Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Mewujudkan Masyarakat Bebas KDRT, Mungkinkah?

×

Mewujudkan Masyarakat Bebas KDRT, Mungkinkah?

Sebarkan artikel ini

Oleh : WAfiqoh Syarifah
Pemerhati Perempuan

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah suatu hal yang baru, maraknya perilaku KDRT dan banyaknya korban yang berjatuhan, dalam hal ini perempuan semakin mendapatkan simpati dari masyarakat, terlebih kasus terbaru yang menimpa penyanyi dangdut LK yang dilakukan oleh suaminya RB.

Baca Koran

Apa yang menimpa LK ini hanyalah segelintir dari kasus KDRT yang sudah marak terjadi sebelumnya, setidaknya ada 156 kasus yang terjadi di kota Yogyakarta di tahun 2022, 24 diantaranya lanjut kemeja hijau (http/jogjatribunnews.com/2022/10/02). Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang. (http://Polri.go.id/berita -polri/2265)

Hal ini menimbulkan banyak kekhawatiran pemerintah khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), atas maraknya kasus KDRT, sehingga masyarakat dihimbau agar berani melaporkan atau berbicara (speak up) khususnya korban KDRT, baik perempuan ataupun anak atas kekerasan yang dialami. Bahkan pelaporan bisa dilakukan melalui saluran siaga (hotline) dengan nomor 129.

Bahkan reaksi yang disampaikan Komisi Penyiaran Indonesis (KPI) yang meminta kepada semua lembaga penyiaran untuk tidak menjadikan pelaku KDRT sebagai pengisi acara atau penampil dalam semua program siaran, baik di televisi dan radio. Sebab menurut Nuning Rodiyah, selaku Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan dalam keterangan persnya, Jumat (30/9/22), dia mengatakan bahwa seharusnya public figure menjadi contoh baik bagi masyarakat bukan melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Karena segala bentuk kekerasan, terutama KDRT, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Namun apakah hanya dengan speak up dan sanksi dari KPI ini permasalahan KDRT akan bisa berkurang atau malah berhenti, sementara banyak faktor yang memunculkan tindakan ini malah tidak ditelisik?

Pemicu KDRT

Munculnya perilaku KDRT ini disebabkan beberapa hal, diantaranya faktor kemiskinan (faktor ekonomi) dan perselingkuhan (faktor sosial/pergaulan). Faktor kemiskinan biasanya dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi keluarga yang lemah. Dimana penghasilan suami tidak mencukupi pemenuhan kebutuhan anak dan istri. Tak jarang ketika suami pulang bekerja dengan hasil yang sedikit, si istri menuntut lebih dan memperlakukan suami dengan kasar, akhirnya muncul keributan berujung KDRT.

Baca Juga :  Menjaga Stabilitas Nasional

Jika melihat faktor ini, sebenarnya masing-masing pihak berkontribusi sebagai pemicu tindakan KDRT. Harusnya suami istri mampu menjalankan perannya dengan baik. Jika pun ada kekurangan harusnya istri bisa bersikap lebih baik dengan menghargai apa yang sudah dihasilkan dari jerih payah suaminya, bukan menuntut dan memicu emosi suami atas perlakuannya.

Faktor perselingkuhan biasanya dilatarbelakangi oleh perilaku suami/istri yang berhubungan dengan pasangan tidak sehat atau yang dikenal dengan sebutan orang ketiga, baik sebagai pelakor atau pebinor. Didalam realita saat ini bahkan perselingkuhan ini sudah menjadi trend d ikalangan masyarakat karena massifnya jumlah perselingkuhan. Bukan hal yang aneh mengingat masifnya arus budaya luar yang juga menjajakan kehidupan pegaulan bebas, media juga turut berkontribusi memasarkan budaya ini lewat tayangannya, kontennya dan lain sebagainya.

Ditambah lagi jargon hak asasi manusia (HAM), dimana setiap orang bebas menentukan hidupnya, menggunakan alat reproduksinya yang tertuang dalam program KRR (kesehatan reproduksi remaja) dengan siapapun dan kapan pun, remaja yang tadinya penasaran dengan penggunaan alat-alat kespro (KB) termasuk bagaimana seks yang aman yang disarankan menggunakan kondom sebagai alat pengaman akhirnya malah semakin menyuburkan perilaku bebas ini, termasuk didalamnya perselingkuhan baik antara sesama yang belum menikah maupun antara yang sudah menikah dengan yang belum menikah.

Inilah bukti Negara saat ini gagal dalam mencegah perilaku KDRT. Kenapa karena sistem hidup sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) dan kapitalis (materi sebagai orientasi hidup) berhasil menjauhkan perilaku manusia jauh dari tuntunan agama. Baik dalam hal berekonomi dan bergaul termasuk tuntunan agama dalam keluarga. Negara gagal memberikan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat sehingga berimbas masalah ekonomi dalam keluarga sementara Negara memfasilitasi tempat ataupun sarana atau media yang bahkan mempertontonkan budaya gaul bebas, pacaran sehingga menjadi konsumsi masyarakat yang imbasnya malah ditiru.

Baca Juga :  Pentingnya Menentukan Metode Pembelajaran Yang Tepat Dalam Pembelajaran Matematika

Jauhkan KDRT

Islam memiliki aturan yang paripurna berkaitan dengan bagaimana mencegah perilaku KDRT terjadi. Dalam pengaturan ekonomi, Islam memberikan pengaturan bagaimana mekanisme kewajiban penafkahan berada pada pundak suami, sehingga Negara harus menjamin bagaimana peran ini bisa dilaksanakan dan bagaimana upah yang harus didapatkan bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.

Maka Negara akan membuka lapangan kerja dan jikapun pihak suami memiliki cacat yang membuatnya tidak bisa bekerja, maka penafkahan ditanggung oleh pihak keluarga suami yang mampu, dan bahkan Negara akan menanggungnya jika teryata tidak ada satupun juga keluarga dari pihak suami yang mampu menanggungnya. Dengan mekanisme seperti ini, maka pemenuhan ekonomi di keluarga akan tetap dipenuhi dengan baik.

Dalam sistem sosial (pergaulan), Islam memiliki pengaturan bagaimana interaksi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan boleh berinteraksi dalam ranah public selama memang ada hajat mereka untuk bertemu, seperti perdagangan, jual beli, pendidikan, industri dan lainnya. Sementara mereka dilarang berkumpul dalam momen selain itu seperti kumpul-kumpul, pesta, jalan bersama, clubbing dll, karena hal ini menyebabkan campur baur dan terjadinya banyak perselingkuhan.

Dalam Islam, hubungan laki-laki dan perempuan yang dibenarkan hanyalah dalam ikatan pernikahan, sehingga jika terjadi di luar pernikahan maka yang akan terjadi adalah pergaulan bebas dan dampaknya, seperti hamil diluar nikah dan aborsi. Maka dengan penjagaan seperti ini, Islam akan mampu mencegah timbulnya pemicu KDRT tersebut. Jadi sangat mungkin mewujudkan masyarakat bebas KDRT selama sistem hidup yang dipakai berlandaskan Islam. Wallahu’alam bisshawab.

(Penulis Pemerhati Sosial,Tinggal di Amuntai-Kab.HSU)

Iklan
Iklan