Oleh : Zubaidah
Ibu Rumah Tangga di Batola
Hari tua merupakan hari yang kadang menakutkan bagi semua orang, karena pada hari tua tersebut semua kemampuan manusia akan menurun baik fisik maupun psikis. Dimenjadikan seseorang tidak berdaya dan kadang bahkan memerlukan ketergantungan dengan orang lain untuk menjalani hari hari dimasa tua tersebut.
Para orang tua walaupun bersemangat untuk bekerja tetapi tidaklah bisa sama seperti muda kembali, karena itulah ide jaminan hari tua kemudian muncul. Berbagai pihak menawarkan jaminan hari tua bagi para pekerja.
Jaminan Hari Tua
Beberapa waktu yang lalu publik diributkan dengan kebijakan pemerintah melalui Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 terkait pembayaran jaminan hari tua yang bias diambil saat usia 56 tahun.
Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin menyayangkan kebijakan yang menyakiti hati rakyat terkhusus para buruh. Dia mengatakan peraturan ini menambah penderitaan rakyat dan menyakiti hati rakyat, karena peraturan tersebut mempersulit buruh. Jika seorang buruh yang mengundurkan diri atau kena pemutusan hubungan kerja (PHK) membutuhkan uang Jaminan Hari Tua (JHT), tapi ia harus menunggu sampai berusia 56 tahun.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menekankan bahwa program jaminan hari tua (JHT) merupakan program perlindungan sosial jangka panjang bagi pekerja. Dana dari akumulasi iuran wajib peserta program?JHT?serta hasil pengembangannya disiapkan untuk perlindungan pekerja pada masa tua.(Republika.co.id)
Dikutip dari Fajar.co.id, Jakarta, BPJS Ketenagakerjaan melaporkan total dana program? Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai Rp375,5 triliun pada 2021 atau naik sekitar 10,2 persen dari tahun sebelumnya. Sebagian besar dana tersebut ditempatkan surat utang negara (SUN) untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Sebagaimana komitmen kami untuk memastikan pengelolaan dana JHT sesuai tata kelola yang baik dan berpedoman pada ketentuan yang berlaku, kami mengelola dengan sangat hati-hati dan menempatkan dana pada instrumen investasi dengan risiko yang terukur agar pengembangan optimal,” ujar Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam keterangan resmi, Kamis (17/2).
Anggoro merinci, 65 persen dana JHT diinvestasikan pada obligasi dan surat berharga di mana 92 persen di antaranya merupakan surat utang negara. Kemudian, 15 persen dana ditempatkan pada deposito yang 97 persennya berada pada Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Selanjutnya, 12,5 persen ditaruh pada saham yang didominasi pada saham blue chip, yang termasuk dalam indeks LQ45. Lalu, 7 persen diinvestasikan pada reksa dana di mana reksa dana tersebut berisi saham-saham bluechip yang juga masuk dalam LQ45. Terakhir, sebanyak 0,5 persen ditempatkan pada properti dengan skema penyertaan langsung. Sepanjang tahun lalu, hasil investasi dana JHT mencapai Rp24 triliun. Adapun, total iuran JHT mencapai Rp54 triliun dengan pembayaran klaim JHT Rp37 triliun yang sebagian besar ditutup dari hasil investasi pembayaran klaim.
Kesejahteraan adalah kewajiban Negara dan hak semua warga Negara.
Kewajiban Menurut Prof RMT Sukamto Notonagoro (2010:31), pengertian kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh pihak tertentu dengan rasa tanggung jawab yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Artinya, seseorang harus melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Apabila tidak dilaksanakan maka orang tersebut akan dikenakan sanksi berupa sanksi hukum atau sanksi sosial.
Ketika kesejahteraan semua warga negara menjadi tanggung jawab Negara, maka Negara harus melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Masalahnya pada zaman sekarang kesejahteraan menjadi barang yang sangat langka. Potret kemiskinan tergambar dimana mana dan kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lama semakin lebar.
Kapitalisme yang diterapkan saat ini tidak bias menjawab semua tantangan zaman, dan berakibat kesejahteraan masyarakat semakin jauh dari harapan. Permasalahan JHT diatas menggambarkan betapa kapitalismes yang diterapkan tidak berdaya dalam mengatasi masalah. Maslah yang terjadi tidakhanya pada pencairan jaminan hari tua di usia 56 tahun, tetapi lebih jauh lagi terkait masalah esensialnya yaitu peran Negara dalam meweujudkan kesejahteraan. Bisa dilihat peran Negara lebih banyak sebagai regulator dan fasilitator. Jaminan hari tua yang seyogyanya dijamin oleh Negara malah dilimpahkan kepada individu masing masing atas nama Negara. Hal ini tergambar dari iuran yang dibayarkan oleh para pekerja untuk jaminan hari tua mereka sendiri.
Dilansir dari laman BPJS iuran yang dibayarkan untuk JHT sebesar 5,7 persen dari upah yaitu 2 persen pekerja, 3,7 persen pemberi kerja. Upah yang dijadikan dasar upah sebulan, yaitu terdiri atas upah pokok & tunjangan tetap. Iuran dibayarkan oleh perusahaan atau dapat dibayarkan tepat waktu dan sampai bulan berjalan. Akan dikenakan denda 2 persen untuk tiap bulan keterlambatan dari iuran yang dibayarkan. Dari sini bisa dilihat bahwa masyarakat menjamin diri mereka sendiri dengan dana yang mereka hasilkan dari bekerja untuk disisihkan untuk membayar yang disebutkan sebagai jaminan hari tua tersebut.
