Oleh : Raudatul Jannah, SM
Pegiat Pena Banua
Miris melihat realita kasus stunting di negeri ini tak kunjung selesai. Selain menghadapi bonus demografi, Indonesia masih harus menghadapi angka stunting di angka 24,4 persen. Bahkan hampir tujuh juta anak dan 180 ribu diantaranya terancam meninggal akibat kasus stunting ini.
Dalam rangka memperkuat penanganan kasus stunting akhirnya BKKBN menggandeng mitra swasta dan asing untuk turut berpartisipasi. Kerja sama ini dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh BKKBN bersama Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, PT Bank Central Asia Tbk, serta Amerika Serikat melalui USAID. (Antara News, 23/09/2022).
Pemerintah dalam upaya penanganan stunting sudah menargetkan pengurangan prevalensi stunting secara nasional di angka 14 persen pada 2024 mendatang. Penyebab stunting di Indonesia sangatlah kompleks. Menurut pemerintah, hal ini tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah saja, tetapi membutuhkan kerjasama lintas sektor/ konvergensi dari seluruh elemen bangsa, termasuk kerja sama dengan swasta & asing untuk mencapai target tersebut. Namun benarkah dengan menggandeng swasta dan asing masalah stunting akan terselesaikan?
Sudah menjadi watak negara dalam kapitalisme bahwa setiap urusan rakyat tidak lepas dari kerja sama dengan para kapitalis. Pemerintah menganggap tidak akan mampu bekerja sendiri tanpa dukungan kapitalis untuk menjalankan setiap kebijakan yang tentunya butuh biaya besar.
Menjalankan berbagai program penanganan stunting agar jangkauannya lebih luas perlu dana yang tidak sedikit. Pemerintah menggandeng swasta dan asing karena menganggap mereka punya sumber daya yang lebih besar. Sedangkan kelemahan pemerintah dari segi anggaran. Sehingga membuka diri dalam menggaet swasta dan asing akhirnya dipilih.
Namun adakah makan siang gratis dalam setiap kerja sama dengan para kapitalis? Tentu jawabannya jelas tidak ada. Rakyat patut waspada segala bentuk kerja sama dengan asing. Ini karena ada potensi untuk menjadi pintu masuknya berbagai program asing guna mengeksploitasi potensi generasi, membawa budaya dan nilai-nilai liberal yang bertentangan, serta mengarahkan pembangunan SDM sesuai kepentingan asing.
Bahkan dalam program ini pemerintah menggandeng asing semisal USAID yang merupakan lembaga pembangunan internasional AS bertujuan untuk mendukung kebijakan-kebijakan luar negeri AS di negeri-negeri sasarannya. Tentunya lewat kerjasama ini AS sudah memiliki target untuk menjaga kepentingannya di Indonesia.
Semua ini semakin menegaskan bahwa pemerintah berlepas tangan dalam menyejahterakan rakyat dan menyerahkan pengurusan rakyat pada swasta dan asing. Memerangi stunting dengan menggandeng asing sejatinya bukanlah solusi bagi negeri.
Islam adalah satu-satunya harapan untuk memberantas stunting. Islam mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, termasuk anak-anak. Islam mengharuskan Khalifah sebagai kepala negara bertanggung jawab melayani kebutuhan rakyat, termasuk dalam mencegah adanya stunting.
Khalifah akan memperhatikan kualitas generasi karena generasilah yang akan membangun peradaban masa yang akan datang. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, negara akan mengatur kepemilikan negara dan mewajibkan pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, negara akan memiliki sumber pendapatan yang besar, sehingga rakyat individu per individu terpenuhi kebutuhan hidupnya dan terhindar dari kemiskinan. Dengan dukungan sistem kesehatan dan sistem lainnya, negara Islam mampu memberantas stunting dengan tuntas.
Kehadiran pemerintah dan negara adalah wajib mengurusi pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu publik. Setiap kebutuhan individu masyarakat akan terpenuhi secara makruf. Demikian pula, negara tidak boleh melakukan kerja sama dengan asing untuk mengatasi stunting karena berpotensi masuk ke dalam perangkap kepentingan mereka.