“Secara fisik Itik Alabio tidak ada lagi di Alabio, yang merupakan daerah asal jenis ternak unggas tersebut,” tambah wakil rakyat asal HSU tersebut.
BANJARMASIN KP – Keberadaan genetika itik Alabio perlu dikembalikan, agar jenis itik khas Kalsel ini tidak punah, terutama di habitat aslinya di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).
“Genetik asli itik Alabio harus dikembalikan agar tidak punah,” kata anggota DPRD Kalsel, H Nor Fajri kepada wartawan, Sabtu (12/11), di Banjarmasin.
Fajri mengungkapkan, hal ini perlu dilakukan, mengingat keberadaan bebek asli Kalsel ini boleh dibilang punah, karena secara fisik sudah tidak ada lagi.
“Secara fisik Itik Alabio tidak ada lagi di Alabio, yang merupakan daerah asal jenis ternak unggas tersebut,” tambah wakil rakyat asal HSU tersebut.
Namun, nuktah merupakan gen (genetik) Itik Alabio itu masih ada pada Pusat Pembibitan Ternak di Kabupaten Tanah Laut (Tala).
“Jadi nuktah Itik Alabio tersebut bagaimana cara membiakan/mengembangbiakan agar jenis ternak unggas itu tidak hilang dari daerah habitatnya,” ujar Fajri.
Ia menuturkan , keunggulan Itik Alabio tersebut selain bisa bertelur lebih banyak dan stiktur serat dagingnya lebih halus bila dibandingkan dengan bebek biasa.
“Sedangkan ciri kekhasan Itik Alabio antara lain paruh dan kakinya warna kuning keemasan,” tambah laki-laki yang pernah sebagai karyawan Bank BRI itu saat berada di Bandara Internasional Soekarno Hatta ketika mau pulang ke Banjarmasin.
Sebelumnya Fahrani dari Komisi yang membidangi pertanian secara umum berpendapat, HSU atau Alabio potensial untuk pengembangan peternakan unggas seperti itik.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel II/Kabupaten Banjar tersebut secara khusus menyoroti Itik Alabio yang kini tidak ada lagi di daerah asalnya.
“Di HSU atau Alabio sampai sekarang masih terdapat usaha pengembangan peternakan unggas atau itik, tapi bukan Itik Alabio,” ungkapnya.
Diungkapkan, itik-itik yang ada di HSU atau Alabio tersebut kini jenis Peking, Bangkok dan hasil perkawinan dari itik lain (bukan Itik Alabio).
Wilayah HSU tersebut sebagian besar atau lebih kurang 60 persen merupakan kawasan rawa monoton yang bukan saja untuk usaha perikanan air tawar, melainkan peternakan unggas dan kerbau rawa. (lyn/K-1)