Banjarmasin, KP – Anggaran Balai Pengawasan Ketenagakerjaan Kalsel minim, sehingga tidak optimal melakukan pengawasan terhadap perusahaan.
Hal inilah yang akan diperjuangkan Komisi IV DPRD Kalsel untuk penambahan anggaran Balai Pengawasan Ketenagakerjaan Kalsel pada APBD Perubahan 2023.
“Karena pengawasan terhadap perusahaan di Kalsel tidak berjalan optimal, akibat minimnya anggaran,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, HM Lutfi Saifuddin kepada wartawan, usai rapat kerja dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalsel, Rabu (15/3/2023), di Banjarmasin.
Kondisi tersebut juga disebabkan jumlah tenaga pengawas yang sangat sedikit, berbanding terbalik dengan jumlah perusahaan yang ada di wilayah Kalsel.
“Bukan hanya dari SDM saja, namun sarana prasarananya tidak ada dan program- program tidak dipenuhi akibat anggaran belum memadai,” tambah politisi Partai Gerindra.
Lutfi Saifuddin menambahkan, Balai Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di Kalsel hampir semuanya tidak mempunyai mobil operasional dan rata-rata hanya hanya dibantu tenaga pengawas banyak 10 orang.
Padahal jumlah perusahaan, seperti di Kota Banjarmasin lebih dari 3.000 perusahaan yang perlu diawasi, atau Kabupaten Tanah Bumbu memcapai 1.500 perusahaan,
“Namun tenaga pengawasan hanya 10 orang tanpa mobil operasional dan uang operasional,” ujar Lutfi Saifuddin.
Menurut Lutfi Saifuddin, bisa dikatakan tidak ada pengawasan, sehingga Disnakertrans harus segera menyusun program dan anggaran terkait sistem pengawasan.
“Nanti kita minta mereka menyajikan dalam memaparkan presentasikannya,” tegas wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel I, yakni Kota Banjarmasin.
Selain itu, Disnakertrans diberikan waktu selama satu bulan ini untuk menyusun program dan anggaran yang diperlukan, sehingga Komisi IV DPRD Kalsel dapat memperjuangkan pada anggaran perubahan 2023.
“Kami sangat prihatin dengan kondisi seperti ini. Kita akan memperjuangkan anggaran yang diperlukan untuk pengawasan,” tegas Lutfi Saifuddin.
Kepala Disnakertrans Kalsel, Irfan Sayuti mengakui, minimnya mobil operasional menyebabkan tenaga pengawas tidak gesit melakukan tugasnya, apalagi jumlahnya sangat sedikit dibandingkan perusahaan yang harus diawasi.
“Jika ada dukungan sarana dan prasarana, termasuk anggaran yang memadai, maka pengawas dapat melaksanakan tugas secara optimal,” kata Irfan Sayuti.
Ditambahkan, idealnya memang satu tenaga pengawas hanya diperuntukan minimal 50 perusahaan, sehingga efektif untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan, termasuk mengatasi permasalahan yang timbul.
“Jika ada tambahan anggaran operasional, kita akan coba mengefektifkan pengawasan hingga ke pelosok,” tambahnya. (lyn/KPO-1)