Dari sidak bahwa proyek jembatan apung cukup prematur atau terkesan dipaksakan dan tidak melakukan kajian secara mendetail
BANJARMASIN, KP – Proyek pembangunan jembatan apung yang saat ini tengah disoroti akhirnya disidak oleh Komisi III DPRD Kota Banjarmasin.
Sidak atas proyek pembangunan yang dijalankan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin itu dilakukan pada Kamis (4/8) kemarin.
Sayangnya, dalam sidak tersebut sama sekali tidak ada perwakilan dari Dinas PUPR Banjarmasin yang mendampingi.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Banjarmasin, Afrizaldi mengatakan, pihaknya hanya bertemu dengan kontraktor pelaksana yang membangun jembatan apung.
Ia membeberkan, berdasarkan hasil sidak, pihaknya beranggapan bahwa proyek itu cukup prematur atau terkesan dipaksakan. Bahkan terkesan tidak melakukan kajian secara mendetail.
Ambil contoh, bila melihat dari rancang bangun yang ada, pemko justru membuat sungai menjadi sempit.
“Kolong Jembatan Dewi yang menjadi lokasi pembangunan Jembatan Apung, merupakan perlintasan sampah tahunan atau yang biasa disebut pampangan. Sama halnya dengan Jembatan Antasari,” ucapnya saat dihubungi awak media, Jumat (5/8) sore.
Bukan tanpa alasan, ia menilai pembangunan jembatan apung tersebut justru membuat ruang lalu lintas sungai semakin menyempit.
Kemudian, menurutnya terkait posisi jembatan apung yang berada di bawah oprit Jembatan Dewi juga cukup rendah.
Ini, membuat komisi III berpikir, bahwa jembatan itu hanya bisa dipakai di saat air surut. Dan saat air pasang jembatan justru tidak bisa dipakai.
“Karena terlalu dekat dengan bagian atas Jembatan Dewi,” tekan Afrizal.
Selanjutnya, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu lantas membandingkan dengan pembangunan-pembangunan di kota besar lainnya, seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung.
Menurut Afrizal, metode pembangunan yang memanfaatkan kolong jembatan itu tidak lagi dipakai.
Atau dalam artian sederhana, kolong jembatan mesti steril. Pemerintah daerah di kota-kota yang disebutkannya itu, kini meminimalisir kegiatan yang memanfaatkan bagian kolong atau bawah jembatan.
Alasannya, karena tidak menutup kemungkinan, pembangunan yang dilakukan justru menjadi tempat para gelandangan atau mungkin justru menjadi permukiman, yang akhirnya justru malah membuat orang enggan atau kesulitan melintas di jembatan itu.
“Adanya pembangunan jembatan tersebut, justru memfasilitasi kemungkinan bahwa hal itu terjadi. Dan berikutnya, kita bukan sibuk membenahi kota. Tapi justru sibuk melalukan penertiban,” tegasnya.
Lebih jauh, Afrizal juga mengingatkan bahwa tentang adanya peraturan daerah yang mengatur pembangunan di badan sungai.
“Yang sampai sekarang, kami belum tahu apakah pembangunan jembatan itu sudah melalui IMB yang jelas atau tidak,” tegasnya.
Berkaca dari sejumlah temuan itu, Afrizal mengatakan bahwa pihaknya akan kembali memanggil dinas terkait. Termasuk, Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Barenlitbangda) Banjarmasin.
“Dari situ akan kami lihat apa argumen mereka. Dan kalau memang dari hasil pertemuan itu yang kami temukan justru sebuah pelanggaran, kami akan menyampaikan sebuah rekomendasi ke Ketua DPRD Banjarmasin ” jelasnya.
“Agar membicarakan hal ini ke kepala daerah atau wali kota. Bahwa menurut kami ada sebuah proyek yang mesti dihentikan. Kalau dari menurut kontrak memang tidak bisa, tapi kalau penghentian proyek melalui kebijakan kepala daerah, itu bisa,” tekannya.
