Banjarmasin, KP – Forum rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kalsel sepakat menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pemberantasan mafia minyak hingga upaya penambahan kuota BBM.
“Tadi sudah sepakat menolak kenaikan harga BBM, karena dampaknya akan membebani masyarakat,” kata Ketua DPRD Kalsel, H Supian HK kepada wartawan, usai rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Kalsel bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan elemen masyarakat terkait kenaikan harga BBM, Selasa (13/09) sore.
Aspirasi penolakan kenaikan harga BBM akan disampaikan ke DPR RI, agar bisa membatalkan kenaikan harga tersebut, seperti aspirasi yang disampaikan seluruh elemen masyarakat di Kalsel.
“Kita hanya menyalurkan aspirasi masyarakat, karena masalah BBM ini merupakan kewenangan DPR RI,” tegas politisi Partai Golkar.
Sementara itu, perwakilan mahasiswa mendorong pembentukan satgas mafia minyak untuk mengatasi kendala distribusi bahan bakar minyak (BBM) ke masyarakat.
“Satgas ini harus aktif mengawasi pendistribusian BBM ke masyarakat,” kata Ketua Pergerakan Pemuda Islam Indonesia (PMII) Kalsel, Khairul Umum.
Khairul mengatakan, subtansi RDP tidak hanya menolak kenaikan BBM, namun juga membahas dan menyepakati pemberantasan mafia migas dan penambahan kuota BBM.
“Namun penambahan kuota BBM tidak akan berarti, jika mafia minyak masih ada,” tegasnya, sekaligus menyayangkan ketidakhadiran anggota DPR RI asal Kalsel.
Hal senada diungkapkan Ketua Kelompok Pemerhati Kinerja Aparatur Pemerintah dan Parlemen (KPKAPP) Kalsel, Aliansyah, karena diperlukan satuan tugas (satgas) untuk melakukan pengawasan terhadap pendistribusian BBM.
“Distribusi BBM subsidi ini harus diawasi, agar tidak dialihkan kepada kalangan perusahaan,” tegasnya.
Hal ini dikarenakan kenyataan di lapangan, banyak angkutan barang seringkali harus antri panjang untuk mendapatkan BBM subsidi, bahkan dibatasi, mengingat kuota BBM terbatas.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kalsel, H Hasanuddin Murad mengatakan, ada dua poin penting pada RDP tersebut, yakni keberadaan mafia minyak yang akan mempersulit masyarakat mendapatkan BBM.
“Karena yang akan dipermainkan adalah BBM subsidi, yang merupakan jatah masyarakat, sehingga distribusinya tidak tepat sasaran,” ujar politisi Partai Golkar.
Diakui, distribusi BBM dianggap sudah sesuai mekanisme, namun kenyataannya antrian panjang masih terjadi di sejumlah SPBU.
“Satgas ada, namun tidak jalan,” tambah Hasanuddin.
Untuk ini, keberadaan satgas harus kembali diaktifkan untuk mengamankan distribusi BBM dan mengelimir mafia BBM. Jika ada masalah dapat dicarikan solusinya, termasuk keterbatasan operasional satgas.
“Kalau memang terkendala dana, maka DPRD dan Pemprov Kalsel bisa menganggarkan dana untuk operasional satgas BBM,” kata Hasanuddin.
Sedangkan penambahan kuota BBM, menurut Hasanuddin, sulit direalisasikan jika hanya dari DPRD Kalsel, karena penambahan kuota BBM terus diajukan, namun tidak dapat direalisasikan, bahkan Komisi III DPRD Kalsel sudah bolak balik ke BPH Migas.
“Kita sudah bolak balik ke BPH Migas untuk menambah kuota BBM, namun tidak bisa direalisasikan,” jelasnya.
Kendati demikan, Hasanuddin optimis bisa menambah kuota BBM, jika perjuangan tersebut dilakukan bersama anggota DPR RI asal Kalsel, terutama yang membidangi masalah migas.
“Karena BPH Migas merupakan mitra kerja DPR RI, sehingga dengan argumen dan data akurat, tentu akan mudah menambah kuota BBM,” ujar mantan Bupati Barito Kuala.
RDP juga diwarnai aksi walk out dari perwakilan ojek online, yang merasa kecewa dengan jalannya diskusi yang banyak membahas masalah mafia minyak, padahal mereka terdampak dengan kenaikan BBM tersebut. Termasuk ketidakhadiran anggota DPR RI asal Kalsel. (lyn/KPO-1)