Bersiap Menghadapi Normalisasi Kebijakan Moneter The Fed

Oleh: Fitri Handayani
Statistisi Ahli Muda BPS Kalsel

Ekonomi perlahan mulai pulih setelah terjadinya krisis pandemi sejak tahun 2020. International Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi global mencapai 4,4 persen di tahun 2021, setelah terjadi kontraksi sebesar 3,29 persen di tahun 2020. Ekonomi berbagai negara bahkan tumbuh di atas rata-rata global. Tak terkecuali Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya mengalami pertumbuhan mencapai 6,9 persen.

Pemulihan ekonomi di Amerika Serikat tersebut menjadikan dasar bagi Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menerapkan normalisasi kebijakan moneter.Normalisasi disini mengartikan bahwa The Fed akan menarik secara perlahan stimulus moneter yang dilakukannya selama pandemi atau disebut sebagai pengetatan kebijakan moneter.Hal ini dikarenakan selama masa pandemi The Fed menerapkan kebijakan injeksi likuiditas (quantitative easing) untuk menopang perekonomian negaranya.Terlebih lagi dengan melihat kondisi inflasi Amerika Serikat yang telah mencapai 7 persen dan merupakan yang tertinggi sejak 1982, maka kebijakan tersebut menjadi keharusan bagi Amerika Serikat agar inflasinya kembali terjaga.

Penerapan kebijakan ini menimbulkan sebuah ketidakpastian global dan sentimen negatif bagi negara berkembang. Dengan adanya wacana normalisasi kebijakan moneter The Fed dalam bentuk peningkatan suku bunga, dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya arus modal keluar bagi negara berkembang yang pada akhirnya menimbulkan tekanan pada pasar keuangan domestik. Di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang masih belum merata di seluruh dunia, hal ini dapat menjadi penghambat perbaikan ekonomi pasca pandemi.

Berkaca pada tahun 2013 saat pertama kali The Fed mengumumkan akan melakukan normalisasi kebijakan pasca krisis keuangan global, Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk. Volatilitas nilai tukar yang meningkat, bahkan terjadi depresiasi mencapai dikisaran Rp 12.000/US$. Inflasi mencapai level 8 persen yang juga diperparah oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Pertumbuhan ekonomi melambat diangka 5,56 persen, setelah sebelumnya tumbuh sebesar 6,03 persen. Defisit transaksi berjalan terhadap PDB semakin dalam di tahun 2013 mencapai -3,19 persen, dibandingkan tahun 2012 yang sebesar -2,65 persen.

Baca Juga:  Syukur

Namun dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini, diprediksi bahwa efek negatif yang terjadi tidak akan separah di tahun 2013. Bank Indonesia meyakini ekonomi Indonesia berada pada kondisi stabil meskipun masih berangsur bangkit dari kondisi pandemi. Ekonomi Indonesia tumbuh positif sebesar 3,69 persen, setelah mengalami kontraksi di tahun 2020.Selain itu, stabilitas sistem keuangan Indonesia saat ini pun sudah terjaga dengan baik. Tidak seperti tahun 2013, pergerakan inflasi saat ini sudah terkendali dan berada pada kisaran 1 persen. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan tahun 2021 mencatat surplus yang cukup tinggi mencapai 13,5 miliar dolar AS. Selain itu, cadangan devisa pada Desember 2021 mengalami peningkatan sebesar 144,9 miliar dolar AS dan berada di atas standard kecukupan internasional.

Meskipun stabilitas ekonomi domestik terjaga, tidak dapat dipungkiri efek limpahan akibat pengurangan stimulus moneter The Fed akan tetap terjadi. Hal ini memberikan sinyal bagi Bank Indonesia yang berperan sebagai otoritas moneter untuk mulai melakukan langkah antisipatif agar terhindar dari dampak negatif penerapan normalisasi kebijakan moneter The Fed. Bank Indonesia akan mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas (pro-stability). Langkah awal yang dilakukan Bank Indonesia adalah dengan rencana pengetatan moneter dalam bentuk peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM). Kenaikan GWM secara bertahap yang diberlakukan untuk BUK (Bank Umum Konvensional) adalah sebesar 3,0 persen dengan pemenuhan secara rata-rata dan 0,5 persen secara harian. Begitu pula untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) akan dinaikkan secara bertahap sebesar 3,0 persen dengan pemenuhan secara rata-rata dan 0,5 persen secara harian.

