Banjarmasin, KP – Sulitnya mendapatkan BBM jenis Solar di berbagai SPBU belakangan ini juga tak luput dari perhatian
Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kalimantan Selatan (Kalsel).
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Hiswana Migas Kalsel, Hj. Syarifah Rugayah, ada beberapa faktor mengapa BBM Solar ini sulit didapatkan di sejumlah daerah, termasuk di Banjarmasin.
“Salah satunya, karena adanya disparitas harga yang terlalu mencolok antara Bio Solar dan Dexlite. Masyarakat tentu saja akan memburu Solar yang harganya jauh lebih murah. Otomatis lah permintaan Solar jadi sangat tinggi. Sementara itu, kuotanya tidak ditambah,” ungkap Syarifah, saat ditemui di kantornya, di Jalan Belitung Darat, Banjarmasin, Senin (28/3).
Diketahui, saat ini harga Bio Solar Rp5.150, sementara Dexlite Rp13.250. Selisih harga yang lebih 2 kali lipat menjadikan masyarakat cenderung melirik Bio Solar ketimbang Dexlite.
“Pihak SPBU cukup kesulitan mengendalikan antrean Solar ini. Padahal, pengusaha SPBU pasti tak ingin terjadi masalah di lapangan,” tambah Syarifah, didampingi sekretarisnya, HM. Irfani.
Di samping harganya yang lebih murah, katanya lagi, bertambahnya jumlah kendaraan bermotor juga menjadi alasan permintaan akan Solar jadi melonjak.
“Setiap tahun kan pengguna kendaraan bermotor ini selalu bertambah, namun tak diimbangi dengan penambahan kuota Solar,” sebutnya.
Ia membeberkan, hingga saat ini kuota Bio Solar di Kalsel kurang lebih 240.000 KL per tahun. Di mana jumlah kuotanya sudah diatur oleh pemerintah melalui BPH Migas.
“Kami ingin harga Bio Solar ini dinaikkan saja dan harga Dexlite juga diturunkan agar disparitasnya tidak terlalu jauh. Kita juga berharap kuota Solar bisa ditambah di Kalsel,” harapnya.
Jika ini terjadi, lanjut Syarifah, tentunya akan meminimalisir kesulitan para pengusaha SPBU di lapangan.Terutama ketika terjadi antrean panjang yang bisa saja menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan
“SPBU ini kan sebagai penyalur, jadi siapa pun yang datang untuk membeli Solar, asalkan sesuai dengan aturan pemerintah akan kita layani,” imbuh Syarifah.
“Kita juga mengimbau kepada seluruh SPBU agar tidak melanggar aturan Pemerintah atau Pertamina, misalnya menaikkan harga atau perbuatan lainnya yang merugikan konsumen,” imbuhnya.
Sementara itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menegaskan tidak ada kelangkaan solar. Antrean truk-truk di daerah untuk mendapatkan solar disebut karena mekanisme distribusi. Sebab, stok BBM nasional diperhitungkan cukup untuk 21 hari ke depan.
“Bukan langka ya kalau kelangkaan itu artinya stok itu nggak ada. Jadi harus dibedakan antara kelangkaan dengan antrean. Karena antrean itu terjadi karena mekanisme distribusi. Kalau yang kelangkaan itu kan stoknya kurang. Ini BBM di Indonesia cukup untuk 21 hari semua,” kata Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Patuan Alfons Simanjuntak, Minggu (27/3/), dikutip dari detikcom.
Dia menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) telah mengatur distribusi solar ke konsumen agar tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 15,1 juta kilo liter (KL) untuk 2022.
Sementara opsi untuk menambah kuota solar subsidi menurutnya sulit karena harus dilakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Perubahan (APBN-P).
“Kan nambah kuota susah kan harus ada APBN Perubahan,” jelas Alfons.
Dia tidak bisa berkomentar apakah pemerintah akan menambah kuota solar subsidi. Menurutnya itu adalah kewenangan pada tataran yang lebih tinggi. Dan yang sekarang bisa dilakukan adalah melakukan pengendalian distribusi agar penyalurannya tidak jebol. (Opq/KPO-1).