Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Urgensi Perda Pembentukan Dana Cadangan Penyelenggaraan Pilkada 2024

×

Urgensi Perda Pembentukan Dana Cadangan Penyelenggaraan Pilkada 2024

Sebarkan artikel ini

Oleh : Andik SH, MH
Kasubbag Produk Hukum Kabupaten/Kota Wilayah II, Biro Hukum Sekdaprov Kalsel

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUDNRI 1945, menyebutkan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”, amanat konstitusi tersebut dilaksanakan melalui penyelenggaraan Pilkada. Berbeda dengan calon Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) dan DPR, DPD, DPRD provinsi serta kabupaten/kota dipilih melalui Pemilu. Penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 bukan barang baru dalam kontestasi demokrasi lokal, kita sudah berpengalaman melaksanakan Pilkada serentak pada 2015, 2017, 2018 dan 2020. Keberhasilan penyelenggaraan Pilkada serentak tersebut akan mudah dalam pelaksanaanya, jika Pilpres, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota 2024 berhasil dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perudangan-undangan. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan tingkat kerumitan teknis pelaksanaanya akan menjadi barometer keberhasilan penyelenggaraan kontestasi Pilkad
a serentak 2024.

Baca Koran

Dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2024, setiap daerah dibebankan penyediaan anggaran kegiatan Pilkada masing-masing. Sebagai konsekuesi penyediaan anggaran tersebut tentu membutuhkan pendanaan yang besar dibebankan pada APBD berdasarkan ketentuan Pasal 166 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) menyebutkan bahwa, “Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada APBD, dan dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan ketentuan UU Pilkada tersebut, maka pemerintah harus mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Pilkada dalam APBD masing-masing daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 menyebutkan, bahwa “Dalam hal pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran, Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan”. Ketentuan tersebut memberikan pedoman bagi pemerintah daerah dengan persetujuan bersama DPRD provinsi, kabupaten dan kota membentukan dana cadangan kegiatan
Pilkada.

Pembentukan dana cadangan merupakan delegated regulation (perintah langsung) ketentuan Pasal 303 ayat (2) UU Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa “Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda” dan ketentuan Pasal 80 ayat (5) PP Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa “Pembentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Perda tentang pembentukan Dana Cadangan. Sehingga dalam perumusan konsiderans menimbang Raperda Provinsi/Kabupaten/Kota tentang pembentukan dana cadangan kegiatan Pilkada harus mempedomani ketentuan angka 27 Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011, bahwa perumusan konsiderans menimbang cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukan Perda tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukannya.

Baca Juga :  Dakwah dengan Perbaikan

Ketentuan UU Pemerintahan Daerah tidak memuat substantif pengaturan secara detail pembentukan Perda tentang pembentukan dana cadangan kegiatan Pilkada serentak 2024. Oleh karena itu, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 303 ayat (2) UU Pemerintahan Daerah diperlukan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk instrumen hukum yang lebih rendah daripada peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, yakni perda. Pembentukan dana cadangan merupakan pelimpahan kewenangan atributif dikuti delegatif. Kewenangan atributif merupakan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh UUD atau UU kepada suatu lembaga negara atau pemerintahan. Adapun delegasi merupakan pelimpahan yang secara eksplisif dinyatakan dengan jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan, baik mengenai adresat yang dituju untuk membentuknya maupun bentuk perangkat hukumnya sekaligus materi muatan yang akan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk tersebut.

Pembentuk UU Pemerintahan Daerah tidak mengatur secara detail terkait dengan pendanaan dana cadangan dengan pertimbangan substantif peraturan Perundang-undangan, terutama UU tidak memuat pengaturan secara detail melainkan hanya memuat secara garis besar, mengingat lingkup berlakunya secara nasional. Hal ini berdasarkan pertimbangan, pertama, agar UU mempunyai masa berlaku lama karena substansi pengaturannya mudah menyesuaikan dengan perubahan keadaan dan perkembangkan kebutuhan hukum masyarakat. Kedua, pengertian hal yang bersifat teknis, cukup dibuat dalam peraturan pelaksanaannya yakni dalam PP Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020. Ketiga, perangkat hukum di bawah UU lebih mudah dan cepat dalam proses pembentukan dan perubahannya. Keempat, agar pemprov, pemkab/Pemko dapat menyesuaikan dengan kondisi, keadaan dan sesuai dengan kemampuan daerah, yakni kemampuan keuangan daerah.

Perda pembentukan dana cadangan harus berpedoman pada UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015. Pembentukan perda dimulai dengan perencanaan pembentukan dana cadangan dalam propemperda, pembahasan, persetujuan dan pengundangan dalam lembaran daerah provinsi, kabupaten, atau kota. Urgensi daerah mempedomani mekanisme pembentukan Perda yang sesuai peraturan perundang-undangan untuk memenuhi syarat formil pembentukan Perda.

Baca Juga :  Dongeng Ramadan(Momentum Hari Dongeng Sedunia)

Adapun urgensi pembentukan dana cadangan Pilkada serentak 2024 bagi pemerintah daerah didasarkan pada pertimbangan yakni, pertama, fiskal daerah. Kondisi fiskal daerah yang berbeda tiap daerah harus dikalkulasi secara matang agar APBD yang susun sebagai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi dapat berjalan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Fungsi otorisasi merupakan anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun berkenaan. Fungsi perencanaan adalah anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun berkenaan. Fungsi pengawasan adalah anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah Kegiatan penyelenggaraan Pemda sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi alokasi adalah anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi adalah kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi adalah anggaran Pemda menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian Daerah. Fungsi APBD tersebut akan optimal terlaksana jika APBD dikelola berdasarkan pengelolaan keuangan daerah sesuai PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

Kedua, kebutuhan pendaaan pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Gubernur, bupati dan walikota berkepentingan dalam merealisasikan visi dan misi yang tertuang dalam RPJMD, sehingga perlu alokasi anggaran yang cukup dalam APBD. Kebutuhan realisasi visi dan misi kepala daerah dengan pendanaan melalui APBD akan terganggu dengan pendanaan kegiatan Pilkada, jika kondisi keuangan daerah tidak dilakukan perencanaan yang matang. Sehingga perlu pembentukan dana cadangan dalam APBD masing-masing daerah, dengan pertimbangan surplus dalam APBD masing-masing daerah.

Ketiga, penerimaan daerah yang berbeda, kemampuan keuangan daerah sangat dipengaruhi penerimaan daerah khususnya PAD. Kondisi perekonomian belum pulih akibat pandemi Covid-19 mempengaruhi kemampuan keuangan daerah. Pendapatan daerah bergantung pada penerimaa daerah dari DAU dipengaruhi penerimaan negara. Ketergantungan pada DAU dikarenakan kecilnya PAD dari pajak dan retribusi daerah. UU hubungan keuangan pusat dan daerah mempesulit daerah mencapai target penerimaan pajak dan retribusi daerah.

Iklan
Iklan