Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Rugi Triliunan, Bansos Salah Sasaran

×

Rugi Triliunan, Bansos Salah Sasaran

Sebarkan artikel ini

Oleh : Alesha Maryam

Sepanjang pandemi, pemerintah telah melakukan berbagai program bantuan guna memulihkan perekonomian nasional. Di antaranya adalah bantuan sosial dan program Kartu Prakerja. Sayangnya, ada persoalan tersisa di balik program tersebut. Badan Pemeriksaan Keuangan dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II 2021 mengungkapkan, bantuan sosial yang semestinya menjadi jaringan pengaman masyarakat selama pandemi ternyata banyak yang tidak tepat sasaran. Tidak hanya itu, Kartu Prakerja yang menjadi program stimulus terdapat pemborosan anggaran.

Kalimantan Post

Tidak Tepat Sasaran

Melansir Kumparan (25/5/2022), Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, dalam hasil pemeriksaan prioritas nasional terkait pembangunan sumber daya manusia ditemukan masalah program Kartu Prakerja. Bantuan program stimulus plus insentif terhadap 119.494 peserta dengan nilai Rp289,85 miliar, terindikasi tidak tepat sasaran. Banyak pekerja bergaji di atas Rp3,5 juta menerima program Kartu Prakerja. BPK juga menemukan adanya indikasi bansos yang tidak sesuai ketentuan dalam penyalurannya. Penyebabnya adalah masalah klise menahun di pemerintahan, yakni soal integrasi data.

BPK menjelaskan bahwa terdapat program PKH (Program Keluarga Harapan), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), hingga Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun. Selain itu, BPK mengungkapkan sinkronisasi data kependudukan tidak valid. Sebagai contoh, KPM bermasalah, nonaktif, atau yang sudah meninggal di tahun 2020, masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada 2021.

Permasalahan data tidak valid hingga bansos tidak tepat sasaran adalah problem berulang yang terjadi sepanjang pandemi Covid-19 merebak. Anehnya, pemerintah masih saja mengeklaim bahwa bansos dan Kartu Prakerja berjalan sesuai target dan harapan. Bahkan, baru-baru ini, pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memamerkan Kartu Prakerja yang mendapat pujian internasional. Sungguh sangat kontradiktif dengan hasil temuan BPK.

Antara Klaim dan Realitas

Menko Airlangga mengatakan lembaga internasional seperti Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memberikan apresiasi karena Kartu Prakerja bisa mengatasi PHK. Program ini juga akan dipresentasikan dalam konferensi Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai model mempersiapkan pekerja pada masa depan. (Katadata, 23/5/2022)

Baca Juga :  TUJUAN HIDUP

Akan tetapi, apresiasi itu tidak akan bermakna apa-apa apabila realitasnya masih ada 9,1 juta pengangguran terbuka yang terkatung-katung di luar sana. Belum lagi, beban ekonomi masyarakat yang bertambah akibat kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, seperti kenaikan tarif listrik, BBM, LPG, bahan pangan, dan sebagainya.

Insentif yang diberikan pada peserta Kartu Prakerja tidak akan cukup memberikan modal bagi rakyat berwirausaha. Negara seakan-akan berperan besar mengurangi angka pengangguran. Padahal realitasnya, negara belum menjamin apa-apa kepada rakyat.

Menurut pemerintah, Kartu Prakerja adalah salah satu program yang berhasil merespons dampak pandemi Covid-19. Program ini sedianya digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja para pencari kerja/buruh yang terkena PHK serta yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Sepanjang 2020—2021, terdapat 11,4 juta orang yang menjadi penerima Kartu Prakerja.

Jika keberhasilan yang dimaksud ialah meringankan ekonomi masyarakat sesaat, memang benar. Namun, jika dilihat dari jaminan kesejahteraan, Kartu Prakerja tidak akan bisa menjadi solusi bagi ketenagakerjaan. Dari 11,4 juta penerima Kartu Prakerja, apakah ada jaminan mereka akan mendapat pekerjaan? Belum tentu, sebab Kartu Prakerja berlaku hanya untuk meningkatkan skill para pencari kerja dengan mengikuti pelatihan. Dari pelatihan tersebut mereka diberi pembekalan, keterampilan, dan insentif untuk berwirausaha atau mendapat pekerjaan dengan usahanya sendiri.

Artinya, pemerintah sebatas membekali, selebihnya nasib mendapat pekerjaan tergantung usaha para pencari kerja. Meski Kartu Prakerja sedikit membantu mengatasi problem kerja, tetapi hal itu hanyalah bantuan sesaat. Selanjutnya masyarakat dihadapkan pada persoalan pelik yang tidak kunjung terurai, yakni kesejahteraan dan kemiskinan.

Kartu Prakerja dan bansos ibarat pereda nyeri sakit, bukan penyembuh penyakit. Data tidak valid, anggaran boros, bantuan tidak tepat sasaran adalah sejumlah problem menahun di sistem pemerintahan demokrasi. Terkadang pula, kehadiran program-program bantuan untuk masyarakat justru rentan diselewengkan sebagaimana terjadi pada korupsi bansos. Bagai menggantang asap, apa pun program yang ditawarkan tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas karena solusi yang diberikan belum menyentuh akar permasalahan.

Baca Juga :  Program Swasembada Pangan: Janji Manis atau Bukti Nyata?

Pandangan Islam

Dalam Islam, tugas negara tidak hanya menyediakan platform pelatihan dan pembekalan keterampilan semata. Tugas negara adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Jika masyarakat menganggur, negara harus memberikan pelatihan keterampilan, modal yang cukup, serta menyediakan lapangan kerja untuk mereka.

Negara juga wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah bahkan gratis kepada rakyat. Inilah prinsip pengurus rakyat (riayah suunil umat) dalam Islam.

Fungsi negara bukan sekadar regulator dan fasilitator, melainkan melayani kebutuhan dasar masyarakat secara optimal. Negara harus memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tepat sasaran, yakni melakukan pengawasan dari proses produksi, distribusi dan konsumsi.

Penerapan kapitalisme menihilkan peran tersebut. Negara membantu rakyat ala kadarnya, menangani pandemi semaunya dan mengurus kebutuhan rakyat sekehendak hatinya. Bagaimana rakyat bisa terurus dan sejahtera dengan model kepemimpinan semacam ini?

Oleh karenanya, mengatasi permasalahan tidak cukup dengan solusi parsial atau tambal sulam. Akar masalah hari ini adalah penerapan kapitalisme demokrasi. Mau dimodel dengan strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme berdiri. Wallahualam.

Iklan
Iklan