Namun, apabila ternyata proyek itu tetap dilaksanakan, tidak menutup kemungkinan pihaknya bakal membawa persoalan itu ke tingkat yang lebih tinggi. Tentunya, sebagai bentuk pengawasan.
“Detail Engineering Design (DID) Jembatan Apung itu, dibikin sudah lama. Dan kami rasa, sudah tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang,” tegasnya.
“Walaupun terjadi pergeseran anggaran, kenapa tidak digeser ke proyek yang lebih mendesak saja,” sarannya.
“Misalnya saat ini kita masih berada di situasi rawan banjir. Anggaran, bisa dipakai untuk proses normalisasi sungai. Tapi kalau dipakai untuk hal ini, seperti menghambur-habur anggaran,” tekannya.
Tidak hanya sampai disitu, Afrizal juga mengingatkan bahwa adanya pergeseran anggaran demi proyek pembangunan Jembatan Apung itu juga tanpa sepengetahuan DPRD Banjarmasin.
“Selain itu mengapa sidak ini perlu dilakukan, karena kami mendapatkan sebuah surat yang dikirimkan oleh LSM. Isinya, terkait adanya dugaan indikasi pengaturan pemenang lelang. Tapi kami tidak masuk ke ranah itu,” ucapnya.
“Kami, hanya mengecek bagaimana rencana anggaran biaya (RAB) yang dipakai, apakah berkesuaian dengan apa yang dilakukan pihak pelaksana atau tidak,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya. Proyek Jembatan Apung menghubungkan Siring Piere Tendean dengan Siring Sungai Baru atau Kampung Ketupat. Pengerjaannya sendiri berlangsung sejak akhir Juli tadi, dan ditarget rampung dalam waktu 75 hari kerja.
Anggaran yang dikucurkan, sebesar Rp4,5 miliar. Besumber dari APBD Kota Banjarmasin. Kepala Bidang Sungai di Dinas PUPR Bannarmasin, Rini Wardina menyatakan, bahwa proyek pembangunan jembatan tersebut sudah melalui kajian atau studi kelayakan.
Hal senada juga diungkapkan Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina. Ia menilai konsep jembatan apung sudah diperhitungkan dan lebih efektif untuk digunakan di atas air. Menurutnya juga lebih fleksibel.
“Ketika air sedang pasang atau pun surut, masih bisa dilintasi. Lalu, kalau ingin memakai kayu ulin, saat ini bahannya sangat susah dicari,” jelasnya, ketika diwawancarai beberapa waktu lalu, di Balai Kota.
Kemudian, Ibnu juga mengaku lebih memilih konsep jembatan apung, ketimbang membangunkan flyover atau semacamnya sebagai akses penyeberangan.
“Bahasa lainnya, dibikin underpass untuk pejalan kaki saja. Saya rasa, ini juga bisa mempercantik wajah Kota Banjarmasin,” tekannya.
Adapun terkait urgensi, Ibnu menyatakan bahwa jembatan itu untuk memudahkan pejalan kaki yang hendak menuju Kampung Ketupat atau sebaliknya.
Para pejalan kaki, menurutnya tak lagi bakal kerepotan alias perlu menyeberang melewati jalan raya.
“Lalu, proyek itu adalah proyek lanjutan. Tepatnya, saat pembangunan dermaga apung di Siring Piere Tendean pada tahun 2018 lalu,” jelasnya.
“Saat itu, akses menuju Siring Sungai Baru atau Kampung Ketupat pun juga sudah direncanakan,” tambahnya.
Adapun ketika disinggung terkait besarnya anggaran yang dikucurkan, Ibnu menegaskan, bahwa itu merupakan hal yang wajar.
Diingatkannya, saat membangun dermaga apung di Siring Piere Tendean pun, menurutnya besaran anggaran yang dikucurkan juga hampir sama.
“Anggaran yang digunakan juga sudah diperhitungkan. Kalau ada yang bisa lebih murah ya silakan saja,” pungkasnya. (Kin/K-3)