Oleh : Haritsa
Pemerhati Masalah Sosial
Setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, Afghanistan belum bisa keluar dari krisis. Bahkan krisis itu semakin dalam. Pemerintahan Taliban sedang menghadapi tantangan yang berat, khususnya ekonomi. Begitu beratnya persoalan ekonomi hingga dilaporkan bahwa pemerintah tidak memiliki uang tunai untuk membayar gaji pegawai. Dan lebih parah lagi, ancaman kelaparan akut membayangi jutaan rakyat.
Kini nasib perempuan disana menjadi perhatian. Kondisi buruk dan kebijakan Taliban yang mengekang dan membatasi gerak perempuan, mendorong protes dan semangat penentangan. Wajar saja, sebelumnya perempuan Afganistan merasakan kebebasan di bawah pemerintahan demokrasi arahan AS. Ada kebebasan berekspresi dan keleluasaan berkiprah di luar rumah yang dinikmati perempuan. Perempuan Afghanistan melancarkan aksi unjuk rasa menuntut hak bekerja dan kebebasan.
Tuntutan ini bisa dikatakan tuntutan parsial dan individualis. Artinya hanya memperjuangkan aspek kepentingan perempuan. Walau tidak menafikan bahwa tujuan perempuan berkiprah adalah untuk solusi terhadap kehidupan diri dan keluarga mereka yang lebih baik. Namun jika semata merespon pengekangan layakkah tuntutan individualis tersebut menjadi solusi dan diperjuangkan?
Muslimah Afghanistan Bisa Mulia
Mestinya kaum perempuan Afghanistan menyadari realitas negeri dan persoalannya. Dua dekade kehadiran Barat, tidak membuat Afghanistan menjadi negara mandiri dan sejahtera. Terbukti, ketika Barat tersingkir, Afghanistan seperti rumah yang tiangnya ambruk. Afghanistan jatuh ke jurang krisis. Afghanistan tergantung dengan bantuan internasional. ini tidak mengherankan karena selama menduduki, Barat memiliki kepentingan dan agendanya sendiri di bumi Afghanistan. Karenanya mereka tidak membiarkan Afghanistan lepas mandiri. Barat tetap menghendaki agar Afghanistan berjalan dengan rule of game atau aturan main negara kapitalis barat.
Sejak lama bumi Afghanistan menjadi incaran negara-negara besar. Potensi kekayaan alam sudah dipetakan dan menunggu eksplorasi. Penelitian bersama ahli geologi AS dan Afghanistan menemukan kekayaan mineral dan logam tambang senilai 1 trilyun dolar terkubur di bumi Afghanistan. Mineral tambang tersebut berupa bijih besi, tembaga, emas, lithium dan beberapa mineral langka (Al Jazeera.com/24/09/2021). Kekayaan ini tentu sangat menggiurkan dan menjadi bahan baku industri yang dibutuhkan negara kapitalis. Namun mengeksploitasi kekayaan alam Afghanistan tidaklah mudah, mengingat kondisi politik yang belum bisa ditundukkan sepenuhnya.
Bagi rakyat Afghanistan, kapitalisme tentu bisa menjadi jalan pintas. Uang akan mengalir dalam bentuk bantuan, utang dan investasi. Lapangan kerja terbuka termasuk untuk perempuan. Namun sejatinya semua itu tidak sepadan dengan kerugian dengan memberi jalan bagi negara kapitalis untuk menguasai sumber daya alam melalui korporasi-korporasinya. Kebebasan kepemilikan yang menjadi prinsip kapitalisme secara konkrit terwujud dari penguasaan sumber daya oleh kekuatan modal swasta asing. Akhirnya, tatanan ini akan mengeksploitasi demi keuntungan terbesar yang didapat perusahaan-perusahaan negara kapitalis tersebut. Konsekuensinya, rakyat hanya mendapat tetesan dari hasil kekayaan alam yang berlimpah. Rakyat juga hanya menjadi pekerja keras yang berjuang memenuhi kebutuhan hidup.
Dalam masa transisi menuju kemandirian dan kedaulatan itu, tekanan internasional menguat. Media Barat, dengan sudut pandang HAM dan kebebasan akan menyoroti kondisi perempuan dan anak. Tekanan itu menuntut Afghanistan untuk terbuka dan mengikuti arahan (campur tangan) negara barat. Pemerintahan Taliban tersudut dan mungkin menyerah.
Perempuan Afghanistan mesti berjuang agar Islam diterapkan secara utuh. Bukan penerapan Islam yang parsial, sebagian saja yang memunculkan dilema. Sungguh, Islam satu-satunya standar sahih yang menyatukan dan ditaati oleh semua. Ini karena sistem itu selaras dengan keimanan muslim Afghanistan.
Sistem Islam : Solusi
Pengaturan hidup masyarakat dalam sistem Islam adalah pengaturan yang menyeluruh; mencakup laki-laki dan perempuan. Konsepsi Islam tidak memandang sepihak kaum saja dan mengabaikan kaum yang lain. Akan tetapi Islam memandang kedua belah pihak saling berkaitan. Jadi kaum perempuan dan laki-laki mesti dimanusiawikan dan dimuliakan. Konkritnya, Islam mengatur perempuan sebagai individu manusia, sebagai bagian keluarga dan sebagai bagian negara dan masyarakat. Demikian pula kaum laki-laki. Pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu dijamin. Kemuliaannya dijaga. Syariat menjaga akal, jiwa, harta dan agama.
Relasi keduanya sebagai jenis berbeda diatur secara harmonis sehingga berkontribusi pada misi keluarga, umat dan negara. 3M yang hanya bisa dilakukan perempuan; mengandung, melahirkan dan menyusui, membatasi perempuan. Karenanya Islam mengamanahkan perempuan peran sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga. Dua peran tersebut adalah peran utama perempuan.
Islam memandatkan kewajiban nafkah dan bekerja bagi para suami dan bapak. Distribusi peran yang berbeda ini bukanlah wujud penganaktirian pada perempuan. Islam tetap memberi ruang bagi perempuan berkiprah di kehidupan publik. Perempuan menempuh pendidikan, bekerja untuk mengembangkan harta. Islam juga memberi kewajiban berdakwah serta berpolitik pada perempuan.
Dalam ekonomi, sistem Islam berbeda dengan kapitalisme. Pengelolaan harta kekayaan dan pemanfaatannya diatur dalam tiga jenis kepemilikan. Aset strategis berupa barang tambang yang kandungannya berlimpah adalah milik umum dan manfaatnya kembali ke rakyat. Untuk itu, kepemilikan umum dikelola oleh pemerintah sebagai wakil rakyat.
Walhasil, sistem Islam akan mengarahkan negara kepada kemandirian dan kesejahteraan bersama termasuk kesejahteraan perempuan. Wallahu alam bis shawab.