Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kebijakan Baru BBM Salah Sasaran

×

Kebijakan Baru BBM Salah Sasaran

Sebarkan artikel ini

Oleh : Mu’minah, S.Pd
Pemerhati Anak dan Perempuan

Per 1 Juli 2022 Pemerintah telah memberlakukan kebijakan yang bisa dikatakan semakin mempersulit masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dan semakin membebani mereka secara finansial. Yakni dengan diberlakukannya kebijakan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina.

Baca Koran

Direktur utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyampaikan bahwa masyarakat yang berhak menggunakan pertalite dan solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, untuk kemuadian menunggu apakah data kendaraan serta identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar.

“Kami menyiapkan website MyPertamina yakni https://subsiditepat.mypertamina.id/ yang dibuka pada 1 Juli 2022. Sistem MyPertamina ini akan membantu kami dalam mencocokan data pengguna,” kata Alfian dalam keterangan pers.

Dalam uji coba ini ada 11 daerah yang diwajibkan untuk mendaftarnya dirinya sebelum membeli.

Pengguna terdaftar akan mendapatkan QR code khusus yang menunjukkan bahwa data mereka telah cocok dan dapat membeli Pertalite dan Solar. QR Code itu bisa digunakan bertransaksi di SPBU dan seluruh transaksi bisa tercatat secara digital.

Adapun 11 daerah yang mulai melakukan uji coba per 1 Juli 2022 dilansir dari subsiditepat.mypertamina.id adalah Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta dan Kota Sukabumi.

Dengan kebijakan ini, Pertamina berharap bisa membuat penyaluran BBM subsidi makin tepat sasaran. Sebab, data yang ada di aplikasi akan menunjukkan pembeli berhak mendapatkan BBM subsidi atau tidak.

“Yang terpenting adalah memastikan menjadi pengguna terdaftar di website MyPertamina, jika seluruh data sudah cocok, maka konsumen dapat melakukan transaksi di SPBU dan seluruh transaksinya akan tercatat secara digital,” ujar Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution dalam keterangan resminya pada akhir Juni lalu.

Baca Juga :  Beda Agama

Kebijakan ini juga diharapkan bisa menurunkan konsumsi BBM subsidi hingga 10 persen di tahun ini. Hal itu sesuai ketentuan pembatasan pembelian BBM subsidi tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan yang disusun pemerintah dan Pertamina. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax.

“Menurut saya tidak tepat dan sekarang pasti banyak yang keberatan karena ini seperti dipaksa beli pertamax, terutama kelas menengah yang rentan,” ujarnya kepada CNN Indonesia.

Menurutnya, pemerintah ingin membuat subsidi BBM hanya dinikmati oleh masyarakat miskin tanpa memikirkan kelas menengah. Padahal, ada 115 juta orang kelas menengah yang sangat rentan di Indonesia.

Kelas menengah rentan ini juga dinilai perlu mendapatkan subsidi bukan dipaksa membeli pertamax. Terlebih, disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi begitu jauh yang akan membuat pengeluaran membeli makin besar.

“Contohnya Pertamax dan Pertalite selisihnya Rp4.000 lebih per liter. Seharusnya, waktu selisih harga nya tidak jauh, baru diatur. Pendapatan masyarakat untuk membeli BBM bisa naik maka akan mengurangi belanja produksi lainnya. Ini mengkhawatirkan durable goods dan Fast Moving Consumer Goods akan terkuras,” jelasnya.

Kondisi ini dinilai bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang tengah berjalan kembali tertahan. Untuk itu, ia berharap kebijakan ini kembali dipertimbangkan. “Jangan pelit subsidi, karena pemulihan ekonomi masih butuh suport pemerintah, lagipula APBN masih surplus,” kata Bhima.

Selain itu, ia menekankan sebelum memulai kebijakan ini seharusnya data penerima subsidi BBM diperbaiki. Sebab, penyaluran subsidi tepat sasaran paling efektif dilakukan jika datanya akurat. Jika tidak diperbaiki maka akan membuat celah orang kaya menikmati subsidi makin besar.

Baca Juga :  Belajar Berwirausaha dari Perempuan Tangguh Paniai Papua

Alih-alih memikirkan dan membuat kebijakan agar BBM murah dan mudah untuk dijangkau serta memadai bagi seluruh masyarakat, Pemerintah malan seakan memaksa memaksa masyarakat untuk mengonsumsi BBM Pertamax karena kebijakan yang menyulitkan ini. Padahal diketahui bersama BBM Pertamax bisa dibilang mahal dan selisih harganya lumayan jauh dari BBM Pertalite yakni jika di ecer sekitar Rp4.000 per liter.

Di sisi lain aplikasi yang ditetapkan untuk mendapatkan BBM subsidi, bisa menjadi lahan keuntungan bagi jasa penyedia aplikasi dan tentu dari sisi masyarakat hal ini terbilang merugikan.

Maka dari itu, penolakan haruslah kita tunjukkan, dan hal ini hendaknya dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat agar nantinya kebijakan sejenis ini tidak akan semakin banyak muncul dikemudian hari. Wallahu’alam bisshawab.

Iklan
Iklan