Oleh : Alesha Maryam
Pemerhati Keagamaan
Jutaan kaum muslim dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul di Tanah Suci. Menggemakan kalimat Tauhid. Mempersembahkan ibadah haji yang agung ke hadapan Allah SWT. Pada hari itu tidak ada kebanggaan selain mendapatkan gelar sebagai tamu-tamu Allah SWT.
Ibadah Sarat Hikmah
Pelaksanaan haji memiliki banyak hikmah yang penting. Pertama, haji adalah ibadah yang menunjukkan ketaatan dan pengorbanan. Hanya mereka yang kuat tekadnya yang mau berkorban untuk berhaji. Sebaliknya, mereka yang lemah keyakinan tidak akan pernah mau melakukan ibadah haji sekalipun punya kelapangan rezeki dan sehat raganya. Padahal dalam hadist Qudsi, Allah SWT. mengancam siapa saja yang mampu tetapi menunda-nunda berhaji dengan ancaman yang keras.
Kedua, ibadah haji adalah symbol tauhid. Di dalamnya ada penegasan pengesaan Allah SWT. dan penafian sekutu bagi-Nya. Selama haji para jamaah senantiasa mengumandangkan kalimat talbiyah yang berisi seruan tauhid. Kalimat talbiyah juga berisi pengakuan bahwa seluruh kekuasaan hanya milik-Nya. Tidak ada pemilik yang hakiki selain Allah SWT. seluruh jamaah haji tidak henti-hentinya memohon segala kebaikan dunia dan akhirat kepada Allah SWT. Mereka pun memohon ampun atas segala dosa. Mereka mengetahui bahwa momen berhaji adalah saat Allah SWT. mengabulkan setiap permintaan dan mengampuni setiap kesalahan hamba-Nya.
Ketiga, berhaji juga menapaktilasi jejak bersejarah dan spiritual mulai dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as., hingga Rasulullah SAW. Kaum muslim berkumpul di sekitar Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Mereka berdoa di Hijr Ismail dan Mawam Ibrahim, kemudian melaksanakan sa’I dan Shafa ke Marwa, sekaligus mereguk kesegaran air dari sumur zamzam yang historis dan berkah. Kemudian saat menginjakkan kaki ke Masjid Nabawi, tidak ada satu pun jamaah haji yang tidak membayangkan sosok Baginda Nabi SAW. bersama keluarga dan para sahabat. Merekalah yang bahu-membahu memperjuangkan tegaknya agama Allah dan senantiasa membela kemuliaan Rasul-Nya. Dengan tapak tilas itu seharusnya bangkitlah kekuatan ruhiah seorang muslim. Muncullah semangat ibadah, perjuangan, dan pengorbanannya.
Keempat, ibadah haji juga mengajari kaum muslim untuk mengendalikan amarah dan permusuhan, sebaliknya mengembangkan sikap ramah serta tolong-menolong kepada sesama. Di tengah cuaca panas terik, lelah dan berdesak-desakaan, para tamu Allah diminta untuk mengendalikan akhlak.
Kelima, ibadah haji adalah tempat sekaligus momen meleburnya jutaan muslim dari segenap penjuru dunia. Tidak pandang suku bangsa, bahasa, warna kulit dan strata. Mereka berkumpul di Padang Arafah, di Mina lalu melaksanakan thawaf dan sa’I, dsb secara bersamaan. Inilah sebagian kegemilangan ajaran islam yang mampu mengikat manusia dalam satu buhul (ikatan), yakni akidah islam.
Persatuan Hakiki
Yang jadi pertanyaan, mengapa ibadah haji tidak memberikan dampak persatuan yang hakiki dan berkelanjutan? Mengapa nikmat persatuan itu hilang usai ibadah haji dan umat tetap dalam keadaan porak-poranda?
Patut disayangkan, ibadah haji yang mengumpulkan dan melebur jutaan orang dalam satu tempat dan satu waktu, ternyata belum mampu mengantarkan mereka menuju persatuan yang hakiki. Hal ini terus terjadi setiap tahun. Persatuan umat saat berhaji baru sebatas menciptakan ikatan spiritual tanpa sistem (rabithah ar-ruhiyah bi la niham). Sama persis dengan ibadah salat berjamaah atau salat Jum’at. Umat berkumpul di satu tempat dan satu waktu, kemudian bubar begitu saja. Tidak lagi ada ikatan di antara mereka.
