Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Banjarmasin, Dharma Sri Handayani ‘gelagapan’ saat ditanya soal revisi Perda Ramadhan.
BANJARMASIN, KP – Agenda pertemuan dengar pendapat yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin bersama masyarakat di Aula Kayuh Baimbai pada Rabu (20/04) siang tadi, ternyata tak membuahkan hasil apa-apa.
Bahkan, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banjarmasin, Dharma Sri Handayani pun tak bisa mengambil keputusan usai menghadiri pertemuan yang diikuti oleh berbagai perwakilan unsur masyarakat.
Pasalnya, politisi dari Partai Golkar ini terlihat ‘gelagapan’ ketika dicecar pertanyaan bagaimana langkah selanjutnya yang diambil DPRD Kota Banjarmasin terkait hasil pertemuan siang tadi.
“Bagaimana ya. Ini kan dadakan, tapi kalau pak wali mengusulkan dan kita pun menindaklanjuti secepatnya,” ucapnya saat ditemui awak media di lobi balai kota.
Selain itu, Dharma juga mengakui bahwa saat ini pihaknya selaku dewan kota pun juga belum mengambil sikap terkait usulan perda ramadan yang belakangan menuai polemik di masyarakat.
“Kalau dari dewan belum kita sampaikan. Paling tidak kita menampung dulu usulan dari masyarakat untuk direvisi,” ujarnya.
Kendati demikian, ia menilai bahwa adanya agenda pertemuan yang membicarakan tentang usulan revisi perda ramadan ini sudah benar dilakukan.
“Karena jika (revisi perda) itu bagus dan bermanfaat dan supaya tidak membuat kegaduhan di masyarakat setuju saja,” ungkapnya singkat.
Ketika ditanyakan penegasan pihak dewan terkait usulan ini, Dharma pun lagi-lagi gelagapan dan bingung untuk menjawab.
“Kita harus bertemu dulu dengan bagian hukum di dewan maupun pemko sendiri untuk memutuskan langkah selanjutnya. Tidak bisa mengambil keputusan sendiri,” dalihnya.
Sebelumnya, salah satu perwakilan pengusaha kuliner dari Asosiasi Pengusaha Jasaboga Indonesia (APJI), Mustachim menuturkan, bahwa pihaknya merasa sedikit keberatan dengan aturan ramadan yang berlaku di Banjarmasin.
Bukan tanpa alasan, menurutnya Perda Nomor 4 tahun 2005 tentang larangan kegiatan selama ramadan di Kota Banjarmasin sedikit banyak mempengaruhi pendapatan atau omzet para pengusaha yang bergerak di bidang kuliner.
“Di Banjarmasin setiap Ramadan, omzet kita turun karena kita menyadari ada perda yang memang berdampak ke pendapatan,” ungkapnya.
“Karena ada aturan ini kami sudah pasti kapasitas yang kami isi itu hampir cuman seperempatnya yang terisi,” imbuhnya.
Karena itu, ia berharap agar Pemko dan dewan bisa segera merevisi perda ini supaya tercipta keseimbangan antara pelaku usaha.
“Tujuannya tidak lain agar bisa lebih mensejahterakan karyawan kita satu kemudian kita tidak memungkiri bahwa kita berusaha pengen cari pendapatan,” tukasnya.
Padahal, ia menambahkan pihaknya harus memutar otak untuk bisa memenuhi kewajiban aturan pemberian THR kepada karyawan.
“Kami selaku pelaku usaha menyambut baik dengan adanya rencana revisi perda ini supaya THR dan gaji karyawan bisa dibayarkan dengan baik,” pungkasnya. (kin/K-7)