Oleh : Ahmad Barjie B
Penulis buku “Mengenang Ulama dan Tokoh Banjar”
Di bulan Rajab 1444 H, hampir setiap peringatan Isra dan Miraj Nabi Besar Muhammad SAW dilaksanakan masyarakat, khususnya di Kalimantan Selatan, dirangkaikan dengan haulan Guru Sekumpul ke-18. Hal ini karena Guru Sekumpul juga wafat pada bulan Rajab. Sudah umum diketahui, Tuan Guru H Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul) wafat pada 5 Rajab 1426 H/10 Agustus 2005 dalam usia 63 tahun, sejak kelahiran beliau 27 Muharram 1361 H/11 Februari 1942.
Haul dalam tradisi muslim Banjar dan Nusantara berarti 1000, yaitu peringatan seribu hari sesudah meninggalnya seseorang, dihitung dari penanggalan tahun hijriyah. Di momentum ini biasanya dibacakan surah Yasin, Tahlil dan Doa Haul. Kalau digabung untuk beberapa orang dibacakan Doa Haul Jamak. Jika yang meninggal orang biasa, kita dianjurkan menyebut kebaikan-kebaikan orang tersebut, dan dilarang menyebut keburukannya. Sesuai hadits riwayat Imam Abi Daud: Uzkuru mahasina mautakum wakuffu ‘an masawihim. Ungkapan senada dalam tradisi Jawa, mikul dhuwur mendhem jero. Hal ini karena orang biasa (awam), seringkali kebaikan dan keburukannya seimbang atau bercampur aduk, atau keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya. Kebanyakan sikap manusia, lebih suka melihat, mengingat dan menyebut keburukan atau aib orang lain daripada kebaikannya. Padahal sikap Nabi Muhammad saw, terhadap siapa pun beliau selalu melihat dan mencari sisi baiknya.
Namun ketika memperingati haul para ulama, awliya, syuhada, pejuang, pahlawan, dan orang-orang shalih lainnya, selain mendoakan mereka, juga sebaiknya membaca manakib atau biografinya, menyebut jasa atau kebaikannya bagi agama dan masyarakat. Dan yang sangat penting mempelajari dan menaati pesan-pesan atau wasiat-wasiat (kaul) yang pernah disampaikannya selagi hidup, atau disampaikan melalui buku-buku, tulisan, kaset-kaset ceramah, rekaman dan segala macam meskipun orangnya sudah meninggal, yang sekarang ini mudah diakses dan kaji ulang melalui media online. Dengan begitu, diperoleh pencerahan pesan-pesan agama untuk dihayati dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Guru Sekumpul, sepanjang yang diketahui, banyak sekali pesan dan wasiat beliau yang perlu digarisbawahi, untuk kehidupan sekarang dan masa datang. Bahkan tentang penyakit yang disebabkan oleh virus dan sejenisnya, yang tidak saja mematikan pasien awam dan pekerja kesehatan seperti Covid tempo hari, juga pernah beliau singgung dalam ceramahnya. Hal itu tentu bukan karena ramalan, melainkan karena banyaknya referensi keagamaan yang beliau ketahui.
Di antara pesan dan nasihat keagamaan dalam buku Manakib Guru Sekumpul yang disusun Tuan Guru Irsyad Zein (Abu Daudi), adalah menghormati ulama, murah diri, murah hati, manis muka, memaafkan segala kesalahan orang lain, jangan tamak terhadap harta dan makan harta riba, jangan menyakiti orang lain, jangan merasa baik daripada orang lain, baik sangka terhadap muslim, banyak sabar apabila terkena musibah, banyak bersyukur atas nikmat, orang yang iri dengki dan adu asah jangan dilayani, serahkan segala sesuatu kepada Allah (tawakkal). Beberapa perilaku hidup tercela menurut Guru Sekumpul adalah banyak dusta, banyak tidur, memanggil ayah dan ibu dengan nama asli, makan sesudah jimak tapi belum mandi, suka shalat di akhir waktu, bersegera keluar dari masjid/mushalla, suka membiarkan segala barang/wadah dalam keadaan kotor dan sebagainya.
