Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Syirik dan Dukun Besertifikat Kian Viral, Dimana Peran Negara?

×

Syirik dan Dukun Besertifikat Kian Viral, Dimana Peran Negara?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja

Buhul-buhul syirik tampaknya sedang santer bertebaran. Pada abad modern saat ini, dunia gaib ternyata masih menjadi idaman. Padahal, mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim, tetapi praktik perdukunan seakan tidak bisa ditinggalkan. Belum lama ini, mencuat kasus ilmu gaib yang mengatasnamakan pengobatan. Namun, proyek itu tiba-tiba luluh lantak setelah berbagai taktik perdukunan dibuka oleh Marcel, sang Pesulap Merah.

Kalimantan Post

Marcel merupakan YouTuber yang berhasil membuka mata masyarakat tentang tipu daya praktik dukun dengan membongkar berbagai triknya. Akibatnya, ada seorang dukun yang memperlihatkan ia memiliki “sertifikat perdukunan” dari Majelis Brajamusti. Ia bermaksud membalas Pesulap Merah atas tindakannya terhadap Gus Samsudin (dukun yang dibongkar oleh Marcel). Dalam laman TikTok-nya, orang tersebut meminta pertolongan pada makhluk gaib untuk mengirim teluh pada si Pesulap Merah. (Suara, 07/08/2022).

Kita mengetahui bersama bahwa kesyirikan saat ini tidak mengenal waktu, baik siang maupun malam, baik dalam kondisi susah maupun senang. Ragam media yang beredar menawarkan segala macam bentuk kesyirikan. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain membentengi diri kita dengan ilmu agama yang benar dan memperjuangkan Islam agar kembali menjadi aturan kehidupan.

Syirik dianggap lumrah dan wajar. Bersedekah ke lautan, mendatangi dukun (orang pintar), membanggakan satu sistem atau hukum yang datangnya bukan dari Allah, ataupun mempercayai spirit doll yang mendatangkan kebaikan bagi pemeliharanya. Setan berhasil menjadikan orang sensitif pada dosa tapi tidak sensitif pada kesyirikan. Padahal dosa bisa diampuni oleh Allah SWT, sementara kesyirikan tidak akan bisa diampuni oleh Allah SWT apalagi kesyirikan itu sampai dibawa mati.

Setan sering kali menampakkan kebaikan dan keindahan suatu perbuatan yang dilakukan seorang hamba padahal perbuatan tersebut dimurkai Allah SWT. Seharusnya kita mewaspadai jebakan setan dalam perkara kesyirikan. Minimnya pemahaman agama membuat kesyirikan mudah diterima.

Ironisnya, meskipun Islam telah datang ke negeri ini selama berabad-abad, tradisi syirik ternyata makin banyak saja. Banyak masyarakat yang masih percaya hal-hal berbau syirik, seperti mendatangi dukun ketika sakit, ingin kaya, ingin dilancarkan urusannya, bahkan ketika ingin menjadi anggota legislatif atau pemimpin rakyat di berbagai tingkatan. Fenomena ini mengisyaratkan kelemahan iman yang tengah melanda penduduk negeri.

Islam menjadi sebatas simbol dan aturannya sebatas ibadah ritual. Banyak yang masih meyakini praktik perdukunan dan takhayul. Lemahnya iman dan masih kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap kemusyrikan ternyata menjadi ajang bagi sekelompok orang untuk mendapatkan materi. Mereka berperan sebagai dukun, orang pintar, bahkan “kiai” (agar tampak islami).

Bukan hanya itu, mereka pun menyampaikan praktik perdukunannya dengan membawa-bawa Islam agar masyarakat percaya. Bahkan, mereka mematok tarif yang tidak sedikit. Semua itu mereka lakukan demi memenuhi pundi-pundi harta. Selain iman yang lemah (atau bahkan tidak beriman pada Allah), mereka sesungguhnya telah terpengaruh paham kapitalistik. Demi mendapat kekayaan, mereka rela melakukan praktik perdukunan dan penipuan.

Baca Juga :  Eksistensi dan Peran Sultan Muhammad Seman

Praktik tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan ada semacam “padepokan” yang mengorganisasi dengan melayani dan menawarkan berbagai macam ilmu gaib dengan berbagai keunggulan. Mereka juga mematok harga di setiap ajian yang ditawarkan. Ketika sudah selesai, mereka akan mengeluarkan “sertifikat” untuk menguatkan kepercayaan konsumen agar mau terus mengeluarkan uang besar demi tujuannya.

Tanpa disadari, makin hari akidah kebanyakan kaum muslim makin melemah. Tentu tidak bisa kita mungkiri, ada pihak yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Saat ini, siar kemusyrikan makin masif dipertontonkan. Para dukun juga aktif bermain media sosial. Hal ini tentu bukan sekadar masalah lemahnya iman individu muslim, melainkan juga akibat lemahnya penjagaan negara atas akidah umat. Negara tampak diam atau tidak serius menyelesaikan masalah kemusyrikan, bahkan ikut terang-terangan memercayai praktik syirik dengan dalih melestarikan budaya nenek moyang, seperti kasus pawang hujan beberapa waktu lalu.

