Oleh : Sala Nawari
Pendidik dan Pemerhati Sosial
Per 1 April, PT Pertamina (Persero) resmi memberlakukan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 92 atau pertamax. Kenaikan pertamax ini dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak mentah dunia dan perang Ukraina-Rusia. Dampaknya lanjutannya mungkin juga akan berpengaruh kepada kenaikan LPG dan harga tarif listrik.
Kenaikan harga BBM selalu berdampak kepada kenaikan harga-harga barang. Karena dilapangan selalu diawali dengan ada kelangkaan BBM subsidi. Bahkan premium sudah menghilang di pasaranan dengan tenangnya, meskipun Presiden membatalkan penghapusan. Panic buying yang dilakukan oleh penjual BBM eceran antrian juga menyebabkan kekosongan di SPBU untuk distribusi normal masyarakat umum.
Premium sebagai bahan bakar subsidi sudah dimusnahkan. Pencabutan subsidi menjadi kebijakan favorit Pemerintah untuk mengurangi beban anggarannya, padahal dampak dari semuanya adalah rakyat tidak makin sejahtera, tetapi malah makin sengsara. Alasan pemerintah adalah subsidi tidak tepat sasaran dan membebani anggaran negara. Faktanya, subsidi hanya salah satu resep yang dimiliki sistem kapitalis dalam meredam gejolak di masyarakat dalam menuntut hak-haknya.
Kebijakan Salah
Jika mencermati, kebijakan untuk menaikkan harga BBM sesunggunnya terkait dengan rencana lama pemerintah untuk mengurangi secara bertahap, bahkan menghapus sama sekali subsidi di bidang energi. Hilangnya premium salah satu bentuk penghapusan subsidi BBM. Artinya, bisa dikatakan, kenaikan harga BBM dan gas di pasar internasional hanyalah “faktor kebetulan” saja. Pasalnya penghapusan subsidi adalah konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme, subsidi merupakan salah satu instrumen pengendalian tidak langsung. Grossman dalam Sistem-Sistem Ekonomi (1995) menerangkan, bahwa dalam sistem kapitalisme terdapat dua macam pengendalian ekonomi oleh pemerintah, yaitu pengendalian langsung dan tidak langsung. Pengendalian langsung adalah kebijakan yang bekerja dengan mengabaikan mekanisme pasar, contohnya embargo perdagangan dan penetapan harga tertinggi suatu barang. Adapun pengendalian tidak langsung adalah kebijakan yang bekerja melalui mekanisme pasar, misalnya penetapan tarif serta segala macam pajak dan subsidi. (Grossman, 1995). Konsekuensinya adalah bahwa negara sama sekali tidak berkewajiban untuk menjamin kebutuhan pokok seperti BBM, listrik, pendidikan atau kesehatan masyarakat. Seluruhmya diserahkan pada mekanisme hukum pasar.
Kebijakan Energi Dalam Islam
Dalam Islam, BBM sebagai energi merupakan barang pokok yang wajib dilindungi dan dikelola oleh negara. Barang pokok ini dikategorikan ke dalam kepemilikan umum yaitu benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ yang diperuntukkan bagi komunitas masyarakat dan Asy-Syari’ melarang benda tersebut dikuasai oleh perorangan.
Minyak dan gas adalah dua komoditas yang paling penting di dunia. Laju industrialisasi bergantung pada tingkat ketersediaan energi. Bahkan pertanian modern bergantung pada gas alam sebagai bahan baku pembuat pupuk. Sumber-sumber itu sangat penting untuk kehidupan masyarakat, yang berarti bahwa keuntungannya harus dinikmati bersama oleh masyarakat dan tidak dapat diprivatisasi.
Selain itu, hal yang paling mendasar adalah bahwa energi ini merupakan hak umum (public ownership), sehingga tidak boleh diprivatisasi untuk dikelola secara swasta apalagi oleh negara lain. Sebaliknya, Negara harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi ini dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Karena itu, pengelolaan energi harus diintegrasikan dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.
Dengan begitu, Negara benar-benar akan bisa mengelola energinya secara mandiri dan tidak diintervensi oleh negara manapun. Jika itu terjadi, maka hasil dari pengelolaan energi itu bukan hanya akan membawa kemakmuran bagi rakyatnya tetapi juga menjadi kekuatan bagi negara. Negara bukan saja mengalami swasembada energi tetapi juga bisa menjadikan energinya sebagai kekuatan diplomasi, sebagaimana yang dilakukan oleh Rusia terhadap Uni Eropa dan AS.
Dalam kondisi terjadinya ketimpangan ekonomi, pemberian subsidi yang asalnya boleh ini menjadi wajib hukumnya, karena mengikuti kewajiban syariah untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi (at-tawazun al-iqtishadi) (Thabib, 2004:318; Syauman, tt: 73). Hal ini karena Islam telah mewajibkan beredarnya harta di antara seluruh individu dan mencegah beredarnya harta hanya pada golongan tertentu. Sebagaimana firma Allah SWT, “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di tara kalian”. (QS. Al-Hasyr : 7). Di sinilah subsidi dapat juga diberikan agar BBM dan listrik yang didistribusikan itu harganya semakin murah dan bahkan gratis jika memungkinkan. (Zallum, 2004: 83).
Akar masalah sesungguhnya adalah kekayaan energy kita telah dikuasai asing dengan diterapkannya ekonomi kapitalis di negeri ini. Allah SWT telah memberikan anugerah kekayaan energy yang berlimpah kepada kita. Allah pun telah memberikan jalan untuk mengembalikan hak kita tersebut, yakni dengan memberlakukan sistem pengaturan energy primer berdasarkan syariah Islam. BBM, gas, batu bara, listrik dan berbagai energy lainnya harus diatur dengan mekanisme dalam naungan negara. Wallahu’alam