Oleh : Fahima Ziyadah
Aktivis Dakwah dan Pemerhati Kebijakan Publik
Kantor wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadikan toleransi antar umat beragama sebagai skala prioritas kerja pada tahun 2022. Bahkan setiap kabupaten/kota akan diberikan dana sebesar Rp70 juta untuk memuluskan program ini dengan menggelar berbagai kegiatan bertema keberagaman serta toleransi antar umat.
“Kalau di Kemenag itu posisinya di tahun ini prioritasnya adalah kerukunan antar agama. Dan di tahun 2022 mendatang, hal ini masih sama,” ucap Kepala Kanwil Kemenag Kalsel, DR H Muhammad Tambrin MM MPd Sabtu (11/12).
“Kita juga melakukan alokasi anggaran untuk FKUB Kabupaten/Kota. Dan dibantu oleh Pemerintah Provinsi serta Kementrian Agama juga tentunya,” ucapnya (maknanews.com).
Melalui kegiatan Kampanye dan Publikasi Kerukunan, Jum’at (31/12/21) di Kemenag Kota Banjarmasin, beliau juga menyatakan bahwa tahun 2022 telah dicanangkan menjadi Tahun Toleransi Internasional (kalsel.kemenag.go.id).
Moderasi beragama terus digencarkan di negeri ini bahkan sampai tingkat terendah pemerintahan, dari pusat negara hingga ke desa. Target utama adalah kaum Muslim sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Ide ini bukan hal baru, bahkan sudah sejak lama diaruskan secara berkelanjutan dalam seluruh aspek kehidupan. Selayaknya sebuah kebijakan dalam negara demokrasi yang bisa direvisi, istilahnya sering berganti. Namun tak menghilangkan esensinya sebagai salah satu upaya pendangkalan pemahaman Islam.
Upaya Pendangkalan
Berawal dari Islam Liberal yang berujung fatwa haram dari MUI. Kemudian lahirlah Islam Nusantara sebagai alternatif pemikiran, pemahaman, dan pengamalan Islam yang moderat -yaitu bersikap pertengahan, terhindar dari paham fundamentalis dan liberal (tidak radikal dan tidak sekuler)-. Konsep ini juga kontroversial karena mengotak-ngotakkan Islam Arab dengan Islam Nusantara, membawa gagasan sesat mengaburkan ajaran Islam -yang sejatinya sama di setiap belahan bumi lain- dengan mengatasnamakan budaya Nusantara. Puncak kritik atas Islam Nusantara adalah ketika puisi konde, kidung, cadar, dan azan yang disampaikan pada beberapa tahun lalu. Umat pun semakin cerdas dan memahami bahwa ada upaya memecah belah kaum Muslim, hingga konsep ini bagai gayung tak bersambut perlahan menghilang bagai buih di laut.
Istilah moderasi beragama dimunculkan sebagai cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal). Berbagai strategi dan kebijakan diluncurkan dalam upaya mewujudkan wacana moderasi. Seriusnya upaya moderasi beragama bahkan masuk ke dalam RPJMN 2020-2024.
Berbagai macam istilah yang digunakan dengan maksud mewujudkan toleransi dan keberagaman umat beragama hari ini pada intinya sama. Ia adalah gagasan yang berbahaya bagi Kaum Muslim. Secara halus mengebiri ajaran Islam, mengkriminalisasi ajaran jihad dan khilafah, sehingga menimbulkan keraguan umat terhadap ajarannya. Menyusupkan Pluralisme yang memandang semua agama benar yang tentu saja berlawanan dengan aqidah Muslim. Rawan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam dengan framing radikal dan intoleran. Umat berakhir pada Islamophobia, dakwah untuk penerapan syariat Islam dipinggirkan. Umat mengambil syariat bak prasmanan sebab taat pada kebijakan negara yang mereduksi Islam.
Proyek Tipu Data
“Disadari atau tidak, sebenarnya moderasi Islam adalah wajah lain dari liberalisasi Islam agar kaum muslim tidak terikat syariat Islam secara kaffah sehingga cara berpikirnya lebih sesuai dengan pandangan Barat kolonial ketimbang pandangan Islam”. Demikianlah perkataan dari Prof. Dr. Hamid Fahmi Zarkasy yang nyata terjadi pada wajah dunia Islam hari ini khususnya di Indonesia.
Di Kalimantan Selatan yang identik dengan kaum muslim dan beberapa ulama besar nan karismatik nyatanya tak menyurutkan arus moderasi beragama. Gagasan yang berasal dari Barat ini tidak lain merupakan upaya menjegal kebangkitan kaum muslim dari Islam ideologis. Tafsir Islam moderat yang berasal dari Barat dijadikan kiblat. Bukan lagi hanya perkara kebijakan perundangan namun merambah dalam lini keimanan “faith” kaum muslim. Cara pandang, pemahaman, sikap, bentuk beragama telah dijajah agar tunduk pada standar yang dibuat oleh Barat, musuh sesungguhnya yang tak suka akan kemenangan kaum Muslim. Barat yang sejak dulu menyimpan dendam dan senantiasa benci. Selalu menyiapkan strategi untuk menginjak kaum muslim bahkan setelah kekhilafahan Islam runtuh, minimal Barat menghadang kembali bangkitnya Islam.
