Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Solusi Jitu Tuntaskan Persoalan Perdukunan

×

Solusi Jitu Tuntaskan Persoalan Perdukunan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Afifah, S.Pd
Praktisi Pendidikan

Beberapa waktu lalu ada berita viral di media sosial (medsos) Instagram yaitu seorang dukun bersertifikat meminta bantuan kekuatan gaib. Tujuannya, untuk melawan Pesulap Merah (Marcel Radhival), karena pernyataannya dinilai menghina dukun. Selain itu, kasus perseteruan antara Gus Samsudin dengan Pesulap Merah Marcel Radhival terus menjadi perhatian sebagian kalangan masyarakat. Tak hanya masyarakat awam, dukun-dukun pun juga turun merespons perseteruan tersebut. Mengapa praktik perdukunan dibiarkan dan marak terjadi?

Baca Koran

Akar Masalah Perdukunan

Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara yang gaib. Termasuk kategori dukun adalah paranormal, tukang ramal, ahli nujum, dan yang semisal mereka. Siapa saja yang menceritakan tentang perkara di masa datang yang belum terjadi atau mengaku mengetahui perkara gaib, maka statusnya adalah dukun.

Praktik perdukunan marak terjadi di masyarakat, meski sudah cukup banyak warga masyarakat yang menjadi korban dari praktik para dukun atau penipuan yang dilakukan para dukun tersebut. Maraknya praktik perdukunan ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : Pertama, lemahnya peran keluarga sebagai madrasah/pendidikan pertama dalam menanamkan keimanan dan kepribadian yang lurus (kepribadian Islam). Kedua, kurangnya kontrol masyarakat yang cenderung membiarkan praktik para dukun. Masyarakat cenderung individualis, budaya saling menasehati/mengingatkan semakin luntur.

Adapun faktor ketiga, yaitu minimnya peran negara/pemerintah. Pemerintah tampak tidak serius untuk mencari solusi persoalan ini hingga ke akarnya. Pemerintah melakukan langkah-langkah yang sifatnya hanya pragmatis. Respon pemerintah mencukupkan menindak dukun dan praktik syirik yang menimbulkan keresahan saja. Sedangkan yang lainnya tidak ada tindakan dari negara untuk membina dan menyadarkan mereka. Padahal aktivitas perdukunan merupakan praktik kemusyrikan yang membahayakan dan merusak iman/akidah masyarakat. Mestinya negara menindak tegas pelakunya meski tidak merugikan masyarakat secara materi.

Baca Juga :  AL QURAN DAN PERUBAHAN DUNIA

Akar masalah maraknya praktik perdukunan ini terjadi karena negeri kita menerapkan sistem aturan kehidupan yang berasaskan sekulerisme, yang meminggirkan (menjauhkan) peran agama dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan juga pendidikan. Ini nampak diantaranya dari pemerintah menerapkan sistem pendidikan yang asas kurikulumnya sekuler misalnya dengan kurikulum yang mengandung konten moderasi beragama, sehingga dihasilkan output pendidikan yang jauh dari harapan dan tujuan pendidikan.

Sistem sekuler ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh, bertaqwa yang senantiasa beramal dengan baik dan benar sesuai tuntunan agamanya (Islam), sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman dengan keunggulan penguasaan sains dan teknologi. Manusia yang dihasilkan dari sistem sekuler ini adalah sosok yang lemah iman dan kepribadiannya, mereka berbuat berlandaskan pada kebebasan dan hawa nafsu saja, tanpa memperdulikan akibat buruknya bagi diri dan orang lain. Sosok-sosok seperti ini juga menitik beratkan orientasi hidup untuk meraih kesenangan dan materi semata. Oleh karena itu, kita perlu melakukan koreksi terhadap sistem kehidupan kita ini agar lurus menurut perspektif sang Pencipta manusia yakni Allah SWT yang tertuang dalam aturan agama, sehingga menghasilkan manusia yang kuat keimanan dan ketakwaannya.

Tuntaskan Praktik Perdukunan

Perdukunan menimbulkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat kaum muslimin. Oleh karena itu, Islam mengecam berbagai macam praktik perdukunan dan melarang keras untuk mendatangi dukun. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad, hasan).

Bahkan Nabi SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari”. (HR. Muslim).

Baca Juga :  Danantara dan Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Oleh karena itu solusi Islam dalam menuntaskan persoalan perdukunan, antara lain : Pertama, Islam meletakkan asas sistem pendidikan, prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan bersifat tetap yakni berdasarkan aqidah Islam. Negara dalam Islam betul-betul menjadikan pendidikan sebagai pelayanan dengan kualitas terbaik dan merata sebagai jalan untuk mencerdaskan generasi manusia yang menghamba hanya kepada Ilahi Rabbi. Pendidikan seperti ini akan mampu melahirkan generasi terbaik (khoiru ummah) pemimpin peradaban.

Sistem Pendidikan seperti ini akan melahirkan output sosok generasi sebagai insan yang amal perbuatannya senantiasa berlandaskan pada hukum syara sehingga membawa kebaikan dan manfaat bagi sesama. Generasi seperti ini tidak akan melakukan perbuatan maksiat/melanggar hukum termasuk menjauhkan diri dari perbuatan syirik seperti praktik perdukunan dan tidak akan mendatangi dukun.

Kedua, Aspek pendidikan dalam Islam harus selaras dengan semua sistem lainnya seperti politik/pemerintahan, ekonomi dan hukum. Pemerintahan yang berdaulat dengan menerapkan politik menurut Islam yang betul-betul berkhidmat mengurusi dan melayani seluruh urusan rakyat, termasuk menjaga akidah/keimanan dan akal masyarakat dari pemikirian/perbuatan yang merusak. Dalam sistem Islam negara akan membina para dukun agar mereka meninggalkan praktik perdukunan dan kembali ke jalan yang lurus. Negara akan memberi sanksi yang tegas (ta’zir) bagi dukun yang tidak mau bertaubat.

Sudah seharusnya upaya menuntaskan persoalan praktik perdukunan ini mutlak perlu peran negara dengan penerapan syariat Islam dengan sistem hukum yang tegas. Fenomena seperti ini hanya bisa dihentikan oleh peran tegas negara menurut Islam yakni menjaga akidah/keimanan masyarakat dan menegaskan Islam sebagai standar benar dan salah (halal-haram) bagi setiap pemikiran dan perilaku individu/masyarakat juga diterapkan dalam seluruh tatanan kehidupan sosial bermasyarakat dan bernegara, sehingga terwujud masyarakat yang penuh berkah, adil dan beradab. Wallahu a’lam

Iklan
Iklan