Barabai, KP – Anggota Komisi IV DPRD Kalsel, Athaillah Hasbi menginginkan agar pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) di Kalsel lebih maksimal.
“Karena tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kalsel terus meningkat,” kata Athaillah Hasbi, yang dihubungi, Senin (20/3/2023), di Banjarmasin.
Untuk itulah, Athaillah Hasbi bertekad melakukan Sosilisasi Perda Nomor 11 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, agar diketahui masyarakat secara luas.
“Karena Perda Nomor 11 tahun 2018 ini merupakan payung hukum yang mengatur hak dan kewajiban bagi perempuan dan anak,” tambah politisi Partai Golkar.
Ditambahkan, Perda ini juga sebagai salah satu upaya memaksimalkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di wilayah Kalsel, yang dilaksanakan di Desa Bakti, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Lebih lanjut diungkapkan, Perda Nomor 11 tahun 2018 merupakan tindak lanjut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah jadi UU Nomor 35 tahun 2014, berisikan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha mempunyai kewajiban melindungi, menghormati dan memenuhi hak anak.
“Selanjutnya UU Nomor 23 tahun 2014 diubah dengan UU Nomor 9 tahun 2016, yang berisikan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan urusan kongkuren pemerintah,” ujar Athaillah Hasbi.
Selain itu, juga UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang mengatur kewajiban pemerintah, masyarakat dan dunia usaha mencegah terjadinya KDRT, melindungi korban dan menindak pelakunya.
Ia berharap, dengan sosialisasi tersebut pemerintah, pemerintah daerah, pemerintahan desa, serta semua tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dapat menginformasikan kepada masyarakat luas sehingga dapat mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Berdasarkan catatan Dinas PPPA Kalsel tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di HST dalam tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Tahun 2020 tercatat satu kasus, 2021 sebanyak 32 kasus dan 2022 meningkat jadi 45 kasus.
“Kita ingin ke depan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi atau setidaknya seminimal mungkin,” ujar Athaillah Hasbi. (lyn/KPO-1)