan virtual tersebut adalah Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru dan Marhaini selaku Direktur CV Hanamas.
Kedua terdakwa tersebut menurut dakwaan mengadakan pertemuan dengan Plt Kepala PUPRP Kab. Hulu Sungai Utara Maliki, dalam pertemuan tersebut disepakati kalau kedua terdakwa masing masing akan memperoleh proyek tetapi menurut Maliki pihak Bupati minta fee seebar 15 persen dari nilai proyek. Proyek yang akan dikerjakan tersebut di tahun 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitask jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kec Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar.
Atas persetujuan Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400
Dan berdasarkan kesepakatan, setelah pencairan uang muka sebesar Rp346.453.030. terdakwa melalui Mujib Rianto menyerahkan fee pertama sebesar Rp70 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.
Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp1.006.017.752 terdakwa melalui M.Mujib Rianto juga menyerahkan uang fee sebesar Rp170.000.000.kepada Abdul Wahid melalui Maliki.
Sementara Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga membruikan fee secara bertamah dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.
Atas persetujuan Abdul perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000. Penyerahan uang Rp300 juta tersebut dilakukan terdakwa
Secara bertahap, sesuai kesepakatan setelah uang pencairan uang muka sebesar Rp526.949.297..terdakwa melalui M.Mujib Rianto menyerahkan uang fee sebesar Rp125 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki. Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp676.071.352,-terdakwa melalui M Mujib Risnto telah menyerahkan uang fee sebesar Rp175 juta keoada Abdul Wahid.
Keduanya menurut JPU, diancam dengan hukuman terendah setahun penjara dan tertinggi lima tahun, sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantaswn tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Dakwaan kedua pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantaswn tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberanatsan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana. (hid/K-4)