Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Valentine’s Day Tanpa Kekerasan Seksual

×

Valentine’s Day Tanpa Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini

Oleh : Sala Nawari
Pendidik & Founder Rufidz Kece

Valentine’s day yang dimaknai sebagai hari kasih sayang sudah menjadi sebuah tradisi budaya di kalangan remaja dan kaum muda. Tradisi pesta cinta nuansa yang diidentikkan dengan warna pink, aksesoris berbentuk hati, dan coklat. Tradisi budaya dengan berbagai ‘ritual’ perayaan dan pesta.

Baca Koran

Di masa pandemi mungkin ‘ritual’ perayaan secara meriah sedikit lebih terbatasi, tetapi acara berdua antar pasangan yang sudah mengikatkan diri dalam ikatan ‘pacaran’ bisa lebih terselubung dengan suasana sepi yang romantis. Karena mindset yang sudah tertanam bahwa tanpa valentine’s day tiada tanda kasih sayang.

Tanpa Kekerasan Seksual

Tradisi valentine’s day berasal dari awal abad ke-4 SM, bangsa Romawi biasa mengadakan pesta bagi salah satu dewa mereka yaitu Lupercalia (Lupercus). Perayaan ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari, pas musim kawin burung. Pada pesta Lupercia ini dilaksanakan acara mencari jodoh yang cukup unik. Para gadis menuliskan namanya di secarik kertas lalu dimasukkan dalam kotak. Para pemuda yang hadir akan mengambil kertas di dalam kotak secara acak. Layaknya piala bergilir, gadis yang terpilih akan menjadi pasangan pemuda tersebut sampai pesta Lupercia berikutnya, yang kemungkinan akan digantikan kepada pemuda yang lain. Acara jodoh-jodohan yang sudah lebih dari 800 tahun ini ditentang oleh pihak gereja yang ada di Roma. Alasannya, hal ini merupakan perayaan kafir yang bertentangan dengan ajaran Kristen.

Jika pemuka agama Nashrani pun berpendapat Valentine’s day tidak ada hubungannya dengan keimanan kaum Nasrani. Bahkan, mereka juga keberatan umatnya hanyut dengan acara ini, apalah lagi mereka yang mengaku muslim. Dalam dalil QS. Al-Isra:36 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu ketahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya”.

Baca Juga :  Hijrahnya Pustakawan

Bahkan kehadiran Cupid sebagai lambang cinta pada acara Valentine’s Day. Dalam mitologi Romawi, Cupid adalah anak laki-laki dewa Venus, dewa cinta dan kecantikan. Saking rupawannya, dia banyak diburu para wanita, bahkan ia berzina dengan ibunya sendiri. Sesuai dengan lambang Cupid yang disematkan pada Valentine’s Day, tidak jarang budaya Valentne’s Day dirayakan dengan berhubungan seksual tanpa kekerasan, penggunaan kontrasepsi tanpa paksaan, pun aborsi yang disiapkan, tanpa paksaan. Tak ada diskursor kekerasan yang dirancangkan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS) dalam ritual budaya valentine’s day.

Ekspansi Global

Valentine’s Day adalah sebuah ekspansi budaya global, sebagai bagian dari upaya globalisasi gaya hidup. Valentine’s Day awalnya popular di Negara-negara Eropa dan Amerika. Pada hari itu, terutama remaja yang sedang jatuh cinta merayakannya dengan penuh meriah dan hura-hura. Mereka datng ke pesta-pesta, berdansa semalam suntuk, saling memberi hadiah coklat. Dengan tradisi Valentine’s day, Barat mencoba melakukan sebuah eksapansi dalam bentuk yang lebih soft terhadap kaum muda di seluruh dunia sebagai pangsa pasar kapitalisme.

Budaya Valentine’s Day sengaja dipasarkan sebagai budaya global untuk menguasai pasar generasi muda dan orang-orang yang labil untuk mengubah arah pemikiran mereka sehingga mengekor budaya tertentu. Adanya ekspansi budaya ini remaja Indonesia kita bangga bila makanan, hiburan maupun dandananya dipakai meniru budaya luar. Seperti halnya ide kebebasan dan hak asasi manusia yang tak terbatas. Hingga menjadi sebuah kewajaran gaul bebas dan free sex menjadi sebuah keshahihan di hari Valentine atas nama kasih sayang. LGBT pun menjadikan Valentine’s Day sebagai momen kemesraan kasih sayang untuk bebas mengekspresikan nafsu seksual mereka yang menyimpang. Dipasilitasi oleh ketersediaan kondom yang mudah dan murah. Setiap tahun valentine’s day diwarnai dengan meningkatnya penjualan alat kontrasepsi kondom oleh pasar mulai usia remaja.

Baca Juga :  DASAR KEBOHONGAN

Budaya adalah sekelompok ide yang dianut dan dan mempunyai fakta tentang kehidupan yang mendasari asas berjalannya. Sebagai muslim, Rasulullah SAW telah bersabda : “Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka mereka termasuk golongan (kaum) tersebut”. (HR. Abu Dawud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar). Bukankah kita juga bisa membangun budaya kita dengan warna keimanan yang jauh lebih indah?

Dalam Islam usia baligh mendapatkan penjagaan penuh dengan benteng jilbab untuk pakaian sehingga tidaklah aurat menjadi bertebaran membangkitkan nafsu. Usia baligh juga menjadi batas kebolehan taaruf, sehingga remaja tidak harus melakukan pacaran sebagai hubungan yang tidak jelas untuk melampiaskan kasih sayang.

Valinten’s day sejatinya pelestarian budaya kebebasan sistem kapitalis yang berasal dari budaya pagan. Menjadikan wanita hanya sebagai piala bergilir dengan tanpa paksaan. Budaya yang menjadikan wanita hanya kelas rendah dengan persetujuan. Budaya yang membuka pasar kondom /alat kontrasepsi dan video porno, dengan peluang kerja berbasis seks murah dan mudah. Padahal di dalam Islam mendekati Zina saja dilarang, sebagai aturannya. Selain upaya mengubah arah pemikiran generasi muda, ekspansi budaya ini sengaja dirilis untuk menjauhkan nilai keimanan pada generasi. Wallahu’alambishawab

Iklan
Iklan