Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
Opini

Potret Suram Elit Politik

×

Potret Suram Elit Politik

Sebarkan artikel ini
Iklan

Oleh : Ade Hermawan
Dosen STIA Bina Banua Banjarmasin

Elite politik adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang demokratis. Mereka menduduki jabatan politik tinggi yang membuat dan menjalankan kebijakan politik. Elite politiknya seperti presiden, anggota DPR, gubernur, bupati, walikota, ketua DPRD, anggota DPRD dan pimpinan partai politik.

Iklan

Elite politik yang memiliki kemampuan dan kelebihan untuk memanfaatkan kekuasaan, mereka memegang semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan sehingga dengan mudah memanfaatkannya untuk tujuan tujuan yang baik, misalnya kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendidikan, perluasaan kesempatan kerja, peningkatan derajat kesehatan rakyat dan lain-lain, tetapi, kekuasaanya itu bisa digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak baik, seperti memperkaya diri sendiri, memperkuat posisi oligarki, memasukkan klan dan keluarganya dalam pemerintahan, menggalang kekuatan untuk memberangus oposisi dan lain-lain.

Disamping itu juga terdapat elite yang tidak berkuasa, mereka menjadi lapis kedua dalam strata kekuasaan elite, lapisan elite ini akan menjadi pengganti elite diatasnya jika sewaktu-waktu elite pemegang kekuasaan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan pemerintahaan, elite ini juga menjadi elite tandingan apabila elite yang berkuasa tidak mampu menjalankan tugas mengendalikan kekuasaan.

Potret elite politik di Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Ada elite politik dengan latar belakang pengusaha, seperti sosok Bambang Soesatyo (Ketua MPR), Surya Paloh ( Ketua partai Nasdem), Airlangga Sutarto (ketua partai Golkar), Hary Tanusudibyo (ketua Perindo). Ada elite politik dengan latar belakang pensiunan TNI, seperti Susilo Bambang Yudoyono, Agus Harimukti Yudoyono (ketua partai Demokrat), Prabowo Subiyanto (ketua partai Gerindra). Dan adapula yang berlatar belakang keluarga, Seperti Megawati Sukarnoputri (ketua PDI-P), serta adapula elite politik dengan latar belakang organisasi keagamaan, seperti Muhaimin Iskandar (ketua PKB), Zulkifli Hasan (ketua PAN). Demikian pula Di Kalimantan Selatan, elite politiknya memiliki latar belakang yang beragam. Seperti Syahbirinnoor (Gubernur dan Ketua DPD Golkar Kalsel) mempunyai latar belakang mantan pejabat pemda dan pengusaha. Zairullah Azhar (bupati Tanah Bumbu dan ketua PKB Kalsel) adalah mantan pejabat Pemerintah Provinsi. Muhidin (Wagub
dan Ketua PAN Kalsel) mempunyai latar belakang pengusaha. Abidin alm (mantan ketua Partai Gerindra Kalsel) berlatar belakang pengusaha, Ibnu Sina (Walikota Banjarmasin dan Ketua Partai Demokrat Kalsel) adalah politisi tulen. Aditya Mufti Ariffin (Walikota Banjarbaru dan ketua PPP Kalsel) berlatar belakang pengusaha. Dan H Mansyur (Ketua Partai Nasdem Kalsel) memiliki latar belakang pengusaha.

Baca Juga :  Menteri yang Profesional

Dari potret latar belakang para elite politik sebagaimana yang telah di kemukakan di atas, jelas bahwa mereka adalah bukan orang sembarangan, mereka adalah orang berpangkat, berpendidikan tinggi, dan mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih artinya mereka rata-rata adalah orang pintar, terhormat dan berduit (kaya), tetapi nyatanya mengapa para oknum elite politik yang notabene orang terhormat, pintar dan kaya tersebut masih melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.

Potret oknum elite politik yang terjerat masalah hukum seperti terlibat masalah korupsi, kolusi dan nepotisme dapat penulis gambarkan dalam uraian berikut ini. Elite partai politik yang terjerat masalah hukum ketika menjabat sebagai menteri adalah Juliari Batubara (mantan menteri Sosial) terbukti menerima suap dalam pengadaan paket bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek 2020. Edhy Prabowo (mantan menteri Kelautan dan Perikanan) terbukti menerima suap terkait pengurusan izin budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster. Imam Nahrawi (mantan Menpora) terbukti melakukan tindak korupsi dalam kasus suap terkait pengurusan proposal dana hibah KONI. Andi Mallarangeng (mantan Menpora) terjerat kasus korupsi terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, Sekolah Olah Raga Nasional Hambalang. Suryadharma Ali (mantan Menteri Agama) terjerat kasus penyalahgunaan jabatan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Idrus Marham (mantan Menteri Sosial) terbukti menerima suap dari pengusaha sekaligus pemegang saham Blackdold Natural Resources Limited. Bachtiar Chamsyah (mantan Menteri Sosial) terbukti melakukan korupsi dengan menyetujui penunjukkan langsung pengadaan mesin jahit, sapi impor dan kain sarung. Akil Mochtar (mantan Ketua MK) terbukti terlibat dalam kasus sengketa pilkada.

