Banjarmasin, KP – Rahmani Noor selaku Kabid Bina Marga PUPRP Kab. HSU mengakui kalau pihaknya dikumpulkan Bupati non aktf HSU Abdul Wahid di aula Rumah Dinas Bupati membicarakan komiten fee 13 persen untuk pekerjaan dibidang bina marga.
Pengakuan ini di kemukakan Rahmani selaku saksi dengan terdakwa mantan Plt Kepala Dinas PUPR P Kab. HSU Maliki, pada sidang lanjutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak, Rabu (16/2).
“Sebagai bawahan kami hanya melaksanakan permintaan bupati tersebut,’’ ujar Rahmani.
Hal ini dibenarkan juga oleh Marwoto Kasi Jembatan pada bidang Bina Marga yang juga dijadikan saksi dalam perkara ini.
Malah menurut Rahmani Marwoto yang mengumpulkan fee tersebut, dan kemudian diserahkan kepada terdakwa, untuk kemudian diteruskan ke Abdul Wahid.
Sementara tiga orang kontraktor yang dihadirkan sebagai saksi yakni Didi Bahrani, Sulaiman maupun H Taufik Qurahman, mengaui kalau untuk mendapatkan pekerjaan di PUPRP Kab. HSU harus bersedia membayar fee, untuk bidang suber daya air jumlah 15 persen.
“Bila tidak membayar fee jangan harap kami mendapatkan pekerjaan,’’ hal yang senada dikemukakan oleh ketiga kontraktor tersebut.
Seperti diketahui, terdakwa mantan Plt Kepala Dinas PUPRP (Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan) Kab. Hulu Sungai Utara Maliki, yang terkena OTT KPK di Amuntai yang menyanglut pekerjaan dua proyek penmgairan di daerah tersebut.
Majelis hakim yang menangani perkara ini dipimpin Jamser Simanjuntak dengan didampingi hakim ad hock A Gawie dan Arif Winarno, pada sidang yang dilakukan secara virtual, JPU KPK yang dikomandoi Budi Nugroho. Sementara terdakwa Maliki berada di Lapas Teluk Dalam Banjarmasin.
Dalam dakwaanya JPU antara lain menyebutkan, terdakwa telah menerima uang dari Marhain selalui, Direktur CV Hanamas sebesar Rp300 juta dan dari Direktur CV Kalpataru Fahriadi sebesar Rp240 juta . Pemberian tersebut terkait adanya dua proyek sumber daya air agar kedua perusahaan tersebut dapat mengerjakannya. Dan pembayarananya tersebut dilakukan secara bertahap.
Pemberian ini sudah diatur dalam komitmen fee antara kedua pemborong tersebut untuk mendapatkan pekerjaan atas persetujuan Bupati HSU Abdul Wahid, dimana fee yang disepakati adalah 15 persen dari pagu anggaran. Fee tersebut di peruntukan untuk Bupati dan sebagian dinikmati terdakwa sendiri.
Kedua pimpinan perusahaan yang disidang secara terpisah tersebut terpaksa menyetujui pemberian fee ini agar memperoleh pekerjaan. Proyek yang dikerjakan tersebut di tahun 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kec Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 M yag dikerjakan CV Hanamas. Sementara CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan DIR di Banjang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400
Atas perbuatan terdakwa yang melanggar ketentuan selaku pejabat negara, JPU dalam dakwaannya pertama melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Atau kedua melanggar pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (hid/K-4)