Hal yang kedua yang bisa dilihat adalah uang jaminan tersebut kemudian di investasikan kesektor lain berupa surat berharga yaitu surat utang Negara dan deposito, saham dan sebagainya. Dari sini muncullah keuntungan yang digunakan untuk membayar peserta yang sudah tiba masa untuk mengambil dana hari tuanya. Disisi lain ini memunculkan kekhawatiran akan macetnya dana. Belum lagi jika dibahas bagaimana status hutang, status saham, deposito dan lain sebagainya
Berbeda dengan kapitalisme, ide Negara sebagai penjamin kesejahteraan warga Negara tampak jelas dalam ajaran Islam dan juga fakta empirisnya.
Alkisah Sayyidina Umar bin Khattab ra melintasi pintu rumah suatu kaum dan menemukan seorang peminta-minta tua yang penglihatannya telah terganggu. Beliau menepuk punggungnya dari belakang dan bertanya: “Tuan dari ahli kitab golongan manakah?” Ia menjawab: “Yahudi”. Khalifah Umar bertanya lagi, “Apa yang memaksa tuan melakukan apa yang aku lihat ini?” “Aku meminta-minta agar dapat membayar jizyah, memenuhi kebutuhan hidup, dan karena usia tua (sehingga tidak mampu lagi bekerja),” jawabnya. Khalifah Umar menggenggam lengannya. Beliau membawa laki-laki tua itu pulang ke rumahnya (Umar) dan memberikan sesuatu dari rumahnya kepadanya. Kemudian beliau membawanya kepada penjaga Baitul Mal dan berkata, “Uruslah orang ini dan orang-orang yang sepertinya. Demi Allah, kita tidak berlaku adil karena kita telah memakan jerih payah masa mudanya (membayar jizyah), kemudian kita mengabaikannya ketika dia telah mencapai usia tua”. Lalu Khalifah Umar menyitir sebuah ayat dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin….” Orang-orang fakir itu adalah kaum muslimin, dan orang ini adalah orang miskin dari golongan ahli kitab”. (QS. Al Taubat : 60). Kemudian Khalifah Umar melepaskan beban jizyah darinya dan dari orang-orang yang memiliki keadaan yang sama dengannya. (Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-Anshari, Kitab al-Kharaj, Beirut: Darul Ma’rifah, 1979, hlm 126).
Dari sini terlihat jelas bahwa Sayyidina ummar bin khattab sebagai Khalifah sangat memperhatikan warga negaranya bahkan yang berbeda agama. Selama mereka adalah warga Negara khilafah, maka kesejahteraan menjadi hak mereka.
Islam mempunyai sumber hukum yang didasarkan pada aturan sang Pencipta manusia, yang mengetahui segenap kebutuhan manusia. Oleh karena itu saat islam diterapkan secara utuh, yang terjadi timbulnya kesejahteraan kepada semua warga Negara. Tidak hanya jaminan hari tua, Islam mempunyai mekanisme jaminan kesejahteraan yang khas melalui sistem ekonomi Islam.
Pakar Ekonomi Dr Arim Nasim SE, M.Si, Ak, CA mengatakan, dalam Islam jaminan hari tua merupakan tanggungjawab negara. “Dalam Islam, kesejahteraan rakyat termasuk jaminan hari tua itu tanggung jawab negara, bahkan sampai meninggal. Mekanisme kesejahteraan dalam islam dilakukan dengan 2 mekanisme yaitu pertama pemenuhan kebutuhan pokok jasa seperti pendidikan kesehatan dan keamanan dipenuhi langsung oleh Negara. Diberikan semurah mungkin dan bahkan gratis.
Kebutuhan dasar yang terkait dengan masalah pendidikan, kesehatan dan keamanan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara dan tidak lagi mewajibkan individu untuk terlibat dalam penyediaan kebutuhan tersebut.
Dalam masalah pendidikan, Rasulullah pernah meminta para tawanan perang Badar untuk masing-masing mengajar 10 anak-anak Madinah sebagai tebusan pembebasan mereka.
Rasulullah SAW menyebutkan, “Permisalan petunjuk dan ilmu dimana Allah mengutusku dengannya ibarat hujan yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada hadits ini petunjuk dan ilmu diibaratkan seperti air yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Adapun pemenuhan kebutuhan kesehatan maka telah disebutkan bahwa Rasulullah telah memerintahkan kaum muslim untuk berobat. Selain itu, kesehatan sendiri merupakan perkara yang amat penting bagi rakyat dan dapat menyebabkan mudharat jika hal tersebut tidak dipenuhi (kewajiban ri’ayah dan konsep dharar). Oleh karena itu hal tersebut menjadi kewajiban bgi negara untuk menyediakannya.
Untuk keamanan dalam negeri khalifah menerapkan penegakan hukum dengan adil dan sistem sanksi yang menjamin terpenuhinya hak-hak setiap warga negara yang mencakup perlindungan badan, harta, akal, nasab dan kehormatan. sedangkan keamanan luar negeri, politik luar negeri, dakwah dan jihad menjadi tonggak tegaknya keadulatan Negara dengan perintah jihad untuk melindungi negara dari serangan musuh disamping untuk penyebarluasan dakwah Islam.
Adapun Kebutuhan pokok berupa pangan, sandang dan papan yang wajib dipenuhi oleh rakyat yang ditopang oleh negara. Sementara pendidikan, kesehatan dan jaminan keamanan sepenuhnya merupakan tanggungjawab negara meski individu diperkenankan untuk terlibat di dalamnya. Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negara secara menyeluruh dan memberikan peluang kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kemampuan mereka. Islam menjelaskan tentang kebutuhan pokok tersebut dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan papan melalui keterlibatan individu, keluarga (ahli waris) dan intervensi negara. Wallahu’alam.