Oleh : Edy Rahmadi
Statistisi, BPS Kota Banjarmasin
Sebagaimana yang diperkirakan, adanya kebijakan kenaikan harga BBM, selain berdampak pada peningkatan inflasi, juga berpotensi terhadap peningkatan angka kemiskinan. Walaupun pemerintah telah berupaya mengatasi dampak kenaikan harga BBM melalui berbagai program bantuan dan kebijakan pengendalian inflasi, namun kenaikan angka kemiskinan tidak dapat dihindari. Kondisi tersebut dapat menjadi bahan evaluasi untuk akselerasi program pengentasan kemiskinan di 2023 dan target nol persen kemiskinan ekstrem di 2024.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) pada senin (16/01/23) merilis jumlah penduduk miskin di Kalsel yang mengalami peningkatan. Tercatat, pada September 2022 mencapai 201,95 ribu orang, bertambah 6,25 ribu orang terhadap Maret 2022 dan bertambah 6,19 ribu orang terhadap September 2021. Berdasarkan persentase, jumlahnya mencapai 4,61 persen, meningkat 0,12 persen poin terhadap Maret 2022 dan 0,05 persen poin terhadap September 2021.
Bila dilihat berdasarkan tempat tinggal, kenaikan kemiskinan ternyata hanya terjadi di perkotaan, sedangkan di perdesaan mengalami penurunan. Pada wilayah perkotaan, kenaikannya mencapai 0,39 persen poin terhadap Maret 2022 dan 0,22 persen poin terhadap September 2021, sedangkan di perdesaan, pada periode yang sama mengalami penurunan masing masing sebesar -0,14 dan -0,11 persen poin. Hal ini setidaknya menunjukkan secara umum ketahanan ekonomi penduduk di perdesaan pada periode tersebut relatif lebih baik dibandingkan di perkotaan.
Kenaikan kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya inflasi. Inflasi meningkat seiring adanya kenaikan harga berbagai kebutuhan bahan pokok dan energi. Gejolaknya sudah terlihat sejak awal 2022 hingga puncaknya pada September 2022 yang dipicu oleh kenaikan harga BBM. Walaupun pemerintah telah berupaya meredam dampaknya di masyarakat melalui bantuan langsung tunai dan subsidi upah, namun kenaikan inflasi tidak dapat dihindarai. Tercatat, pada September 2022, inflasi bulanan di Kalsel mencapai 1,42 persen, tertinggi dibanding bulan-bulan sebelumnya. Adapun inflasi tahun kalender 5,56 persen.
Tingginya inflasi berpengaruh terhadap penentuan garis kemiskinan. Hingga saat ini komponen inflasi secara linier masuk dalam formula penghitungan garis kemiskinan. Artinya, bila inflasi meningkat, maka garis kemiskinan juga meningkat. Untuk diketahui, garis kemiskinan per rumah tangga merupakan gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya agar tidak dikatagorikan miskin.
Apabila garis kemiskinan meningkat, dengan asumsi daya beli atau pendapatan tidak berubah, maka akan lebih banyak penduduk yang terjaring di bawah garis kemiskinan sehingga berakibat bertambahnya jumlah penduduk miskin. Pada September 2022 garis kemiskinan di Kalsel rata-rata mencapai Rp581.229 per kapita per bulan, baik pada wilayah perkotaan maupun perdesaan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,09 persen di bandingkan Maret 2022 dan 10,28 persen pada September 2021.
Indikator lain yang menyebabkan perubahan terhadap kemiskinan adalah tingkat pengangguran terbuka. Pada Agustus 2022, tingkat pengangguran terbuka di Kalsel mencapai 4,74 persen, meningkat sebesar 0,54 persen poin dibandingkan dengan Februari 2022. Adanya penduduk yang menganggur berdampak menurunnya pendapatan sehingga berpotensi masuk dalam kelompok miskin. Bila dilihat berdasarkan tempat tinggal, peningkatan pengangguran di perkotaan pada periode tersebut relatif tinggi mencapai 1,62 persen poin, sedangkan di perdesaan justru mengalami penurunan yaitu sebesar -0,43 persen poin. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab menurunya angka kemiskinan di perdesaan sebagaimana disebutkan di atas.
Walaupun persentase dan jumlah penduduk miskin pada September 2022 meningkat, namun Kalsel masih menjadi provinsi dengan persentase penduduk miskin terendah di Pulau Kalimantan dan urutan kedua terendah di Indonesia setelah Bali. Hal ini tentunya tetap menjadi catatan prestasi pemerintah baik pusat maupun daerah dan juga para pihak yang patut di apresiasi atas upaya yang telah dilakukan untuk meredam dampak kenaikan harga BBM sekaligus pengendalian inflasi dan angka kemiskinan.
Dimensi lain dari angka kemiskinan yang menarik untuk dicermati terkait dengan indeks kedalaman dan juga indeks keparahan kemiskinan. Pada September 2022, indeks kedalaman kemiskinan mengalami sedikit penurunan 0,006 persen poin dibandingkan Maret 2022 yang mencapai 0,634. Hal ini menunjukkan, di tengah gejolak ekonomi, rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan relatif mengecil. Kedepannya, tetap diharapkan program penanggulangan kemiskinan akan dapat lebih meningkatkan lagi pemerataan pada golongan ekonomi lemah sehingga dapat mempersempit jurang kemiskinan.
Adapun indeks keparahan kemiskinan yang menggambarkan tingkat penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin pada periode yang sama mengalami peningkatan, dari 0,133 di Maret 2022 menjadi 0,146 di September 2022. Hal ini tentunya dapat menjadi perhatian agar kedepan, program bantuan untuk meringankan beban hidup dan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin bisa lebih ditingkatkan.
Selama ini, permasalahan utama program pengentasan kemiskinan termasuk untuk kemiskinan ekstrem terkait dengan efektifitas pelaksanaan program di lapangan utamanya akurasi data penerima dan integrasi pelaksanaan kegiatan antar kementerian/lembaga beserta monitoring dan evaluasinya. Oleh karenanya, pemutakhiran basis data penerima program melalui tim yang dibentuk ditingkat desa/kelurahan mutlak dilakukan. Selain itu, integrasi program melalui sistem monitoring dan evaluasi secara berkala harus ditingkatan untuk menjamin ketepatan dan efektifitas sasaran program.
Hal yang lebih penting, komitmen pempinan daerah yang kuat beserta dukungan seluruh perangkatnya dan juga pihak lain termasuk masyarakat sangat diperlukan untuk suksesnya pelaksanaan program percepatan pengentasan kemiskinan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di 2023 ini. Semoga ikhtiar mulia yang dilakukan bersama, kesejahteran masyarakat Kalsel semakin meningkat dan merata sehingga jumlah penduduk miskin akan semakin berkurang dan target nol persen kemiskinan ekstrem di 2024 dapat tercapai.