Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Banjarmasin

Menanya Ulang Keberpihakan Penegakkan Hukum kepada Korban Kekerasan Seksual

×

Menanya Ulang Keberpihakan Penegakkan Hukum kepada Korban Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini
2021 11 12 Sexual Harrasment Ilustrasi scaled

Banjarmasin, KP – Dunia pendidikan kembali dikejutkan oleh kasus kekerasan seksual yang dialami oleh salah satu
mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel)

Senin, 24 Januari 2022 terungkapnya laporan dari PDVS kepada pihak kampus bahwa ia telah mengalami perkosaan yang dilakukan oleh salah satu anggota Polisi di Satuan Reserse Narkoba
Polresta Banjarmasin.

Baca Koran

Institusi Kepolisian ini, tempat korban PDVS sebelumnya magang sebagai salah
satu prasyarat kelulusan dari kampusnya. Kejadian yang dialami korban sangat membuat kita marah, geram, gusar, kecewa, sedih dan hilangnya rasa aman mengingat korban adalah mahasiswi yang sedang menyelesaikan tugas akhir
untuk meraih gelar kesarjanaan dan meraih cita-cita serta harapan orangtuanya.

Namun harapan itu seakan sirna dan masa depan terasa suram dengan terjadinya perkosaan yang memberi dampak pada korban baik fisik, psikis, kesehatan jiwa dan raga berupa gangguan mental, depresi dan trauma atau ketakutan terus menerus.

Termasuk juga kesehatan reproduksi yang rentan mengalami kerusakan dan
penyakit menular seksual, serta kehamilan yang tidak diinginkan serta stigma/labelisasi dari lingkungan sekitar dan masyarakat yang belum memahami posisi korban sehingga menyulitkan korban untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan baik di lingkungan sekitar.

Dengan semua beban yang
harus ditanggung korban, dimana hati nurani para penegak hukum, dimana hati nurani para aparat kepolisian, dengan putusan hukum yang sudah incrah dan pelaku diberi hukuman yang sangat jauh dari rasa keadilan sehingga menutup mata bahwa ada keadilan yang dipertaruhkan di balik baju seragam mereka.

Proses hukum yang sangat cepat dan menghilangkan hak korban untuk didampingi penasehat hukum/advokat selama menjalani upaya hukum yang diatur ketentuan dalam KUHAP.

Sidang pertama
kasus D digelar pada 30 November 2021, sementara sidang putusan pada tanggal 11 Januari 2022 (31 hari kerja). Selain itu, korban seolah dibungkam tanpa ada ruang untuk berpendapat dan bersikap.

Ia mengaku hanya menghadiri dua kali proses sidang, tidak mengetahui apalagi menghadiri sidang putusan dan tidak tahu ihwal JPU telah menerima putusan majelis hakim.

Baca Juga :  Ketua Dekranasda Kota Banjarmasin, Hj Neli Listriani Hadiri Pembukaan Jogja Kreatif Expo Tahun 2025

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum Seliya Yustika Sari dan Alpha Fauzan mendakwa Pelaku dengan Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun atau Pasal 290 Ke-1 KUHP tentang mencabuli orang pingsan dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun.

Padahal menurut Kami, berdasarkan fakta atas perbuatan pelaku, pasal yang diberikan tidaklah tepat dan seharusnya Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun lebih tepat diterapkan pada pelaku berikut sanksi etik Kepolisian.

Atas kejadian tersebut, korban, keluarga korban, pihak kampus dan publik bertanya-tanya, bagaimana akses keadilan kepada korban, bagaimana keberpihakan kepada korban yang telah mengalami kekerasan seksual yang berdampak buruk pada kesehatan jiwa raga, fisik, psikis, trauma dan stigama/labelisasi yang dialami korban dan keluarga korban?

Kehadiran PERMENDIKBUDRISTEK
Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, tak juga menjadi rujukan dan ruang yang digunakan Hakim dan jaksa untuk menjerat pelaku pada hukuman maksimal dan memberikan perlindungan serta pemulihan pada korban dan keluarga korban.

Berdasarkan sejumlah fakta ketidakadilan yang dialami korban dan keluarga korban, maka sebagai bentuk keprihatinan atas ketidakberpihakannya Aparat Penegak Hukum di Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya kepada korban dan keluarga korban dengan melindungi pelaku dari tindak kriminal yang merusak generasi penerus, maka JARINGAN PEREMPUAN BORNEO dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menyampaikan duka dan keprihatinan yang sangat mendalam kepada korban dan keluarga korban atas kejadian ini.
  2. Mendukung dan mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan pihak Universitas Lambung Mangkurat baik tingkat Universitas maupun Fakultas dalam upaya mengusut tuntas kasus ini
    dengan mengedepankan keberpihakan dan pemulihan kepada korban dan keluarga korban.
  3. Mendorong agar secepatnya dibentuk tim pengusutan kasus ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi mahasiswa –mahasiswa yang akan melaksanakan proses magang di manapun.
  4. Mendesak pihak Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Kepolisian Nasional untuk
    menjatuhkan sanksi pemecatan dengan tidak hormat kepada pelaku pemerkosaan yang adalah
    anggota kepolisian di Polresta Banjarmasin.
  5. Mendesak pihak Kejaksaan Republik Indonesia dan Komisi Kejaksaan untuk menjatuhkan
    sanksi etik kepada Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan menerima putusan tanpa mengkomunikasikan putusan kepada korban dan keluarga korban untuk memilih banding atau menerima putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin.
  6. Mendesak pihak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk meninjau ulang Putusan Majelis Hakim atas perkara tersebut dan memberikan sanksi etik kepada Majelis Hakim yang tidak
    mengimplementasikan PERMA Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum dan tidak mengedepankan Prinsip perlindungan dan pemulihan bagi korban dan
    keluarga korban.
  7. Pihak Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin – Kalimantan Selatan khususnya dan Perguruan Tinggi di Indonesia pada umumnya melakukan Monitoring dan Evaluasi terhadap
    MoU dan Lokasi tempat KKN/Magang bagi Mahasiswa/i dengan mengimplementasikan
    PERMENDIKBUDRISTEK Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan
    Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
  8. Mendorong adanya MOU Lembaga Pendidikan dan Lembaga Magang soal aturan yang jelas mengenai Gender Policy untuk pencegahan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan
    dan Children Protection Policy.
  9. Mendorong korban mendapatkan pelayanan kesehatan terpadu dari Dinas PPPA untuk memastikan kesehatan reproduksi korban dari resiko kehamilan yang tidak diinginkan dan berbagai kerentanan penyakit menular.
  10. Menghimbau semua lembaga pengada layanan yang ada di Kalimantan Selatan untuk berperan dalam perlindungan dan pemulihan korban dan keluarga korban.
Baca Juga :  Dua Warga Kaltim Positif Covid-19, Banjarmasin Ajak Tingkatkan Kewaspadaan Dini

Demikian rilis ini dibuat sebagai bentuk dukungan kepada Korban PDVS dan sudah saatnya RUU TPKS segera disyahkan.

Tidak ada kata tidak untuk penjahat kemanusiaan selain hukuman yang seberat-beratnya karena telah mengabaikan rasa kemanusiaan. Kita tidak ingin menunggu lebih lama lagi
dengan semakin banyaknya korban berjatuhan. (Rilis/KPO-1)

#SegeraSyahkan RUUTPKS#Pulihkandanlindungikorban

Iklan
Iklan