Oleh : Ahmad Barjie B
Komisi Infokom MUI Kalsel, mantan Pengurus BWI Kalsel
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor pada 16 September 2020 lalu bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Kalsel dan Kanwil Kementerian Agama meluncurkan “Gerakan Wakaf Uang” di Kalsel. Acara yang berlangsung secara virtual ini dilaksanakan di Hotel Rattan Banjamasin. Gubernur yang pada kesempatan itu memberikan wakaf sebesar Rp200 juta dan BWI Rp25 juta mengharapkan agar potensi wakaf di Kalsel dapat digali dan dikembangkan secara produktif, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.
Sasaran gerakan wakaf uang ini, selain orang-orang dewasa dan tua yang memiliki kemauan dan kemampuan, yang biasanya berwakaf secara manual-konvensional, juga menyasar anak-anak muda, yang disebut generasi milenial. Menurut Dr Hatmansyah Ismail ME, kalau selama ini wakaf diidentikkan dengan 3M (masjid, madrasah dan makam), maka ke depan BWI juga menggalakkan wakaf uang, yaitu wakaf melalui uang dan wakaf produktif. Masyarakat yang berwakaf (wakif) dapat menggunakan aplikasi perbankan, khususnya perbankan syariah seperti Bank Kalsel Syariah dan Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk menyalurkan wakafnya.
Setiap anak-remaja pada dasarnya memiliki potensi kedermawanan (charity) dalam diri mereka. Mereka suka memberi orang yang meminta-minta, memberi sumbangan, memberi temannya uang atau makanan, dan kesal jika ibunya membeli sesuatu di pasar dengan menawar harga terlalu alot dan ribet. Ketika memasuki usia sekolah, mereka sering memberi sumbangan untuk temannya yang terkena musibah. Ketika berpergian suka menyumbang pengemis, untuk musibah kebakaran, banjir, dan bencana alam lainya. Kalau ada kurir yang mengantarkan pembelian barang secara online, mereka suka memberi berlebih, atau ketika naik ojek dan taksi online mereka juga suka membayar lebih kepada driver.
Ketika memasuki usia 20 hingga 30-an tahun dan bekerja, kedermawanan mereka terus meningkat. Mengutangi teman atau memberikan uang dalam jumlah tertentu kelihatannya tidak ada rasa berat sama sekali. Berbeda dengan orangtuanya yang lebih banyak memikir dan menimbang ketika akan mengeluarkan uang, bahkan untuk kebutuhan pokok keluarga sendiri. Apalagi sekadar menyumbang guna kebutuhan sosial, banyak yang berpikir berkali-kali, bahkan tidak sedikit yang terkena sifat kikir, pamalar atau yang oleh urang Banjar biasa disebut engken barajut.
Potensi kedermawanan selama ini banyak digunakan oleh lembaga atau organisasi sosial keagamaan untuk mengumpulkan wakaf uang. Sebagai contoh, Dompet Dhuafa Republika Jakarta, berhasil mengumpulkan wakaf uang ratusan miliar rupiah, yang umumnya berasal dari generasi milenial. Anak-anak muda yang rata-rata melek teknologi informasi dan memegang smartphone di tangannya dengan mudah menyalurkan wakaf uang mereka secara digital atau online melalui rekening bank.
Penelitian UNESCO 2019 menyebutkan, dari 250-an juta jiwa penduduk Indonesia, lebih 100 juta yang memegang gadget, umumnya dari kalangan generasi milenial. Dapat dibayangkan, beberapa juta saja dari mereka berwakaf secara online, tentu nilai nominal wakafnya sangat dahsyat. Mengingat anak-anak muda tersebut umumnya belum kaya, tentu nilai wakafnya relatif kecil, mulai Rp5.000, Rp10.000 dan seterusnya, namun karena berwakaf melalui transfer bank, mereka tidak malu dan dengan mudah melakukannya. Dalam hitungan menit, uang wakafnya sudah sampai kepada rekening penerima. Karena jumlah anak muda yang berwakaf (wakif) sangat besar, jutaan orang se-Indonesia, akumulasinya menjadi besar. Kumpulan wakaf itulah yang kemudian disalurkan kepada orang atau pihak yang memerlukannya (maukuf ‘alahi).
Bernilai Abadi
Di era Rasulullah SAW dan para sahabat, umumnya wakaf dalam bentuk benda tidak bergerak seperti tanah, kebun, sumur, bangunan dan sebagainya. Hasilnya digunakan untuk membiayai jihad fi sabilillah, membebaskan budak, membantu fakir dan miskin dan sebagainya. Para sahabat Muhajirin dan Anshar yang memiliki kemampuan semuanya berwakaf, bahkan dalam jumlah besar, yang sebagian masih lestari sampai sekarang ini.