Solusi

Tradisi kepercayaan terhadap hal-hal perdukunan memang telah ada sejak dahulu. Hingga Islam datang, tradisi itu perlahan hilang karena Islam melarang praktik kemusyrikan. Islam mengharamkan tindakan mempersekutukan Allah Taala sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya, orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka; tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun”. (QS Al-Maidah: 72)

Allah SWT sangat membenci praktik syirik, bahkan aktivitas ini merupakan dosa besar bagi pelakunya. Islam mengancam siapa saja yang berlaku demikian, tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Rasulullah SAW pun meminta umat Islam untuk menjauhi dosa tersebut.

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan (al-muubiqaat).” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa yang membinasakan tersebut?” Beliau bersabda, “(1). Syirik kepada Allah; (2). Sihir; (3). Membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali jika lewat jalan yang benar; (4). Memakan riba; (5). Memakan harta anak yatim; (6). Lari dari medan perang; (7) Qadzaf (menuduh wanita mukmin yang baik-baik dengan tuduhan zina).” (HR Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)

Maraknya praktik perdukunan tidak lain karena negara memberi sinyal bahwa hal itu boleh dilakukan. Ini tidak bisa ditampik karena landasan aturannya adalah sekularisme. Berbeda dengan Islam, negara yang berlandaskan Islam akan mengambil kebijakan sesuai syariat Allah. Salah satu fungsi penerapan aturan Islam adalah untuk menjaga akidah umat. Dengan demikian, negara akan mengeluarkan aturan yang melarang praktik syirik dan perdukunan sebab semua itu berlawanan dengan Islam.

Negara akan memberi sanksi bagi siapa pun yang melakukan praktik tersebut, setelah memberikan pembinaan. Keimanan masyarakat akan terus dikuatkan melalui kajian, seminar, ataupun pembinaan yang bersifat kontinu dan berkesinambungan. Segala wasilah yang biasa dipakai untuk promosi para dukun akan diblokir dan dihapus. Dengan begitu, praktik syirik tidak akan menjamur seperti sekarang.

Baca Juga :  BUMI YANG LUKA, DIRI YANG LELAH

Penjagaan akidah bagi individu tetap membutuhkan peran negara yang berdaulat. Oleh karenanya, pemimpin muslim tidak boleh membiarkan kerusakan iman dan kemusyrikan terjadi berlarut-larut. Hanya saja, sistem Islam satu-satunya yang mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas.

Pelaku kesyirikan memiliki seribu satu alasan untuk membenarkan perbuatan syiriknya meski telah diperingatkan oleh Allah lewat kalam-Nya. Jika masyarakat sudah dikepung oleh kesyirikan dan telah terbiasa berinteraksi dengan kesyirikan, mereka pun memakluminya padahal kesyirikan ialah puncak kemungkaran. Membiarkannya, justru menjadi malapetaka di tengah umat Islam.

Salah satunya ialah keluarga atau keturunan mereka akan melakukan kesyirikan yang sama karena kemungkaran yang enggan diingkari. Kesyirikan sama halnya dengan melakukan perbuatan nifaq i’tiqadi. Beberapa hal yang tampak dari perbuatan tersebut, Pertama, membenci syariat Allah Swt. Kedua, mendustakan sebagian atau seluruh isi Al-Qur’an. Jika isi Al-Qur’an sesuai keinginan atau seleranya akan diterima, sebaliknya jika dibenci atau tidak sesuai seleranya maka ditolak.

Ketiga, membenci Rasulullah SAW, seperti mengatakan Rasul tukang kawin dan tidak perlu disanjung-sanjung. Keempat, membenci sunah Rasul baik sebagian atau seluruhnya. Seperti halnya yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Ia mengganti sistem Khilafah dengan Republik, mengganti azan yang berbahasa arab dengan bahasa Turki, menghilangkan penggunaan jilbab bagi para muslimah, dll.

Mustafa Kemal menghancurkan khilafah dan memenggal kepala para muazin yang mengumandangkan azan menggunakan bahasa arab. Luar biasa kesyirikan dan perbuatan nifaq i’tiqadi yang dilakukan Mustafa hingga matinya su’ul khatimah. Ia meninggal dalam keadaan buruk yakni berpaling dari Allah SWT. Saat ini ketiadaan Khilafah menjadikan kesyirikan merajalela. Karena sistem demokrasi kapitalistik merupakan induk dari kemaksiatan dan kesyirikan.

Masyarakat pun hidup dalam atmosfer maksiat dan syirik. Spirit doll menjadi tren yang dianggap membawa kebaikan. Apalagi menurut pengakuan mereka yang menjajakan spirit doll, hal itu akan melapangkan rezeki, menghilangkan kesulitan hidup dll. Janganlah terkelabui dengan spirit doll yang menyebabkan akidah kita dol (tidak kuat). Sungguh pelaku kesyirikan akan menjumpai kematian yang su’ul khatimah.

Jika ia mati dalam keadaan tidak bertobat maka hal itu akan menjadi tanggungan yang berat di akhirat. Para ahlul ilmi mengatakan yang menyebabkan seseorang su’ul khatimah ialah karena melakukan kesyirikan dan nifaq i’tiqadi. Firman Allah SWT, “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan-sesembahan lain).” (QS Yusuf: 106)

Iklan
Iklan