Oleh : Astinana Yuliarti
Pemerhati Pendidikan
Pendidikan adalah bagian penting untuk membangun sebuah peradaban. Ketika sistem pendidikannya baik maka peradabannya otomatis baik, namun sebaliknya jika sistem pendidikan di suatu negara rusak maka jelas berimplikasi pada bobroknya sebuah peradaban. Di dalam islam sendiri posisi menuntut ilmu itu hukumnya wajib dan Adapun tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk membentuk kepribadian islam dan tsaqofah islam dalam diri setiap anak didik.
Ilmu pengetahuan adalah hak seluruh manusia yang hidup dan masuk kategori kebutuhan yang mesti terpenuhi, sehingga penghargaan pada jasa seorang guru pun seharusnya diberikan dengan harga yang layak. Sebagaimana, di masa lampau, Khalifah Umar Bin Khattab menggaji guru sebesar 15 Dinar yang jika dikonversi dengan rupiah maka sekitar 63 juta. Lantas jika dikomparasikan dengan hari ini? Banyak sekali kita jumpai guru-guru honorer yang bertahun-tahun mengabdi tapi dibayar dengan upah yang jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Padahal sejatinya, guru adalah profesi yang sangat strategis dalam Pendidikan umat dan membentuk sebuah peradaban. Lantas mengapa penghargaan kepada guru hari ini bisa dinilai sangat rendah? Sejatinya Pendidikan di sebuah bangsa akan terkait dengan kebijakan Politik dan Ekonomi negara, jika orientasi politik dan ekonomi suatu negara berfokus pada asas manfaat semata jangankan layak, menjadi fokus perhatian saja mungkin akan sulit. Dalam kondisi negara hari ini Ilmu dilihat dari kacamata komoditas dagang, sehingga tidak heran pada profil anak didikpun menempuh gelar Pendidikan semata hanya untuk mendapat selembar ijazah untuk digunakan di dunia kerja.
Pendidikan hari ini diorientasikan untuk kepentingan dan keuntungan segelitir orang. Bahkan negarapun sedikit demi sedikit melepaskan peranannya dalam mengelola pendidikan dengan dalih kemandirian, yang diikuti oleh kebijakan komersialisasi Pendidikan melalui berbagai program yang dikeluarkan secara resmi, semakin memperjelas kemandulan negara dalam mengurusi masalah Pendidikan di negeri ini. Jika demikian, alih-alih keuntungan malah kebuntunganlah yang didapatkan oleh masyarakat secara umum dan anak didik secara khusus
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka misalnya, kebijakan jika dilihat sepintas maka tujuannya baik dimana para anak didik bisa belajar apa saja dan dimana saja sehingga semakin membuat khasanah keilmuan akan beragam. Sayangnya, Ketika program yang tujuannya baik ini diikuti dengan sebuah komersialisasi oleh para oknum kapitalis, pengaturan kurikulum dipengaruhi praktisi yang orientasinya menyebabkan terjadinya learning lost dimana dasar keilmuan para anak didik bukan menjadi hal yang utama tetapi bergeser pada kesempatan mereka untuk mendapatkan pengalaman kerja semata. Kebebasan untuk belajar juga tanpa sadar bisa dimanfaatkan oleh industry untuk mendapatkan tenaga gratis dengan dalih belajar, maka akhirnya output dari Pendidikan akan jauh dari visi dan misi Pendidikan.
Hal ini bisa dikatakan wajar, jika kita menganalisa sistem Pendidikan hari ini, dilihat dari sisi kurikulum yang merujuk pada pembentukan sikap dan pengetahuan umum berdasarkan SN Dikti, maka kita akan mendapati bahwa outputnya memang difokuskan pada professional bekerja, yang jelas menjawab bahwa arah Pendidikan sudah bergeser ke kebutuhan industry bukan lagi kepada keilmuan para sarjana-sarjana lulusan Pendidikan tinggi, yang pada akhirnya generasi yang dihasilkan nantinya layaknya generasi robot industri.
Hal ini tentu jauh berbeda dengan pandangan Islam. Di dalam Islam sendiri, Pendidikan sejatinya berorientasi pada peradaban yang mulia. Output Pendidikan dan setiap anak didik dimaksimalkan untuk memperbaiki ummat dan memiliki peran strategi dalam membentuk sebuah peradaban yang maju tetapi bukan menjadi generasi sapi perah yang potensinya dibajak untuk industry seperti hari ini. Hal itu sudah dibuktikan dengan pengakuan dunia akan generasi yang lahir dari peradaban Islam, karena jelas output pendidika dalam sistem Islam adalah : (1). Berakhlak mulia dan memiliki jiwa kepemimpinan; serta (2). Menguasai ilmu yang dibutuhkan masyarakat. Dari sini maka kelihatablah bahwa paradigma Islam mendidik genarasi dengan berasaskan islam, kurikulum pendidikanpun nantinya akan menyesuaikan kebutuhan manusia bukan kebutuhan pasar atau industri.
Dan pastinya hal ini hanya akan terwujud jika negara secara totalitas berperan dalam Pendidikan mulai dari pembentukan kurikulum, strategi Pendidikan baik dari sisi polotik dan ekonominyan serta masuk ke ranah pengeloalaannya. Kurikulum di dalam Islam sifatnya akan Independen tanpa pengaruh pihak swasta. Biaya Pendidikan akan diupayakan gratis dan negara akan beroptimal dalam menyediakan sarana dan prasaran Pendidikan yang layak dan merata ke seluruh negeri. Media yang lahirpun akan memiliki orientasi yang sejalan dengan tujuan Pendidikan. Pada akhirnya nanti masyarakat akan memiliki motivasi yang tinggi dalam kemajuan Pendidikan, karena negara betul-betul memaksimalkan perannya sebagai pengayom masyarakat bukan malah melepaskan dirti dari perannya untuk kemajuan kelilmua di sebuah negara. Karena majunya Pendidikan sebuah negara bisa menjadi salah satu indicator majunya sebuah negara dan pendidikan dalam Peradaban Islam yang maju bukanlah sebuah khayalan dan ilusi, namun nyata dan pernah ada. Maka selayaknyal
ah kita mewujudkan peradaban itu kembali, pendidikan di Indonesia akan Kembali kepada orientasi utamanya.