Alasan dari penyidik memiliki pertimbangannya dalam mengambil langkah apakah melakukan penahanan atau tidak kepada seorang tersangka
BANJARMASIN, KP – Padahal sudah berstatus tersangka sejak Tahun 2021.
Dua terlapor kasus dugaan penipuan terkait bangunan condominium-hotel (condotel) The Grand Banua di Kabupaten Banjar belum juga ditahan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Kalsel.
Hal ini menjadi perhatian dari pihak pelapor yakni pemilik unit Kondotel The Grand Banua yang tergabung dalam Perkumpulan Pemilik Condotel dan Penghuni Rumah Susun (PPCPRS) The Grand Banua.
Kuasa hukum pelapor, Angga D Saputra mengatakan, berharap penyidik bisa segera melakukan penahanan kepada kedua tersangka berinisial HS dan EGS.
“Tentu harapan kami sebagai penasihat hukum PPCPRS agar tersangka dilakukan penahanan.
Karena apa?, perbuatan yang diduga dilakukan para tersangka ini menyebabkan kerugian yang sangat besar,” ujar Angga, Selasa (20/9).
Menurut Angga, dari kalkulasi mereka, para pemilik unit condotel yang jumlahnya hampir mencapai 200 orang jika ditotal mengalami kerugian lebih dari Rp 100 miliar.
Pihak terlapor kata dia juga khawatir jika semakin lama tak dilakukan penahanan, para tersangka bakal menghilangkan barang bukti khususnya sertifikat induk Condotel The Grand Banua yang semestinya dipecah menjadi sertifikat per unit condotel dan diserahkan kepada para pemilik unit.
“Kenapa jika kasus dugaan penipuan lain dengan nilai yang lebih kecil saja bisa ditahan, sedangkan perkara ini tersangkanya masih bebas di luar sana,” kata Angga.
Terpisah, Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol M Rifa’i mengatakan, tentu penyidik memiliki pertimbangannya dalam mengambil langkah apakah melakukan penahanan atau tidak kepada seorang tersangka.
Dipaparkan Kabid Humas, penahanan dilakukan jika tersangka tidak kooperatif dalam penyidikan, berupaya melarikan diri dan berupaya menghilangkan barang bukti.
“Ya ukurannya kan tiga hal itu. Kita menahan orang dengan alasan yang tiga itu, kalau tidak menahan ya ada alasannya juga,” tambahnya.
Kasus ini diketahui berawal dari laporan pemilik unit Condotel The Grand Banua yang melaporkan HS dan EGS ke Polda Kalsel karena diduga melakukan penipuan terkait hak sertifikat kepemilikan unit Kondotel pada Tahun 2019.
Pelapor menyebut, HS dan EGS yang saat itu merupakan Direksi PT BAS tak kunjung menyerahkan sertifikat unit condotel meski para pemilik sudah membayar lunas unit yang dibeli dengan harga bergam mulai Rp 550 juta hingga Rp 1,2 miliar.
Mereka juga merasa dirugikan ketika di Tahun 2017 mengetahui bahwa PT BAS justru mengalihkan sertifikat induk condotel kepada pihak perbankan.
Terkait hal ini, kuasa hukum HS dan EGS, yakni Zainal Abidin SH dan rekan, sebelumnya mengatakan, kasus hukum dugaan pidana yang menyeret kliennya sebenarnya sangat berkaitan dengan kasus hukum perdata bernomor 18/Pdt.G/2021/PN Mtp yang sempat bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Martapura dan kini masih bergulir di tingkat kasasi.
Kasus perdata ini diketahui menyangkut persoalan sengketa pembayaran hutang kredit, pengalihan hak piutang dan juga penguasaan agunan yang tak lain adalah sertifikat induk condotel The Grand Banua.
Dalam perkara perdata itu, salah satu pemilik unit condotel The Grand Banua yakni Akhmad Fahliani melalui kuasa hukumnya, Angga D Saputra menggugat tiga pihak sekaligus.
Tergugat pertama yakni PT BAS, tergugat kedua Bank CIMB Niaga dan tergugat ketiga, Cristbaby Kusmanto selaku pemegang cessie piutang PT BAS.
Pada putusan PN Martapura kata Zainal ditetapkan bahwa pihak tergugat ketiga yakni Crist lah yang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dan bukan PT BAS termasuk juga kliennya.
PT BAS kata Zainal sebenarnya bersedia untuk memecah sertifikat condotel The Grand Banua menjadi sertifikat per-unit kondotel seperti keinginan para pemilik unit. (K-2)
(K-2)