Sulitnya menekan angka stunting di Kalsel ini sebagai dampak pernikahan dini masih cukup tinggi dengan reproduksi belum sempurna, sehingga melahirkan generasi stunting.
BANJARMASIN, KP – Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, HM Lutfi Saifuddin mengungkapkan pernikahan usia dini menyebabkan masih tingginya angka stunting di wilayah Kalsel.
“Karena perempuan yang menikah di bawah umur, pasti akan melahirkan anak stunting, mengingat alat reproduksinya belum siap,” tambah Lutfi Saifuddin, kepada wartawan, kemarin, di Banjarmasin.
Lutfi Saifuddin menambahkan, perempuan yang melahirkan anak pada usia di bawah 20 tahun, umumnya melahirkan anak di bawah berat normal, sehingga masuk kategori stunting.
“Inilah yang menjadi alasan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan persyaratan usia nikah minimal 20 tahun,” jelas politisi Partai Gerindra.
Ditambahkan, alat reproduksi perempuan yang belum siap tidak hanya menyebabkan melahirkan anak stunting, namun juga berpotensi menyebabkan angka kematian pada ibu dan bayi.
“Perempuan usia dini inipun belum memiliki wawasan dan pengetahuan yang memadai, terutama untuk memberikan asupan makanan yang bergizi bagi anaknya, yang kemudian akan menjadi anak stunting,” tambah Lutfi Saifuddin.
Belum lagi masalah ekonomi dan potensi terjadinya kemiskinan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mengingat mereka yang belum cukup dewasa untuk mengontrol emosi, keterampilan kerja dan lainnya.
“Artinya, mereka belum cukup dewasa untuk mengatasi persoalan kehidupan ke depan,” jelas wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel I, yakni Kota Banjarmasin.
Untuk itu, pencegahan pernikahan usia dini harus dilakukan secara massif dan terus menerus, walaupun secara agama tidak dilarang, namun perlu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkannya.
“Apalagi Kalsel kini menempati urutan pertama tingginya angka pernikahan dini di Indonesia, mengingat Jawa Barat berhasil menekan pernikahan usia dini,” tegas Lutfi Saifuddin.
Tingginya angka pernikahan dini jelas sangat mengganggu upaya Kalsel untuk menurunkan angka stunting, kematian ibu dan bayi hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Karena mereka yang menikah usia dini, bisa dipastikan putus sekolah, sehingga tingkat pendidikannya rendah,” ujarnya.
Lutfi Saifuddin mengharapkan agar jajaran Kementerian Agama bisa menghimbau penghulu, tokoh agama dan lainnya bisa mencegah praktek nikah siri, karena biasanya dilakukan mereka yang tidak cukup untuk menikah secara resmi.
“Pernikahan usia dini ini umumnya dilakukan secara siri, sehingga praktek ini harus dicegah, atau paling tidak selektif melihat usia pasangan yang hendak menikah,” kata Lutfi Saifuddin.
Jika praktek nikah siri bisa dicegah bagi mereka yang belum cukup umur, paling tidak kerja berat untuk menekan angka stunting di Kalsel bisa berkurang, karena hanya perlu meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang gizi. “Jadi jangan heran, kalau banyak anak stunting di Kalsel, karena pertumbuhannya tidak sempurna,” jelasnya. (lyn/K-7)