Building Moderate, Rand Corporation telah jelas menafsirkan “Moderasi Islam adalah mereka yang menerima sistem Demokrasi, HAM, Kesetaraan Gender, Pluralisme, Menerima sumber hukum non sektarian, melawan terorisme”. Tujuannya tak lain sebagai upaya merusak ajaran Islam (Deislamisasi), menguatkan Islam ala Barat, mengokohkan eksistensi Kapitalisme-Imperialisme di negeri kaum muslim yang kaya akan Sumber Daya. Moderasi beragama membiarkan kaum muslimin tetap beragama Islam namun cara berpikir, gaya hidup, dan cara pandang mereka mengadopsi dari Barat yang Liberal, menuhankan akal sebagai standar kebenaran-kekeliruan.
Ideologi Kapitalisme yang diemban oleh Barat meniscayakan materi sebagai tujuan utama kehidupan dunia. Sepaket dengan Sekularisme sebagai landasan aqidahnya, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini mengakui keberadaan Tuhan tetapi dalam representasi spiritual belaka. Di sisi lain aktivitas kehidupan dalam perkara politik, pemerintahan, jihad, sanksi dan peradilan, serta aktivitas lainnya meniscayakan manusia untuk menetapkan aturan. Sang pencipta tidak dalam ranah mengatur kehidupan dunia sebab ikatan perbuatan dalam ideologi ini adalah liberalisme –serba bebas–.
Sungguh Barat telah berhasil menggiring pemikiran dan perilaku umat untuk semakin meminggirkan Islam dengan program moderasi beragama ini di Indonesia. Perang pemikiran terus terjadi, kelancangan yang dilakukan Barat Kuffar dalam menafsirkan Islam tidak serta merta menjadikan Muslim mengalah dan mengikuti kesesatan ini atau acuh saja.
Membendung Moderasi Beragama
Manusia fitrahnya sebagai hamba, makhluk yang lemah, maka segala aturan apa pun harus berasal dari Allah SWT lewat wahyu-Nya. Aqidah Islam memerintahkan setiap jiwa untuk hanya tunduk dan beribadah kepada Allah semata. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Ibadah tersebut dilakukan dalam segala bentuk sebagaimana yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah sSAW, seluruh perbuatan terikat dengan hukum syara’, kebebasan dalam berbuat dilakukan bila sesuai dengan syariat sebab capaian tertinggi hamba adalah keridhaan sang Pencipta Allah SWT.
Islam diturunkan bukan semata sebagai siraman spiritual belaka, ketenangan umatnya tak cukup dalam perkara aqidah, ibadah, dan muamalah sebagiannya. Islam adalah ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan (kaffah). Allah SWT telah berfirman bahwa Islam telah sempurna dan menyeru umatnya masuk dan menerapkan secara kaffah syariatnya. “Hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian, mencukupkan nikmat-Ku untuk kalian serta meridhai Islam sebagai agama bagi kalian”. (QS. Al-Maidah: 3).
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah)”. (QS. Al-Baqarah : 208).
Untuk bisa membendung arus moderasi beragama, pemikiran yang salah ini harus dilawan dengan terus menggaungkan pemikiran Islam Kaffah ke tengah umat Islam. Setiap muslim harus memahami Islam sebagai ideologi sehingga tidak terpengaruh pada ide diluar Islam sebagai pedoman kehidupan. Kemudian mengungkap makar Barat Kuffar dalam melemahkan umat Islam, menyadarkan tentang bahaya ide moderasi.
Sebenarnya, kalau sekadar menginginkan hidup berdampingan secara damai, ramah, dan toleran dengan penganut agama lain, bahkan tanpa moderasi beragama Islam telah mengajarkan demikian. Yang terjadi hari ini sebagian besar karena tidak hadirnya negara sebagai institusi yang memfasilitasi dan menjaga kaum muslim tetap berada dalam koridor taat. Perpecahan antar kaum muslim bahkan terhadap non muslim yang diakibatkan oleh lemahnya pemahaman akan syariat Islam yang sempurna. Maka memperjuangkan Khilafah bukanlah sesuatu yang membahayakan, sebab dengannya Islam kaffah akan diterapkan. Sejarah telah membuktikan ketika Islam diterapkan secara sempurna tingginya peradaban Islam tampak dan pantaslah predikat umat terbaik disebut atas umat Islam.
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang maruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110). Wallahu’alam bishshowwab.