Banjarmasin, KP – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Kalsel kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai mengandung banyak kontroversial.
“Kita menuntut agar UU KUHP bermasalah ini dicabut,” kata Koordinator Wilayah BEM se Kalsel, Muhammad Yogi Ilmawan pada aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kalsel, Rabu (14/12), di Banjarmasin.
BEM se Kalsel ini mencatat sedikitnya ada 60 pasal bermasalah dalam KUHP terbaru, diantaranya Pasal 218 mengenai penghinaan presiden. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara.
Kemudian, Pasal 256, ancaman pidana bagi penyelenggara unjuk rasa tanpa pemberitahuan, dengan hukuman enam bulan penjara.
Aksi unjuk rasa ini sempat memanas dengan aksi mendorong penjagaan dari kepolisian, karena dua wakil rakyat yang menemui pengunjuk rasa menolak menandatangani kesepakatan dan meninggalkan lokasi demonstrasi di Jalan Lambung Mangkurat.
Mereka merasa tidak puas dengan penjelasan yang disampaikan Ketua Komisi I DPRD Kalsel, Hj Rachmah Norlias dan H Karlie Hanafi Kalianda, terkait disahkannya UU KUHP oleh DPR RI.
“Kami tidak tahu, isinya juga singkat. Kami hanya berdua, tidak mewakili lembaga. Kalau pribadi tidak enak dan kalau lembaga tidak cukup,” kata Karlie Hanafi menjelaskan alasan penolakannya.
Karlie Hanafi mengatakan, tuntutan penolakan KUHP yang dilakukan BEM se Kalsel ini cukup wajar, dan siap meneruskannya, karena ini merupakan kewenangan pusat, bukan ranah DPRD Kalsel.
“Wajar mereka tidak puas untuk penegakan hukum dan keadilan, karena banyak pasal yang kontroversi, bahkan ambigu,” ujar politisi Partai Golkar.
Kendati demikian, Karlie Hanafi mengakui, tidak semua KUHP ini ditolak keseluruhan, namun ada juga yang bagus, sehingga diperlukan kajian lebih lanjut, baik mahasiswa, LSM maupun masyarakat Kalsel.
“Yang pasti, kita siap meneruskan aspirasi mahasiswa ini ke DPR RI,” tegas Karlie Hanafi. (lyn/KPO-1)