Banjarmasin, KP – Rencana pemugaran alias revitalisasi kawasan Wisata Kuliner Mandiri (WKM) oleh Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin melalui pihak ketiga atau investor kian mantap di jalankan.
Bahkan, baru-baru ini Pemko menggelar rapat dengan sejumlah pedagang yang masih bertahan menjual dagangannya di WKM tersebut di kantor Kecamatan Banjarmasin Tengah.
Agendanya membahas rencana program revitalisasi kawasan tersebut. Rapat itu dipimpin oleh Asisten II Bidang Pembangunan dan Ekonomi di Setdako Banjarmasin, Doyo Pudjadi.
Doyo membeberkan bahwa persoalan sudah selesai. Program revitalisasi kawasan tersebut akan segera dilaksanakan.
Para pedagang atau warga yang berada di kawasan tersebut akan difasilitasi. Menurut Doyo, keinginan warga sudah ditampung.
“Kami juga sudah mengkomunikasikannya dengan investor atau pihak ketiga yang nantinya melakukan pembenahan dan pengelolaan kawasan itu,” jelasnya, Jumat (16/9) siang.
Ya, Doyo meyakinkan bahwa keinginan warga alias pedagang untuk tetap bisa berdagang di kawasan itu sesudah kawasan itu direvitalisasi akan diakomodir.
“Namun, tetap akan selektif. Artinya, hanya yang benar-benar warga atau pedagang yang ada di situ. Bukan yang mengaku-ngaku, dan seolah-olah mencari keuntungan saja,” tekannya.
Doyo mengklaim, pihaknya memiliki data. Siapa saja warga atau pedagang yang ada di kawasan tersebut. Yang jumlahnya, kini hanya tersisa belasan saja.
Lantas, kapan penertiban dilakukan? Doyo berharap, penertiban atau pengosongan kawasan bisa dilakukan secepatnya. Bahkan, ia menghendaki hal itu bisa dilakukan pada akhir bulan ini.
“Kami ingin menata kawasan tersebut agar lebih produktif dan bagus. Bukan lagi menjadi tempat yang terkesan kumuh,” ucapnya.
“Kami ingin, kawasan itu punya nilai estetika untuk pariwisata,” tutupnya.
Di sisi lain, kawasan WKM yang kini sudah tak lagi ramai, kemudian terkesan tak terurus. Sebagian kios, bahkan juga tampak dijadikan tempat tinggal warga.
WKM kini, menyisakan kejayaan bertahun-tahun yang lewat. Saat kawasan itu masih ramai dengan ragam kuliner yang dijual. Dan saat kawasan itu ramai dengan pengunjung.
Namun, saat diwawancarai, sejumlah pedagang menyampaikan keterangan yang berbeda dengan apa yang disampaikan Doyo.
Misalnya, Rusmiyati. Ia mengatakan, persoalan revitalisasi pasar itu masih akan dirapatkan. Utamanya, menyangkut nasib para pedagang. Termasuk, kapan kawasan yang menjadi tempatnya berdagang itu akan ditertibkan alias dikosongkan.
“Kami masih belum tahu, kapan rapat lanjutan bakal digelar. Katanya, nanti akan dikabari,” ucapnya perempuan 50 tahun itu, Jumat (16/9) sore.
Rusmiyati adalah salah satu pedagang yang masih bertahan di kawasan itu. Membuka kios di pagi hari, baru tutup pada sore hari. Dagangan laku atau tidak, dia tetap bertahan.
“Dalam sehari, belum tentu ada pendapatan. Kalau pun ada, hanya Rp10 ribu. Terkadang Rp25 ribu per hari,” ungkapnya.
Dari penuturan Rusmiyati pula diketahui, rencananya kawasan WKM dirombak total. Dari empat blok kios yang ada di situ, blok 1 dan blok 4, bakal dijadikan tempat parkir. “Blok 2 dan blok 3, dijadikan semacam tempat menjual makanan dan minuman atau kafe,” ujarnya.
Lantas, apakah dirinya akan bisa kembali berdagang di situ?
Sekali lagi, Rusmiyati mengaku masih belum tahu. Yang sempat ia dengar dalam rapat, para pedagang memang akan diakomodir. Namun, harus mengikuti aturan pihak pengelola.
“Tadi, yang saya dengar seperti disuruh ikut pihak pengelola. Kemudian, kami disuruh menyerahkan fotocopy kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK),” ungkapnya.
“Kami sebenarnya setuju apabila kawasan ini direvitalisasi. Tapi, tolong sediakan tempat agar kami bisa berdagang,” harapnya.
Hal senada juga disampaikan pedagang lainnya, Hafsah. Seperti halnya Rusmiyati, sejak awal pembangunan WKM, perempuan 59 tahun itu juga sudah berdagang di situ sejak awal WKM di buka zaman kepemimpinan Wali Kota Muhidin.
Ditegaskannya, bahwa pemko tak akan bisa melakukan penertiban alias pengosongan kawasan tersebut. Alasannya, karena kontrak peminjaman tempat masih berlangsung hingga tahun 2023.
“Kalau langsung dibongkar, bisa jadi pengurus akan menuntut. Tidak bisa sembarangan main bongkar saja. Kami ini termasuk UMKM,” ujarnya.
Disinggung terkait hasil rapat yang digelar antara pihaknya dengan pemko Jumat (16/9) pagi, Hafsah juga menyatakan bahwa rapat tersebut belum final. Masih ada rapat lanjutan. “Belum tahu kapan. Tapi yang pasti, kami dijanjikan bakal dikabari,” ujarnya.
Seperti halnya pedagang lain, Hafsah juga hanya menginginkan agar mereka diberikan wadah untuk berdagang.
“Silakan bongkar habis, yang penting sediakan tempat agar kami bisa berdagang. Kalau tidak, bagaimana kami bisa membuka usaha?,” tekannya.
Dia juga menjelaskan, secara pribadi, dirinya tidak pernah meninggalkan WKM. Bahkan, ketika WKM sudah sunyi alias tak pernah lagi dikunjungi.
“Boleh percaya atau tidak. Saya pernah mengalami, dagangan saya tidak laku berbulan-bulan. Sampai-sampai dagangan saya kadaluarsa. Tak ada sepeserpun penghasilan,” tuturnya.
“Lalu, saya pernah ikut kerja di kafe menata meja dan lain sebagainya. Gaji Rp600 per bulan, sedangkan saya memiliki anak yang duduk di bangku SMA,” tambahnya.
“Berat bukan? Apalagi saya kini sudah tua. Suami saya sudah meninggal. Kalau tidak ada tempat usaha, bagaimana saya bisa mencari nafkah?,” tekannya.
Beruntung, menurut Hafsah, ketika kawasan Kota Lama bangkit, dirinya juga ketiban rezeki. Setidaknya, jualan tembakau di kiosnya, ada yang membeli.
“Terus terang, saya tidak punya rumah lagi. Sedari dulu saya tinggal di sini. Membuka kios di sini, tidur di sini. Ketika ada pembangunan WKM saya mendapat jatah kios di sini. Laku atau tidak, saya tetap di sini,” tuturnya. “Yang kami harapkan, agar kami diberikan tempat untuk berdagang, itu saja,” tandasnya. (Kin/K-3)