Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA mengapresiasi W20 dan Sisternet XL Axiata yang bersinergi dengan Kemen PPPA ini untuk melaksanakan Program Inkubasi Bisnis. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas perempuan pelaku usaha terkait pemahaman kewirausahaan berperspektif gender, scaling up business, pemasaran dan branding, literasi keuangan, juga promosi melalui pemasaran digital. Kegiatan ini dianggap sangat strategis untuk mendukung upaya pemerintah, antara lain dalam mewujudkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, serta pemulihan ekonomi pascapandemi.
“Untuk menjawab tantangan bagi UMKM perempuan, dibutuhkan sinergi yang kuat antarpilar pembangunan, baik dari sektor pemerintahan, dunia usaha dan profesi, media, lembaga masyarakat, akademisi, dan seluruh rakyat Indonesia. Ini sebagai upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.” (Warta Ekonomi, 14/07/2022).
Menteri Sosial membawa program Pahlawan Ekonomi (PE) di Surabaya menjadi percontohan nasional. Selain itu, Kemensos juga ingin UMKM berkembang secara nasional. Tahun ini, para Pahlawan Ekonomi dari Surabaya akan memulai menjadi mentor. Mereka akan berkeliling mengenalkan strategi menjaga bisnis UMKM secara nasional, khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Sejatinya, negeri ini memang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Meski pandemi sudah mulai berkurang secara signifikan namun tidaklah perubahan ini menjadikan ekonomi masyarakat kembali pulih. Beban hidup rakyat masih berat. Berbagai harga kebutuhan pokok masih tinggi. Kenaikan BBM, LPG, dan TDL memukul ekonomi rakyat. Lagi-lagi yang terjepit dalam kondisi ini adalah rakyat.
Para pakar ekonomi memprediksi kondisi ekonomi global kian memburuk. Lembaga dunia seperti IMF dan Bank Dunia pada Juni lalu mengoreksi proyeksi mereka atas pertumbuhan ekonomi dunia. IMF yang semula memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,4 persen, menjadi hanya 3,6 persen. Demikian juga Bank Dunia, memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya 3 persen.
Kita masih ingat program pemerintah terkait pengentasan kemiskinan yang diarahkan pada perempuan yang dicanangkan beberapa tahun lalu, yakni program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP). Program tersebut terus digaungkan. Perempuan pun dinilai lebih cakap dalam mengelola keuangan sehingga berpotensi untuk bisa membantu menurunkan angka kemiskinan keluarga maupun bangsa. Adapun jargonnya, perempuan yang berpenghasilan mandiri akan meningkatkan posisi tawar dalam keluarga dan mampu menyelesaikan masalah rumah tangga.
Namun, yang terjadi jauh panggang dari api. Iming-iming solusi dari Kapitalisme hanyalah janji yang menjebak kaum perempuan, semakin terperosok menjadi bumper dan mesin ekonomi para kapitalis. Program tersebut justru semakin menjauhkan perempuan dari fungsi fitrahnya sebagai ibu generasi. Sehingga tidak aneh jika kemudian marak terjadi kekerasan, perceraian terutama kasus cerai gugat yang terus meningkat, serta kerusakan generasi semakin masif. Telah sangat nyata bahwa sistem kapitalisme sekuler tidak mampu mengentaskan kemiskinan. Malah makin memperlebar jurang pemisah kaya miskin. Hingga memunculkan permasalahan baru, seperti di antaranya porak-poranda bahkan hancurnya ketahanan keluarga.
Oleh karena itu, mengharapkan kesejahteraan yang merupakan buah dari konsisten dalam pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara serta lahirnya kebijakan atau tindakan yang jelas dan tegas menangani berbagai perkara di dalam sistem kapitalisme liberal akan sia-sia belaka. Semua itu justru secara membawa negeri ini makin jauh dari harapan baldah thayyibah warabbun ghafur.
Padahal, Allah SWT menginginkan kemuliaan dan kehormatan bagi kaum Muslimin. Islam adalah agama kemuliaan, kehormatan dan kekuatan yang mengangkat derajat seorang Muslim ataupun Muslimah agar dirinya selaras dengan prinsip-prinsip Islam, keistimewaannya dan syariatnya yang agung. Kebangkitan dan kemajuan masyarakat tidak akan terwujud kecuali dengan terwujudnya sistem aturan yang satu di tengah masyarakat. Laki-laki dan perempuan, keduanya merupakan bagian dari masyarakat yang hidup berdampingan satu sama lain, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Upaya untuk memajukan keduanya tidak akan bisa lepas dari upaya pemberdayaan anggota masyarakat secara keseluruhan sesuai dengan sudut pandang Islam.
Negara akan memastikan setiap kepala keluarga memiliki mata pencaharian. Negara mewajibkan kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap perempuan dan anak-anak untuk memenuhi hak mereka. Islam pun mewajibkan kepada suami atau wali untuk mencari nafkah (QS. al-Baqarah [2]: 233, QS. an-Nisa [4]: 34). Sehingga Khilafah wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki agar dapat memberikan nafkah pada keluarganya, serta memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan jika dibutuhkan juga akan memberikan bantuan modal.
Selain pembagian kepemilikan yang tegas dan benar, sistem ekonomi Islam mengatur pembangunan dan pengembangan yang harus bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil dan bukan sektor ekonomi non riil. Sehingga dengan inilah inflasi, krisis dan lonjakan harga dapat diatasi. Dari pondasi Islam inilah di mana distribusi harta kekayaan individu, masyarakat, maupun negara diarahkan semata-mata untuk menjamin seluruh kebutuhan asasi (primer) rakyatnya dan akan dapat pula meraih pemenuhan kebutuhan sekunder, maupun tersiernya.
Para perempuan dan ibu akan bisa menikmati karunia Allah SWT berupa kemuliaan sebagai ibu, tanpa harus dipusingkan lagi dengan kesempitan hidup, himpitan ekonomi, beban ganda, tindak kekerasan dan berbagai pengaruh buruk lingkungan yang merusak keimanan dan akhlak diri dan anak-anaknya. Hal ini akan semakin memudahkan tugas perempuan sebagai pendidik generasi, dan sekolah pertama (madrasatul ula) bagi anak. Sebab semua itu telah dijamin pemenuhannya oleh negara melalui penerapan seluruh hukum Islam yang satu sama lain saling mengukuhkan.
Karena itu, sungguh persoalan demi persoalan akan terus melingkupi negeri ini jika tidak ada solusi tuntas. Sekadar tambal sulam, menimbulkan masalah baru yang terus menumpuk. Padahal, akar masalahnya sangatlah jelas, yakni tidak menggunakan solusi Islam. Sepintar-pintarnya otak manusia tentu kemampuannya terbatas. Lantas kenapa masih bergantung pada manusia? Saatnya umat kembali kepada aturan dari Yang Maha Pengatur, Yang Mahabenar, Yang Mahaadil, syariah Islam.