Seorang sahabat mewakafkan kebun kurma yang paling produktif dan ia sayangi. Hal ini diakukan setelah mendengar Rasulullah membacakan Al Quran surah Ali Imran ayat 92, bahwa tidak sempurna kebaikan seseorang sehingga ia mewakafkan harta yang ia cintai, dan apa saja yang diwakafkan Allah mengetahuinya.
Rasulullah SAW juga menekankan, kebanyakan umur umatnya hanya antara 60 sampai 70 tahun. Setelah mati putuslah amalnya, seperti amal shalat, puasa, membaca Al Quran, berzikir, bershalawat dan sebagainya yang biasa dilakukan selagi hidup. Tetapi ada amal yang tidak akan putus meskipun seseorang telah mati, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh/salehah. (HR Muslim dari Utsman bin ‘Affan ra).
Jika seseorang ingin memperpanjang amalnya, ratusan bahkan ribuan tahun, wakaf adalah cara dan saluran yang paling tepat. Umar bin Khattab ra misalnya, punya tanah yang sangat strategis dan bernilai ekonomi tinggi di Khaibar. Ia mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya, tanah itu sebaiknya diapakan. Rasulullah memberinya dua pilihan, ditahan tanahnya dan/atau diwakafkan hasilnya. Akhirnya Umar memilih mewakafkan tanah tersebut dengan syarat tidak dijual, dihibahkan dan diwariskan, kemudian hasilnya untuk fakir miskin, musafir, hamba sahaya, menjamu tamu, untuk tukang kebun yang mengerjakan tanah dan sebagainya.
Sekarang tabungan di perbankan syariah dalam bentuk deposito misalnya 5 atau 10 tahun, dapat diwakafkan hasilnya melalui BWI, tanpa mengurangi uang pokoknya, artinya uang pokoknya dikembalikan. Peraturan BWI Nomor 1 tahun 2009 pasal 1-3 menyatakan, wakaf uang adalah wakaf berupa uang yang dikelola secara produktif, dan hasilnya dimanfaatkan untuk maukuf ‘alaih. Wakaf uang ini dilakukan melalui lembaga keuangan syariah (Bank Syariah) yang berkedudukan sebagai Pengumpul Wakaf Uang (PWU) yang diajak bekerja sama. Ada juga yang namanya wakaf melalui uang yaitu membeli suatu barang atau objek yang sudah ditentukan, yang uangnya dikumpulkan melalui wakaf. Misalnya, lembaga wakaf mau membangun rumah sakit khusus untuk fakir miskin, atau Rumah Sakit Mata sebagaimana dilakukan BWI Pusat, dan sebagainya, uangnya dikumpulkan dengan prosedur wakaf melalui uang.
Terbuka Lebar
Kita berharap masyarakat Kalimantan Selatan dan dimana saja, di dalam bahkan juga di luar negeri, termasuk generasi milenial, dapat menyalurkan wakafnya melalui lembaga-lembaga resmi yang saluran berwakafnya dapat diketahui melalui media online, atau datang langsung ke kantor, yang untuk BWI Kalsel beralamat di Lantai 3 gedung Islamic Center, Kompleks Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Kebiasaan berzakat, berwakaf dan berinfaq akan menjadikan harta dan penghasilan yang kita miliki dan peroleh setiap hari menjadi berkah. Tidak terasa menabung untuk hari akhirat tanpa kehilangan manfaat dunia, yaitu berkah dan sekaligus menolong orang yang membutuhkan.
Ciri orang yang bertakwa, mau menyumbangkan hartanya di jalan Allah, baik ketika lapang rezeki, maupun ketika sempit atau keadaan ekonomi sulit. Menurut KH Muhammad Tsani, pendiri Ponpes al-Falah Banjarbaru, dalam urusan berwakaf jangan menunggu sugih, nanti kalau sudah sugih enggan berwakaf karena tidak terbiasa. Dan bagi yang masih muda jangan menunggu tua, sejak muda pun sudah harus dibiasakan berwakaf. Jadikanlah berwakaf sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan. Tidak menunggu orang datang meminta, tetapi proaktif mencari dan memberi orang-orang yang butuh bantuan atau mencari lembaga-lembaga yang menyalurkannya secra transparan dan bertanggung jawab.
Potensi kedermawanan harus diaktualisasikan sepanjang hayat. Harta kekayaan dan jabatan akan ditinggalkan, yang abadi hanya amal kebajikan. Harta yang diwariskan untuk anak-cucu belum tentu juga mereka wakafkan sebagiannya untuk orangtua atau kakek-neneknya yang sudah meninggal. Kalaupun diwakafkan, nominalnya sering terlalu kecil dibanding jumlah harta yang ditinggalkan. Karena itu, diri sendirilah yang mestinya mewakafkan selagi hidup. Al Quran menegaskan, banyak orang yang telah mati menyesal dan ingin kembali ke dunia barang sesaat, bukan untuk shalat dan puasa atau berhaji, tetapi justru untuk bersedekah jariyah. Jadi, mumpung masih hidup maka berwakaflah sesuai kemampuan. Wallahu A’lam.