Banjarmasin, KP – Janji Pemko Banjarmasin untuk selalu memperhatikan masyarakatnya, terutama penyandang disabilitas kian terpenuhi. Bahkan Banjarmasin menjadi yang pertama di Indonesia menuju status kota inklusi.
Hal ini diwujudkan dengan Perda Nomor 3 tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, sebagai pengganti Perda Nomor 9 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
“Artinya, Kota Banjarmasin ramah terhadap semua kalangan, terutama penyandang disabilitas,” kata H Ibnu Sina kepada wartawan, kemarin, di Banjarmasin.
Bahkan, Ibnu Sina telah mengintruksikan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemko Banjarmasin agar bisa menjadikan Kota Seribu Sungai ini terdepan, terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, seperti memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas.
“Seperti Job-Fair lalu, pameran usaha kerja yang diberikan perusahaan-perusahaan juga memberikan kesempatan atau slot kepada penyandang disabilitas agar dapat diterima bekerja sesuai dengan kemampuan pastinya,” ungkapnya.
Menurut Ibnu Sina, istilah penyandang cacat mempunyai arti yang bernuansa negatif, dan memiliki dampak sangat luas bagi penyandang cacat itu sendiri. “Sebutan penyandang cacat mempunyai makna berkonotasi negatif dan tidak sejalan dengan prinsip utama hak asasi manusia,” tambahnya.
Selain itu, juga bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa, yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Bahkan, sebelum terbitnya peraturan–peraturan yang berpihak pada penyandang disabilitas, subtansi kebijakan publik kerap memposisikan penyandang cacat sebagai objek dan tidak menjadi prioritas.
“Atas dasar pemikiran tersebut, maka istilah penyandang cacat kemudian diganti menjadi penyandang disabilitas,” ungkap Ibnu Sina.
Ditambahkan, istilah penyandang disabilitas mempunyai arti yang lebih luas dan mengandung nilai-nilai inklusif yang sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi hukum di Indonesia, dan sejalan dengan subtansi konvensi hak orang penyandang disabilitas.
Lebih lanjut dikatakannya, keberadaan Perda ini merupakan wujud keseriusan Pemko Banjarmasin dalam melaksanakan amanat undang-undang.
Namun harus diakui, perhatian dan pelayanan terhadap hak-hak penyandang disabilitas masih sangat rendah.
“Realitas aplikasi program kegiatan penerapannya pun masih sangat kecil.
Bahkan diantara negara-negara ASEAN, Indonesia dinilai tergolong negara yang kurang responsif dalam pelayanan disabilitas,” jelasnya.
Kondisi ini diperparah dengan kebijakan yang dahulu pernah dikeluarkan jajaran birokrasi, dan diketahui masih sangat jauh dari nilai kesadaran untuk ramah disabilitas.
“Padahal jika berbicara soal akses publik dan berbagai layanan lainnya secara langsung menjadi tanggung jawab dari birokrasi,” katanya.
Untuk mengatasi hal ini, maka Pemko melalui Bagian Hukum Sekdako Banjarmasin gencar melakukan sosialisasi Perda Nomor 3 tahun 2022 kepada masyarakat agar perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas lebih diperhatikan, seperti yang dilakukan pada Rabu (23/11) lalu di Hotel Aquarius. (lyn/K-7)