Semestinya ibadah haji menjadi konferensi akbar untuk membangun kesadaran umat, bahwa mereka kini telah tercerai-berai. Tidak lagi menjadi umat yang satu. Banyak permasalahan umat yang harus diselesaikan secara bersama.
Ironisnya, hari ini kaum muslim mementingkan ego kebangsaan masing-masing. Mereka tidak peduli pada kondisi saudaranya. Bahkan yang lebih ironis, beberapa negara muslim seperti Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab memberikan dukungan kepada pemerintah Komunis China yang melakukan kealiman terhadap umat muslim Uyghur.
Jelas, kaum muslim harus membangun kembali persatuan hakiki di antara mereka. Demikian sebagaimana dulu diawali oleh kaum Muhajirin dan Anshar yang bersatu dalam ikatan akidah Islam. Allah SWT berfirman,
“Kaum Mukmin itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) kedua saudara kalian itu dan takutlah terhadap Allah supaya kalian mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat : 10).
Ikatan akidah yang melahirkan ukhuwah islamiyah ini bukan saja tercipta di Madinah, Negara Islam pertama di dunia, namun terus menjalar ke setiap wilayah, dimanapun islam tersebar melalui dakwah dan futuhat (penaklukan). Setiap bangsa yang memeluk islam kemudian mengganti ikatan kesukuan dan kebangsaan mereka dengan ukhuwah islamiyah. Mereka menyambut saudara seiman mereka sekalipun berbeda suku bangsa, juga sekalipun para pendatang itu yang menaklukan negeri mereka. Bangsa Spanyol di Andalusia dan Cordoba, Persia, Syams, suku Barbar di Afrika. Semua bersatu dalam ikatan akidah dan ukhuwah islamiyah bersama kaum muslim yang berasal dari Jazirah Arab.
Saying, hari ini kaum muslim berada di titik terlemah karena terpecah-belah. Tidak sanggup membela diri dan memberikan perlindungan kepada sesame muslim. Mereka malah membiarkan saudara seiman sekarat di tengah penderitaan.
Hari ini sudah delapan tahun negeri Syam dilanda peperangan. Diperkirakan 370 ribu warga tewas sebagai korban perang. PBB menghitung ada 13,5 juta warga Suriah membutuhkan bantuan kemanusian. Sekitar 6 juta warga Suriah mengungsi di dalam negeri dan 4,8 juta lagi berada di luar negeri Suriah.
Selain itu, akibat Perang Arab Saudi – Yaman, sekitar 70 ribu warga menjadi korban tewas. Di China, ada sekitar 1,5 juta warga muslim Uyghur dipenjarakan oleh Pemerintah Komunis China di kam-kam konsentrasi. Umat islam sedunia tentu wajib memberikan pertolongan kepada mereka dan menyelesaikan pertikaian yang ada serta menghentikan kealiman.
Bersatu
Semua kekisruhan yang menyertai, serta seluruh problem umat yang terus berkelindan, semoga tidak menghilangkan seluruh harapan. Dengan keyakinan dan izin Allah, umat Islam ke depan pasti akan kembali meraih kemuliaan sebagaimana yang dijanjikan. Namum tentu saja semua harapan itu tidak bisa diraih dengan berpangku tangan. Umat Islam dituntut untuk bekerja dan berikhtiar memperjuangkan sebuah perubahan. Tentu dengan jalan yang dipastikan tidak menyelisihi tuntunan syariat islam.
Serta mari merekatkan kembali ikatan ukhuwah Islamiyah. Satukan hati, campakkan ego kebangsaan dan kelompok yang telah membuat tercerai-berai, yang telah membuat musuh terus-menerus menguasai. Mari jadikan kalimat tauhid sebagai pemersatu kita. Sungguh kita adalah umat yang satu. Bertuhankan satu, Allah ta’ala. Berhukum satu, Al-Qur’an. Dengan persatuan di bawah kalimat tauhid itulah Allah SWT akan menolong dan memuliakan.