Banjarmasin, KP – Dinas Satpol PP tidak tegas dan terkesan tebang pilih dalam penegakan Perda Nomor 4 tahun 2005 tentang Larangan Kegiatan Selama Bulan Ramadhan mendapat tanggapan sejumlah warga.
Hal itu menyusul viralnya video perdebatan antara salah seorang pengusaha rumah makan atau depot non muslim dengan petugas Satpol PP yang sempat menolak dan keberatan tempat usahanya ditertibkan.
Salah seorang warga, Muhammad Taufik berpendapat, sudah saatnya Perda Nomor 4 tahun 2005 dilakukan perubahan atau direvisi.
“Karena penegakan Perda itu ada kesan tebang pilih,” kata warga yang tinggal di kawasan Jalan Sultan Adam ini kepada KP, Minggu (10/4/2022).
Ia melihat tak dapat dipungkiri masih ada sejumlah warung atau rumah makan di kota ini yang buka pada siang hari pada bulan Ramadhan, namun tidak tersentuh oleh Satpol PP.
Hal senada juga disampaikan Sugianor. Warga yang di kawasan Jalan Masjid Jami ini mengakui, meski dalam Perda tersebut sejumlah tempat khusus dibolehkan membuka warung makan pada siang hari, namun hanya boleh melayani sembarang orang.
“Seperti hanya melayani pekerja berat atau buruh di pelabuhan. Sayangnya, yang datang ke warung itu untuk makan pada siang hari pada bulan Ramadhan tidak hanya hanya buruh atau pekerja berat,” kata Sugianor.
Muhammad Taufik dan Sugianor mengusulkan Perda ini dilakukan revisi agar dalam penegakan Perda tidak menimbulkan penilaian negatif dan bisa diterima semua pihak.
Kedua warga ini berpendapat, khusus warga non muslim mereka tidak ada salahnya diberikan dispensasi membuka warung atau rumah makan dengan catatan tempatnya tertutup, yang diperuntukan bagi yang beragama non muslim.
Sedangkan orang muslim tidak boleh membuka warung atau rumah makan selama di siang hari pada bulan Ramadhan. Tak terkecuali pengunjungnya yang beragama muslim.
“Bagi mereka yang melanggar, maka harus dikenai sanksi tegas. Demikian pula jika orang muslim kedapatan makan di warung atau rumah makan yang dibuka khusus untuk warga non muslim,” kata Muhammad Taufik.
Sementara Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya mengatakan, jika ada yang merasa keberatan atau menilai Perda Ramadhan yang sudah 17 tahun diterapkan itu tidak sesuai dengan kondisi saat ini, ia menyarankan silahkan ajukan keberatan.
Dikatakan, pengajuan revisi tentu bisa saja dilakukan sepanjang usulan dan aspirasi dari masyarakat atau adanya pihak yang mengharapkan dilakukannya perubahan atau revisi Perda dimaksud.
“Masalahnya tidak ada aturan yang dibuat tak terkecuali Perda yang tidak bisa direvisi,” tandasnya.
Ditambahkan, Pemko Banjarmasin melalui jajaran dan instansi terkait bisa melakukan upaya tersebut dan menyampaikannya ke dewan. “Kita akan bahas dan kaji bersama, setelah ada usulan tersebut,” ucapnya.
Harry Wijaya menyarankan, akan lebih baik bila sebelum tahap pengusulan revisi itu dilakukan, Pemko Banjarmasin dapat mengundang, melibatkan dan meminta pandangan dari berbagai elemen masyarakat serta seluruh pemuka atau tokoh agama.
“Bisa dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan lainnya, agar mendapatkan masukan menyeluruh, sehingga Perda yang direvisi dapat diterima seluruh pihak,” tandasnya.
Dewan juga akan menerima masukan berbagai pihak saat pembahasan revisi Perda tersebut. “Harapannya agar seluruh pihak dan warga Kota Banjarmasin memahami dan mematuhi aturan itu nantinya,” kata pimpinan dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Meski demikian, Harry Wijaya berharap, adanya pihak yang merasa keberatan dalam penegakan Perda Ramadhan kiranya menjadi koreksi semua pihak untuk sama-sama saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan beragama dan berbangsa.
“Apalagi Perdanya sudah ada, sehingga menjadi tugas Pemko melalui Dinas Satpol PP dalam melaksanakan dan menegakkan aturan itu,” demikian kata Harry Wijaya. (nid/K-7)