Oleh : Alesha Maryam
Pemerhati Keagamaan
Menanggapi Surat Edaran (SE) Menteri Agama yang mengatur pengeras suara masjid dan musala, dan pengumandangan adzan menggunakan toa diatur volumenya sesuai kebutuhan dan maksimal 100 desibel (dB) serta penjelasannya yang memisalkan adzan dengan suara lain seperti gonggongan anjing, ulama nasional KH Rokhmat S Labib menyatakan adzan adalah kalimat Allah yang mulia, bukan gangguan.
“Kenapa disebut mengganggu? Mengganggunya dinama? Padahal isinya baik, mengajak sholat berasal dari Allah SWT. Kalau mengganggu orang tidur, memang dibangunkan untuk sholat. Jadi ini bukan gangguan, justru mengingatkan. Disaat orang lalai, diingatkan dengan adzan. Kemudian bagaimana mungkin dikatakan hanya suara-suara? Yang tidak ubahnya atau tidak berbeda dengan suara gonggongan anjing yang mengganggu? Ini kalimat adzan adalah kalimat yang mulia. Kalau sampai disetarakan dengan gonggongan anjing, maka jelas itu penghinaan luar biasa,” kritiknya dalam Perspektif PKAD: “Gonggongan Anjing, Suara Adzan, Islamphobia??!!” di kanal Pusat Kajian dan Analisis Data, Kamis (24/2/2022).
Ustadz Labib memaparkan ada tiga sisi yang bisa dicermati. Pertama, dari sisi waktu, adzan yang termasuk syiar Islam adalah pemberitahuan kepada umat bahwa telah masuk waktu sholat sehingga hanya di waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah. Ini sangat berbeda dengan gonggongan anjing yang bisa terjadi setiap saat.
Kedua, dari sisi lafaz adzan ini lafaznya khusus ditetapkan syariat, lafaznya tidak boleh disusun oleh masing-masing orang bahkan tidak boleh menjadi bahasa yang lain. Alih-alih disetarakan dengan suara anjing, ucapan manusia saja tidak ada apa-apanya.
Ketiga, dari sisi isinya adzan itu mencakup minimal masalah aqidah karena dimulai dengan kalimat keberadaan dan kesempurnaan Allah. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat tauhid yang diajarkan semua nabi, lalu menetapkan adanya risalah yang dibawa Rasulullah, mengajak pada ketaatan dan kemenangan serta untuk mengokohkan, bagaimana mungkin sampai disetarakan dengan gonggongan anjing.
Adzan Bagian Syariat Islam
Meski negeri ini mayoritas muslim dan dipimpin oleh pimpinan muslim, bahkan pejabat negaranya pun didominasi muslim, ternyata tidak menjamin umat Islam dapat hidup tenang untuk melaksanakan ajaran-Nya. Berulang kali suara adzan panggilan untuk sholat dipermasalahkan. Muncul anggapan bahwa suara adzan mengganggu dan menimbulkan kebisingan jika dikumandangkan dengan volume tinggi. Oleh karena itu, pejabat terkait (merasa) begitu penting mengatur volume suara saat dikumandangkan. Namun, mirisnya ada pejabat yang menganologikan suara adzan dengan suara gonggongan anjing, hal yang justru menimbulkan sejumlah protes dari umat Islam. Jelas saja umat Islam begitu sakit hati. Bagaimana mungkin suara panggilan untuk menunaikan sholat dianalogikan dengan gonggongan anjing? Kita pun memahammi dengan baik, suara adzan dikumandangkan dengan volume tinggi untuk meningkatkan umat Islam yang sedang melakukan berbagai aktivitas atau dalam kondisi istirahat untuk langsung beranjak melaksanakan shalat.
Panggilan Allah
Syariat adzan datang dari Allah SWT. setelah perintah shalat. Allah menyariatkan adzan di Madinah. Dari Abdullah bin Umar ra, Rasulullah SAW bersabda, “Dahulu saat kaum muslim datang ke Madinah, mereka berkumpul. Mereka memperkirakan waktu sholat tanpa ada yang menyeru. Hingga suatu hari, mereka berbincang-bincang tentang hal itu. Ada yang mengatakan, “Gunakan saja lonceng seperti lonceng Nashara”. Yang lain menyatakan, “Gunakan saja trompet seperti trompet Yahudi”. Umar pun berkata, “Tidakkah kalian mengangkat seseorang untuk sholat?”, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Bilal, berdirilah dan serulah untuk sholat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Adzan berarti al-i’lan (pengumuman/notifikasi). Hukum adzan menurut kesepakatan ulama adalah fardu kifayah, yakni menjadi dosa apabila tidak ada satu orang pun di tengah masyarakat muslim yang mengumandangkannya saat waktu sholat tiba. Hal ini dikuatkan dalam hadist yang diriwayatkan Malik bin al-Huwairis, “Jika waktu sholat telah tiba, salah satu dari kalian (umat Islam) hendaknya mengumandangkan adzan untuk kalian dan yang lain tua di antara kalian menjadi Imam (sholat)”.
Pada saat kepemimpinan Islam, kumandang adzan tidak dipermasalahkan. Kaum muslim dan nonmuslim pun hidup tenang secara berdampingkan. Lantas, mengapa sekarang menjadi hal besar yang patut dipersoalkan?
Benarkah ini menunjukkan kepada kita terkait hadist Rasulullah SAW? “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan ruwaibidhahitu turut bicara”. Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhahitu?” Beliau menjawab, “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum”. (HR. Ahmad). Hadist ini menjadi peringatan bagi kita tentang bahaya dan dampak ketika berbicara tanpa landasan ilmu. Hendaknya umat Islam memilih pemimpin yang memiliki kualifikasi dan kemampuan, baik ilmu, amanah, dan kejujuran, di samping pertimbangan lainnya. Namun, pemimpin yang demikian hanya kita dapatkan jika sistem Islam tegak. Mustahil lahir pemimpin yang amanah dan bertaqwa dari sistem yang mencampakkan aturan Islam.
Hadist di atas pun menunjukkan jalan keluar bagi umat Islam ketika menghadapi situasi kacau semacam itu, yakni dengam kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah, juga pandangan ulama. Semoga Allah selalu mengarahkan kita pada jalan kebenaran, meskipun saat ini kita berhadapan dengan orang-orang yang membelokan jalan kita dari kebenaran. Wallahualam bissawab.