Oleh : Zhafira Ayu
Pemerhati Perempuan
Kasus Kekerasan seksual di perguruan tinggi sebenarnya banyak dan fenomenanya seperti gunung es. Sasaran individu dan tempat bukan hanya fokus di limgkungan kampus, tetapi juga bisa terjadi di luar kampus dan pelecehan wanita terhadap laki-laki ada juga marak terjadi. Keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) kemudian bak menjadi pelangi di setelah hujan menjadi angin segar yang katanya solusi untuk mengatasi hal tersebut. Permendiknud diharapkan mampu menjadi solusi, salah satunya terkait kekerasan seksual di kampus. Untuk menyambung dan menyambut hal itu, maka di Kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM) kemudian dibentuk Satgas khusus untuk mencegah itu terjadi.
Amanat Permendikbud ini yang kemudian menjadi dasar berdirinya Satgas Merdeka Bekisah di ULM diharapkan mampu mengantisipasi dan mengurangi kekerasan seksual di dunia kampus. Apabila suka sama suka dan tidak ada kekerasan seksual bagaimana? Diancam karena video bagaimana? Masalahnya apakah memang satgas ini bisa mencegah hal tersebut, kekerasa seksual bisa diminimalisir dengan adanya satgas, sementara hal utama dan fundamentalnya tidak sama sekali menjadi perhatian.
Sesungguhnya satgas punya hak undang-undang berupa sanksi admistratif saja. Dan nantinya akan mengarahkan korban yang telah melapor dan memulihkan dari traumatik untuk konsultasi ke psikolog. Lantas bagaimana solusi bagi korban yang tidak berani bicara? Apakah satgas mampu menyelesaikan masalah ini? Mengapa tidak ada bahasa preventif dalam proses yang terjadi! Kenapa tidak fokus memperbaiki pemahaman masyarakat kampus terkait pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang terlalu bebas menjadi sebab pemicu. Bagaimana hukum berdua-duanya yang menjadi penyebab terjadinya “pelecehan”. Pernahkan hal itu menjadi perhatian, rasanya ragu.
Jika bertanya dan menelisik apakah Permendikbud ini kalau efektif? Maka jawabanya adalah sangat tidak efektif. Hal itu karena yang pertama, bahwa kan menyuburkan pergaulan bebas dengan kedok mencegah kekerasan seksual, kemudian yang kedua adalah status perguruan tinggi negeri yang besar tidak di biayai oleh negara lagi, sehingga didorong menjadi perguruan tinggi berbadan hukum, tapi pembiayaannya tidak ditanggung oleh Negara atau negara berlepas tangan.
Di kampus ULM sendiri, pembelajaran terkait PPKS telah masuk kebagian agenda yang direncanakan oleh rektorat dengan dimasukkan ke dalam simari Universitas untuk dipelajari oleh seluruh mahasiswa baru 2022. Dalam aplikasi ini diharapkan mahasiswa untuk mempelajari materi dan modul yang telah disiapkan. Masalahnya apakah mahasiswa akan paham? Sementara edukasi terkait cara berpakaian dan pergaulan tidak tersentuh sama sekali, menjadi bagian yang disoroti kampus, yang tanpa disadari justru menjadi pemicu terjadinya pelecehan.
Materi yang diturunkan dari Permendikbud ramai-ramai dan secara massif disampaikan, sementara mengendalikan kehidupan mahasiswa yang semakin bebas dan liberan tidak menjadi prioritas, lantas apakah modul itu akan bermanfaat nantinya. Sungguh sangat jauh panggang dari pada api. Jika diibaratkan hal ini seperti Permen yang berposisi sebagai obat pencegah, namun sebagaimana obat ketika itu diberikan seharusnya kekerasan itu hilang atau mereda bukannya sekarang malah menambah permasalahan yang telah ada.
Lantas jika bertanya kepada siapa penyelesaian masalah kekerasan seksual ini. Apakah peraturan yang juga lahir dari manusia yang sangat lemah dan sarat akan kepentingan! Tentu saja tidak. Pada Islamlah satu-satunya tempat berharap. Islam yang merupakan agama yang diturunkan oleh sang khalik memiliki solusi untuk mengatasi kekerasan yang terjadi.
Islam memiliki sistem yang pernah diterapkan baik secara global untuk membangun sebuah keluarga ideal dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sebagaimana diterangkan dalam surah Al Baqarah ayat 2 ini adalah kitab yang tidak ada keraguan didalamnya dan jadi petunjuk bagi orang yang bertakwa. Apalagi yang menegaskannya adalah Allah.
Permasalahan kehidupan maka Allah menegaskan inilah petunjuknya Rasulullah juga bersabda, “Aku telah tinggalkan kepada kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh kepadanya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunah nabi-Nya”. (HR. Malik dalam al-Muwatha‘).
