Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

House Music di Penutupan MTQ? Liwar Menyupani

×

House Music di Penutupan MTQ? Liwar Menyupani

Sebarkan artikel ini

Oleh : Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Generasi

Bumi ulama, Martapura bergetar. Bukan karena gempa atau longsor. Musik bernada hype menggetarkan panggung MTQ di kota yang berjuluk serambi Mekkah itu. Penutupan MTQ Kabupaten Banjar bertajuk Li Syi’aril Islam tahun 2022 yang dilakukan oleh Wabup Said Idrus Alhabsyi pada Rabu (15/6/2022) malam itu ternodai dengan adanya hiburan “house music” (jejakrekam.com, 17/06/2022).

Kalimantan Post

Nampak pada video yang viral di medsos, para penonton berjingkrak mengiringi lagu ‘bare-bare’ yang dipopulerkan pedangdut Siti Badriah. Tak ketinggalan para penyanyi di atas panggung utama pun ‘mabuk’ bergoyang. Sungguh miris melihatnya. Kontras dengan tajuk acara yang bernuansa syiar keagamaan.

Liwar membari supan. Video tadi viral hingga ke berbagai media mainstream, online maupun offline. Mengingat beberapa bulan ke depan Kabupaten Banjar didapuk sebagai penyelenggara MTQ tingkat nasional, tentu kejadian ini menjadi pelajaran bagi panitia. Permintaan maaf secara terbuka telah disampaikan oleh Ketuplak. Dijelaskan bahwa tak ada hiburan house music dalam rundown acara dan insiden tersebut di luar kendali panitia.

Kita tentu berharap kejadian tersebut jangan sampai terulang lagi. Pihak panitia perlu meningkatkan kepekaannya dan kesigapannya. Agar bisa berpikir dan bertindak cepat, tepat dan akurat jika mendapatkan situasi yang di luar skenario.

Yang perlu menjadi perhatian bersama adalah moral generasi. Notabene, para pengunjung dan pengisi acara yang asyik bergoyang itu adalah generasi muda. Ada apa dengan moral mereka?

Sungguh, dekadensi moral generasi laksana tsunami yang melanda negeri. Sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Kerusakan ini semakin terasa saat pandemi covid, ketika belajar daring dan gawai menjadi teman setia para remaja.

Ada dua faktor utama penyebab kemerosotan moral generasi. Pertama faktor internal dan kedua faktor eksternal. Faktor internal, lemahnya keimanan. Tidak seiring sejalan antara pola pikir dan pola sikap. Tau bahwa sedang di acara MTQ yang semestinya mengagungkan Al-Qur’an, tapi yang dilakukan justru berjoget disko.

Baca Juga :  Perempuan dan Anak Membutuhkan Jaminan Perlindungan Siber dari Negara

Lemahnya keimanan yang membuat split kepribadian, tidak sinkron antara pikiran dan perbuatan, disebabkan faktor eksternal. Yaitu sistem kehidupan yang sekuler, memisahkan antara agama dan kehidupan. Tak terbiasa menghadirkan agama dalam kehidupan, apatah lagi menjadikan diri berkepribadian Islam. Khawatir diolok-olok kolot, fanatik, bau surga, kuper, kudet dan lain-lain.

Kondisi masyarakat yang dipengaruhi sistem sekuler memang kurang mendukung kesalehan individu. Beberapa orang tua justru khawatir anak perempuannya jomblo dibandingkan anak perempuannya dibawa keluar malam-malam oleh laki-laki yang katanya pacar. Pacaran, hubungan tanpa status dan tanpa tanggung jawab itu seakan membudaya dan dimaklumi. Padahal banyak yang berujung pada seks bebas dan merusak masa depan remaja.

Kondisi ini diperparah dengan arus moderasi beragama. Suatu program untuk mengubah cara pandang kita dalam beragama agar lebih moderat, tidak ekstrem kiri atau kanan, tidak berlebihan dan tidak radikal. Moderasi beragama ini semakin mendangkalkan akidah generasi. Sebab definisi dan ciri radikal selalu diidentikkan dengan simbol-simbol Islam.

Mantan Menag, Fachrul Razi mengatakan tentang cara masuknya paham radikal di Masjid. Yaitu lewat anak “good looking”, yaitu anak yang penguasaan Bahasa Arabnya bagus dan hafiz Qur’an (cnnindonesia.com, 03/09/2020). Kan lucu, yang hafiz Qur’an dicurigai sementara yang nge-dugem dibiarkan saja. Bagaimana bisa lahir generasi yang lurus dan berkontribusi positif pada umat?

Belum lagi arus informasi teknologi yang tanpa filter. Pajak yang dibayar pemilik aplikasi lebih menggiurkan dibandingkan melindungi generasi dari aplikasi-aplikasi unfaedah.

Derasnya gelombang tsunami dekadensi moral generasi hari ini secara garis besar tersebab diterapkannya sistem sekuler kapitalisme liberal. Pemisahan agama dengan kehidupan dan negara menyebakan individu berbuat sesuka hati demi mencapai kesenangan materi dan jasadiyah saja. Tak lagi peduli halal haram bahkan mencampurkan yang hak dan yang batil. Panggung penutupan MTQ Kabupaten Banjar menjadi saksi bisu kerusakan generasi akibat penerapan sistem rusak dan merusak itu.

Baca Juga :  Menembus Ruang Sosial Masyarakat Pesisir Kalsel-Kalteng

Urgen untuk mengadakan sistem yang baik untuk generasi, sistem yang bisa menghentikan tsunami dekadensi moral generasi. Akidah Islam menjadi asas pengaturan individu, masyarakat dan negara. Peraturan-peraturan hidup yang lahir dari akidah berupa syariat Islam kaffah, ketika diterapkan akan mengundang keberkahan Allah SWT dari langit dan bumi (lihat QS. Al-A’raf ayat 96). Wallahu a’lam.

Iklan
Iklan