Banjarmasin, KP – Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarmasin sepakat untuk mengajukan langkah Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi atas lepasnya status Ibukota Provinsi Kalimantan dari Banjarmasin.
Langkah tersebut merupakan respon atas dibukukannya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan ke lembaran negara beberapa hari yang lalu.
Dukungan itu disampaikan seluruh perwakilan fraksi, dalam sidang Paripurna, Kamis (24/3). Misalnya fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang disampaikan oleh Afrizaldi.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN Kota Banjarmarmasin itu mendukung langkah Pemko Banjarmasin untuk mengajukan Judicial Review terhadap UU Nomor 8 Tahun 2022 terkait pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan ke Kota Banjarbaru.
“Bukan persoalan daerah mana yang pantas atau tidak pantas. Tapi soal harga diri sebagai warga Banjarmasin,” tandasnya.
Meski demikian, ia juga memberikan kritik kepada Pemko Banjarmasin yang selama ini dianggap masih kurang melakukan komunikasi dengan Pemerintah Provinsi maupun Pusat.
“Ini dibuktikan dengan kurangnya program yang sifatnya berkolaborasi,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Muhammad Isnaini dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Merdeka (Gerindra).
Ia menegaskan, juga menolak perpindahan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan ke Banjarbaru dan mendukung langkah Pemko yang bakal melayangkan Judicial Review ke MK.
“Karena ada dugaan pasal selundupan. Lalu sosialisasi UU juga sangat minim,” ungkapnya.
Sementara itu, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina mengapresiasi dukungan dari delapan fraksi untuk melayangkan Judicial Review, yang tentunya juga akan menjadi energi bagi Pemko.
“UU Nomor 8 Tahun 2022 pasal 4 menyebutkan Ibukota Provinsi tidak lagi di Banjarmasin. Bagian itu yang akan kita uji formil dan materil,” ucapnya.
Ibnu menilai, pemindahan Ibu Kota Provinsi ini dilakukan dengan partisipasi publik yang sangat minim. Disamping juga tidak dilibatkannya Pemerintah Daerah dalam pembahasan.
“Ini dasar kuat dugaan ada tahapan formil yang terpenuhi. Makanya jangan heran juga ada reaksi dari kelompok masyarakat dan dewan kelurahan atau Forum Kota (Forkot),” jelasnya.
“Kita punya waktu maksimal 45 hari setelah UU disahkan pada 16 Maret 2021 lalu, untuk melakukan uji formil,” sambungnya lagi.
Terkait kritikan yang disampaikan fraksi PAN, Ibnu pun menepisnya.
Ibnu menyebut, bahwa komunikasi Pemko dengan Pemprov Kalsel dan Pusat sudah berjalan baik. Itu dibuktikan dengan banyaknya pembangunan yang dananya bersumber dari APBN.
Misalnya pembangunan jembatan Alalak, Penataan kawasan Kelayan dan Rusunawa dan pembangunan dermaga pasar Ujung Murung.
“Mestinya fraksi PAN juga bisa melakukan lewat DPR RI agar lebih banyak lagi APBN yang dikucurkan ke Banjarmasin,” tuntasnya. (Kin/KPO-1)