Atas pembelaan tersebut secara lisan JPU menyampaikan tetap pada tuntutan
BANJARMASIN, KP – Dua oknum karyawan Bank BRI yang mengemplang uang di tempat kerjanya, meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, agar diberi keringanan hukuman.
Hal ini disampaikan kedua terdakwa Dedi Rendy mantan Kepala Unit BRI Pangeran Antasari Kandangan dan Customer Service Wahyudin, oleh masing- masing penasihat hukumnya, yakni Kusman Hadi dan rekan serta Wahyudin, Alfisah.
Alasan mengajukan keringanan, kedua terdakwa selain masih adanya tanggung keluarga dengan anak yang masih perlu bimbingan. Juga keduanya mengakui segala perbuatannya, serta berjanji untuk tidak akan melakukan hal yang sama.
Pembelaan tersebut disampaikan pada sidang lanjutan dihadapan majelis hakim yang dipimpin Yusriansyah didampingi A Gawi dan Asrif Winarno, Senin (3/1).
Atas pembelaan tersebut secara lisan JPU menyampaikan tetap pada tuntutan.
Seperti diketahui oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan Masden Kahfi, terdakwa Dedi Rendy dituntut tiga tahun dan tiga bulan, denda Rp50 juta subsidair selama dua bulan serta membayar uang pengganti sebesar Rp700 juta lebih, bila tidak dapat membayar maka kurungannya bertambah setahun.
Sementara terdakwa Wahyudin dituntut dua tahun dan tiga bulan denda Rp50 juta subsidair dua bulan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp325 juta dan apabila tidak dapat membayar maka kurungannya bertambah selama setahun.
JPU berkeyakinan, kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam dakwaan, modus untuk mengeruk uang di tempat kerjanya kedua karyawan BRI tersebut meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), dan sepemilik KTP dan KK menerima jasa di kisaran Rp250.000 sampai Rp400.000 perorangan, dengan mencairkan kredit usaha rakyat secara fiktif. Pengemplangan uang BRI ini dilakukan kedua terdakwa yang disidang secara terpisah dan virtual tersebut dilakukan sejak 2015 sampai 2019. (hid/K-4)