Sumber KPK menyebutkan hingga Januari 2022 ada sekitar 600 politisi yang meliputi anggota legislatif hingga kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Dari politisi ada Anas Urbaningrum mantan Ketua umum Partai Demokrat yang terjerat kasus penerimaan gratifikasi proyek Hambalang. Luthfi Hasan Ishaaq mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera yang terjerat kasus penerimaan suap dan pencucian uang terkait kuota impor daging sapi. Zulkarnaen Djabar politisi Partai Golkar terbukti korupsi proyek pengadaan Al Qur’an. Juga M Nazaruddin dan Angelina Sondakh politisi partai demokrat terjerat kasus suap wisma atlet. Sutan Bhatoegana politisi partai Demokrat yang terjerat kasus suap di SKK Migas. Abdul Hadi Djamal politisi partai Amanat Nasional terbukti menerima suap proyek dermaga Tanjung Siapi-api. Wa Ode Nurhayati politisi partai Amanat Nasional terbukti menerima suap di kabupaten Bener aceh Besar dan Pidie Jaya. Dari Di partai Golkar elit partai yang terlibat masalah hukum adalah Setya Novanto yang terlibat kasus proyek pengadaan SIM. Di PPP ada nama Romahurmuzi yang terlibat suap dalam pemilihan pejabat di kemenag provinsi Jawa Timur. Dan banyak lagi kasus-kaus lainya yang tersebar di seluruh penjuru tanah air yang menyeret para politisi.

Baca Juga :  Jalan Terjal Suksesi Presiden

Di kalangan kepala Daerah ada beberapa nama kepala daerah yang terseret kasus korupsi, mereka adalah H Sjachril Darham mantan Gubernur Kalimantan Selatan yang terseret kasus penyelewengan pos anggaran daerah. Freddy Harry Sualang mantan Wagub Sulawesi Utara yang terseret asus korupsi dana talangan utang PT PPSU. Ratu Atut Chsiyah mantan Gubernur Banten terbukti menyuap Akil Mochtar dalam sengketa Pilkada Lebak. Rusli Zaenal mantan Gubernur Riau dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. Di kalimantan Selatan ada Abdul Latif mantan Bupati Hulu Sungai Tengah yang terlibat kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab HST, Abdul Wahid mantan Bupati Hulu Sungai Utara terlibat kasus suap dan gratifikasi terkait proyek di kabulaten Hulu Sungau Utara. Mardani Maming mantan Bupati Tanah Bumbu yang terseret kasus suap penerimaan hadiah atau janji terkait penerbitan izin tambang di kabupaten Tanah Bumbu. Serta banyak lagi kasus kepala daerah di penjuru tanah air yang terseret kasus korupsi.

Lalu, mengapa para oknum elite politik tersebut melakukan perbuatan melanggar hukum? Politik transaksional merupakan politik timbal balik, dimana setelah calon eksekutif dan legislatif di tingkat pusat maupun daerah memenangkan pemilu atau pilkada, maka mereka membalas jasa kepada para oligarki pemberi dana dengan cara mengeluarkan kebijakan , reguasi, dan perizinan yang menguntungkan oligarki.

Elite politik gagal menjalankan peran dan fungsinya dalam pendidikan politik antikorupsi. Partai besar yang memenangi pemilu, yang duduk di parlemen maupun yang menjadi kepala daerah, banyak yang menjadi tersangka korupsi. Elite politik tidak transparan, akuntabiitas, dan partisipatif. Publik bisa melihat bahwa pelaporan dana kampanye elite politik sangat tidak terbuka dan nihil pertanggungjawaban. Elite politik tidak terbuka kepada publik, dapat uang darimana, berapa jumlahnya, dan untuk apa saja. Agenda membenahi elite politik wajib dilakukan untuk pencegahan korupsi.

Baca Juga :  MENGANALISA KINERJA LEGISLATIF

Demikianlah potret elite politik di negara ini. Dari gambaran tersebut, dimaklumi bahwa potret elite politik saat ini masih suram atau belum menggembirakan, karena banyak sekali masalah-masalah yang ada dalam pada elite politik sehingga mereka tidak bisa maksimal dalam menjalankan fungsinya sebagai legislator atau pejabat pemerintah. Harapannya ke depan, semua berharap agar elite politik dalam mencapai tujuannya menggunakan cara-cara yang sesuai ketentuan hukum dan nilai-nilai agama atau tidak menggunakan cara-cara kotor dan semuanya mempunyai sifat sidiq, amanah, tablig dan fatanah sehingga terhindar dari masalah pelanggaran hukum. Semoga.

Iklan
Space Iklan
Iklan
Iklan
Ucapan