Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat mengingatkan anggota dan pengurus PWI untuk mentaati peraturan perundang-undangan, khususnya terkait bidang pers, aturan organisasi, kode etik jurnalis dan kode prilaku wartawan.
BANJARMASIN, KP – Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengingatkan kepada seluruh anggota dan pengurus PWI mentaati peraturan perundang-undangan, khususnya terkait di bidang pers, serta aturan organisasi, kode etik profesi (KEJ) dan kode perilaku wartawan (KPW). Tidak ada yang terkecuali.
“Mari kita bersama-sama mengelola organisasi secara profesional, menjunjung PD PRT, dan mematuhi KEJ dan KPW dengan sebaik-baiknya,” kata Sekretaris DK PWI Pusat, Sasongko Tedjo pada saidang Konferensi Kerja Nasional PWI, di Malang, Senin (21/11).
Untuk itu, harus meletakan semua hal di atas landasan regulasi dan etika profesi, bukan atas dasar kekuasaan.
Sasongko mewakili Ketua DK-PWI Pusat Ilham Bintang yang berhalangan hadir dan Sasongko tampil berbicara kesempatan pertama sebelum Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari.
DK PWI Pusat menilai dalam masa priode kepengurusan 2018-2023 masih ada sejumlah pelanggaran PD PRT, Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan yang dilakukan pengurus organisasi sendiri secara terang benderang dalam mengurus orgsnisasi.
“Di tingkat daerah maupun pusat, salah satu contoh mengukuhkan ASN menjadi anggota dan pengurus PWI,” tambahnya.
Begitu juga upaya pelanggaran pembatasan masa jabatan pengurus melebihi dua kali dalam posisi sama. DK PWI telah memberi sanksi terhadap pelanggaran tersebut.
“Pelangaran-pelanggaran tersebut perlu segera dicegah demi menjaga harkat, marwah, dan tertib organisasi yang menimbulkan citra buruk di masyarakat dan merusak tertib organisasi,” kata Sasongko.
Sasongko Tedjo juga melaporkan kegiatan DK PWI Pusat yang telah melaksanakan rapat koordinasi Dewan Kehormatan (DK) dengan Dewan Kehormatan Provinsi (DKP PWI) se Indonesia pada 17 November 2022.
Rapat daring itu diikuti 29 peserta dari seluruh Indonesia dan telah menghasilkan rumusan dan rekomendasi bagi organisasi PWI sesuai fungsi dan peran yang diamanatkan oleh PD PRT PWI, Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan, hasil Keputusan Kongres PWI XXIV di Solo pada 2018 yaitu, “Penguatan Peran dan Fungsi DK dan DKP Diperlukan demi Menjaga Harkat dan Martabat Wartawan dan Organisasi PWI”.
Sejauh ini DK PWI Pusat telah secara konsisten mengawal dan menjaga aturan-aturan organisasi, dan telah menindaklanjuti setiap pengaduan atas pelanggaran PD PRT, KEJ dan KPW yang merupakan satu kesatuan. “DK bahkan telah menjatuhkan sanksi peringatan keras dan skorsing pada beberapa pengurus di tingkat pusat,” ujarnya.
Namun pada saat yang sama, juga prihatin karena masih banyak DKP yang belum difungsikan pengurus sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu dilakukan penguatan peran secara aktif dalam kegiatan organisasi sesuai fungsinya.
Menurut Sasongko, DK PWI Pusat mencatat kelemahan pemahaman PD PRT, KEJ dan KPW sangat menonjol dalam priode ini. Bahkan banyak pengurus di tingkat pusat maupun daerah yang tidak membaca secara lengkap aturan organisasi, mengakibatkan terjadinya penafsiran sendiri beberapa aturan yang sebenarnya telah baku.
Untuk mengatasi hal tersebut, program sosialisasi aturan organisasi memang perlu lebih ditingkatkan dengan melibatkan DK dan DKP.
“Penguatan peran dan fungsi DK dan DKP se Indonesia sangat penting dan mendesak sebagai bagian kekuatan kontrol dan penyeimbang. Sebab, hanya lembaga DK yang diberi wewenang mengawasi dan mengontrol ketaatan anggota dan pengurus organisasi serta menjatuhkan sanksi yang mengikat (PRT Pasal 22 ayat 1 dan KPW Pasal 26),” tegasnya.
Seperti diatur secara khusus dalam aturan KPW, DK tidak hanya berwenang melakukan pengawasan terhadap wartawan anggota PWI dalam menjalankan tugas profesi melainkan juga dalam menjalankan roda organisasi. Ini belum dipahami sebagian anggota.
Sekretaris DK PWI Pusat juga mengingatkan Pengurus Harian PWI dan DK atau DKP adalah satu kesatuan Pengurus PWI Pusat yang dipilih dalam Kongres dan konferensi dengan tugas dan fungsi masing masing, sehingga harus saling menghormati dalam menjalankan tugas bersama dengan menjalin komunikasi yang baik berdasarkan prinsip keakraban fungsional.
“Posisi DK dan DKP mengawal kepengurusan PWI di Pusat dan Provinsi agar sukses dan berjalan baik tanpa ada pelanggaran terhadap PD PRT, KEJ dan KPW,” tegasnya.
Lebih lanjut, DK dan DKP menyadari sebagai lembaga yang diberikan kewenangan tunggal dan mutlak dalam memutuskan dan memberikan sanksi atas terjadinya pelanggaran haruslah dapat menjalankan fungsinya secara baik dan konsisten semata hanya demi kepentingan organisasi.
“Secara universal kemerdekaan pers adalah syarat utama demokrasi,” jelas Sasongko.
Namun, syarat utama mewujudkan kemerdekaan pers sangat bergantung pada tingkat ketaatan wartawan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang pers, peraturan organisasi,kode etik profesi wartawan, dan kode perilaku wartawan. Tanpa itu semua, wartawan gagal memahami esensi demokrasi.
Pengalaman dan perjalanan selama empat tahun ini memberikan diskursus dan pembelajaran penting bagi organisasi bahwa dalam kenyataannya peran dan fungsi DK dan DKP bisa sekaligus menjalankan fungsi penyeimbang atau check and balance karena pelanggaran yang terjadi bisa dilakukan dan bahkan pengurus sendiri dalam menjalankan organisasi.
Tanpa kewenangan itu, pelanggaran-pelanggaran organisasi oleh pengurus tidak bisa ditangani. Sesuai PD PRT, pengurus PWI memang dapat mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam kongres atau konferensi. Namun DK dan DKP, sesuai PD PRT dan KPW yang sama berkewajiban dan memiliki hak untuk menjalankan tugas dan fungsinya setiap saat. Adapun keputusan DK dan DKP tergantung pada jenis pelanggarannya. Hal ini perlu dipahami bersama dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak. (nau/K-7)