Beberapa nasihat Guru Sekumpul ini sangat penting dan selalu relevan untuk kita hayati dan amalkan. Kepada ulama misalnya, kita hendaknya menghormati. Penghormatan kepada ulama bukan sekadar ditandai sikap verbal misalnya mencium tangan, berziarah dan menghadiri haul, tetapi yang lebih penting adalah menaati pesan-pesan agama yang diajarkannya, terlepas kita suka, sependapat atau tidak dengan pesan tersebut, asalkan bersumber dari Alquran, hadits dan ijtihad ulama yang terjamin kebenarannya.
Dalam Al Qur’an surah An-Nisa ayat 59, orang-orang beriman disuruh taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. Menurut mufassir Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghi, dimaksud Ulil Amri dalam ayat ini adalah ulama, kemudian umara (pemerintah), sepanjang isi peraturan dan perintahnya sejalan dengan syariat. Ulama ibarat obor di dunia, siapa yang dekat dan taat dengannya berarti beroleh penerangan cahayanya, begitu juga sebaliknya.
Sekarang, di antara masyarakat sudah ada yang berani untuk tidak taat, bahkan melecehkan dan merendahkan ulama yang berbeda haluan politik dengannya. Sikap ini tentu akan berakibat buruk, sebab ulama adalah pewaris Nabi. Pilar tegaknya dunia ini salah satunya adalah ulama. Kalau kita menolak pesan ulama, berarti kita sudah merusak atau merobohkan satu pilar dunia, artinya kehidupan dunia bisa goyang dan sesat karenanya. Sama seperti kalau tidak shalat, juga telah merobohkan agama, sebab tiang utama agama adalah shalat .
Murah diri, murah hati, manis muka, lapang dada dan selalu memaafkan kesalahan orang, adalah sifat yang sangat penting dan mulia. Tidak banyak orang bisa bersikap demikian. Orang yang pemurah/dermawan, suka menolong, lebih disenangi Allah dan manusia serta dekat dengan surga, meskipun tidak alim dalam ilmu agama. Sebaliknya orang yang engkin, pamalar, kikir, bakhil, egois, dibenci Allah dan manusia, meskipun alim dalam ilmu agama dan rajin beribadah. Di antara orang yang dijamin masuk surga adalah yang selalu bersyukur dan bersabar, di dalam hatinya tidak ada dendam, kesal dan kecewa, kepada sesama manusia maupun kepada Allah.
Merasa diri lebih baik daripada orang lain juga salah satu penyakit hati, yang dapat menghambat seseorang untuk sampai kepada maqam yang mulia. Suatu hari ada seorang murid yang ilmunya sudah tinggi datang kepada gurunya seorang ulama besar, minta izin untuk mengajarkan ilmu kepada masyarakat luas. Berulang kali si murid yang selalu menambah ilmu dan keahliannya di bidang agama datang, dengan menyebut keahliannya di bidang ini dan itu, yang melebihi atau tidak banyak dimiliki orang lain. Namun setiap kali pula belum diizinkan oleh sang guru untuk mengajar.
Akhirnya sang murid menyerah, dengan mengatakan bahwa ia tidak merasa lebih baik daripada orang lain, baik di segi ilmu, keahlian, ibadah, akhlak, status sosial dan maqamnya. Di saat itu barulah sang guru mempersilakan si murid mengajar, karena ia sudah berada pada maqam orang mulia. Mungkin itu sebabnya di antara ulama kita ada yang menyebut dirinya al-faqir, sebagai cermin kerendahan hati. Orang yang rendah hati (tawadlu) akan dimuliakan Allah, dan sebaliknya orang yang tinggi hati (sombong) akan direndahkan Allah, kalau tidak di dunia pasti di akhirat. Jadi, kealiman tidak selalu terletak pada keluasan dan kedalaman ilmu, tetapi juga pada ketinggian akhlak, keteladanan dan pengamalan. Guru Sekumpul dekat kepada Allah dan Rasul dengan ibadahnya, luas dan dalam ilmu untuk dakwahnya, konsisten dalam pengamalannya, murah hati dan dermawan kepada semua manusia. Wallahu A’lam.