Rasulullah juga memertegas bahwa Al Qur’an dan As sunah menjadi petunjuk sikap seorang penguasa muslim terhadap agama. Dari hal itu kita belajar bahwa bagimana para pemimpin, sesungguhnya nasehat dan kritik dari rakyat adalah hal yang wajar. Bahkan nasehat merupakan perkara yang agung bagi siapapun. Khalifah Umar bin Khaththab bahkan tidak berani menghentikan pembicaraan Khaulah atau beranjak meninggalkannya, karena Beliau paham bahwa perkataan Khaulah sesungguhnya perkataan dari Rabb-nya. Bagaimana sikap umar ketika diberi nasihat karena ada ketundukan dalam menanggapi penyelesaikan masalah kekerasan ini?
Sejak 14 abad yang lalu Islam telah datang dan sudah sempurna memberikan kebaikan kepada manusia. Permasalahan ini juga dirasakan dalam semua lini dari masyarakat sampai keluarga. Bahkan saat ini orang yang sangat berbahaya adalah anggota keluarga itu sendiri jadi kepada siapa lagi mencari tempat yang aman? Maka hanya Islam yang pantas menjadi solusi tapi Islam sering mendapat tuduhan. Undang-undang yang diajarkan pun adalah sudut pandang barat. Bahkan mereka menggambarkan Islam bengis, memaksa, menindas dan diskriminasi yang dituduhkan oleh Barat pada posisi dan kedudukan perempuan sebagai hamba Allah.
Dalam firman Allah SWT, “…niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Mujadalah : 11).
“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al Ahzab : 35)
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”. (QS. Al Hujurat : 13)
Dari beberapa potongan ayat di atas maka jelas bahwa dalam Islam, Kedudukan perempuan merupakan kehormatan yang wajib dilindungi dan dijaga. Perempuan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, kecuali Islam mengkhususkannya untuk perempuan atau laki-laki berdasarkan dalil-dalil Syara’. Perempuan memiliki hak berdagang, melakukan aktivitas pertanian, perindustrian dan melakukan berbagai macam transaksi/mu’amalat Lainnya.
Perempuan dibolehkan memiliki setiap jenis pemilikan dan mengembangkan kekayaannya, baik sendiri maupun bekerja sama dengan orang lain; serta berhak menjalankan segala urusan kehidupan. Seorang laki-laki maupun perempuan tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat membahayakan akhlak atau mengundang kerusakan di tengah-tengah masyarakat kehidupan suami istri adalah kehidupan yang menghasilkan ketenangan. Pergaulan suami istri adalah pergaulan yang penuh persahabatan. Kepemimpinan suami terhadap istri adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab, bukan kepemimpinan seperti seorang penguasa.
Seorang istri diwajibkan taat, dan seorang suami diwajibkan memberi nafkah yang layak, menurut standar kebiasaan, mu’asyarah bil ma’ruf? Lantas bagaiman jika terjadi kejahatan perempuan dan anak? Kejahatan/jarimah adalah segala perbuatan yang melanggar aturan (Alloh SWT) baik yang berhubungan dengan Allah SWT, diri sendiri maupun manusia yang lain.
Pemberlakuan sanksi pidana Islam atau Hudûd yang berarti sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan (kadarnya) oleh syariat dan menjadi hak Allah, dikhususkan bagi sanksi kejahatan yang didalamnya terdapat hak Allah (diantaranya kejahatan perkosaan)
Jinâyât adalah penganiayaan atau penyerangan atas badan yang mewajibkan adanya qishâsh (balasan setimpal) atau diyât (denda). Penganiayaan di sini mencakup penganiayaan terhadap jiwa dan anggota tubuh (diantaranya pembunuhan, penyiksaan).
Ta’zir, atau sanksi yang yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafârat : ((1) Pelanggaran terhadap kehormatan; (2) Pelanggaran terhadap kemuliaan; (3) Perbuatan yang merusak akal; (4) Pelanggaran terhadap harta; (5) Gangguan keamanan; (6) Subversi; (7) Pelanggaran yang berhubungan dengan agama).
Kemudian Mukhalafat adalah sanksi atas pelanggaran administratif atau teknis. (contoh : pelanggaran lalu lintas)? Tidak seperti hukum sekarang ingin melindungan korban tapi seperti melindungi pelakunya ambigu.
Dari penjelasan di atas, lalu kenapa harus mencari lagi hukum baru? Tapi malah semakin banyak kekerasan jadi tidak efektif baik di masyarakat dan di kampus kasusnya sama maupun pelakunya intelektual atau tidak. Melihatnya cuma perfakta tidak melihat secara menyeluruh padahal ada akibat maka ada sebab harus melihat keseluruhan potensi korban dan pelakunya. Jika kembali mengkritis terkait prilaku seksual yang masuk kategori kejahatana atau kekerasan. Lantar pertanyaan yang menggelitik juga adalah bagaimana menghukumi mereka yang melakukan hal itu suka sama suka? Bagaimana dengan perilaku seksual tanpa menikah? Dan juga Bagaimana dengan perilaku seksual sejenis? Apakah Permendikbud ini mengayomi hal itu atau justru semakin menumbuhsuburkan.