Bank Indonesia juga akan berfokus untuk menjaga stabilitas nilai tukar agar kepercayaan investor dalam menanamkan dana di Indonesia tetap terjaga. Namun, dengan pemberlakuan kebijakan The Fed menjadikan nilai tukar Indonesia terdepresiasi di luar kendali, maka Bank Indonesia akan menerapkan triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Terkait kenaikan suku bunga The Fed di awal tahun 2022, Bank Indonesia berencana akan tetap mempertahankan suku bunga rendah dimana saat ini berada pada level 3,5 persen. Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga sampai ada indikasi inflasi yang tidak terkendali. Selain itu, penggunaan Local Currency Settlement (LCS) juga ditingkatkan untuk transaksi perdagangan dan investasi bilateral.

Baca Juga:  Dampak Bullying Terhadap Remaja

Di tengah kondisi ketidakpastian global ini, selain kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia, sentimen positif terhadap pasar domestik harus tetap terjaga. Hal ini untuk menghindari terjadinya penarikan arus modal keluar besar-besaran, yang kemudian berdampak pada pelemahan rupiah.Peningkatan partisipasi investor domestik pun diyakini dapat menjaga kestabilan perekonomian domestik akibat guncangan eksternal.Saat ini, kontribusi realisasi investasi penanaman modal dalam negeri terus mengalami peningkatan mendekati 50 persen dibandingkan penanaman modal asing. Diharapkan ini menjadi angin segar bagi perekonomian domestik untuk dapat menangkal efek negatif dan keluar dari tekanan akibat diberlakukannya kebijakan Amerika Serikat.

  • Related Posts

    Prostitusi Online Pada Anak, Memalukan Atau Memilukan? 

    Oleh : Ummu WildanPemerhati Anak Kasus demi kasus bermunculan ke permukaan. Jual beli kemaluan anak perempuan dilakukan. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan namun harus menjadi perhatian untuk dihentikan.  Polsek…

    Legalisasi Aborsi Mengakibatkan Beban Ganda Korban Pemerkosaan

    Oleh : Alesha MaryamPemerhati Generasi Presiden Jokowi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut di antaranya mengatur…

    Baca Juga

    Tingkatkan Imunitas di Kala Musim Hujan dengan Konsumsi Ini

    • By EDP JKT
    • September 11, 2024
    • 33 views
    Tingkatkan Imunitas di Kala Musim Hujan dengan Konsumsi Ini

    H Yuni dan Keluarga Peringati Maulid Nabi dan Tasyakuran Rumah Baru

    H Yuni dan Keluarga Peringati Maulid Nabi dan Tasyakuran Rumah Baru

    Samsung Tegaskan Komitmen “AI For All” di IFA 2024

    • By EDP JKT
    • September 11, 2024
    • 56 views
    Samsung Tegaskan Komitmen “AI For All” di IFA 2024

    Dekan FU UIN Jakarta : Agama Bukan Pembelah, Namun Pemersatu

    • By EDP JKT
    • September 11, 2024
    • 84 views
    Dekan FU UIN Jakarta : Agama Bukan Pembelah, Namun Pemersatu

    Kalimantan Post Luncurkan Mini Seri “Celoteh Cantrik Sang Guru Bangsa”

    • By EDP JKT
    • September 9, 2024
    • 115 views
    Kalimantan Post Luncurkan Mini Seri “Celoteh Cantrik Sang Guru Bangsa”

    Ragam Baterai Kendaraan Listrik

    • By EDP JKT
    • September 8, 2024
    • 89 views
    Ragam Baterai Kendaraan Listrik