Banjarmasin, KP – Menjahit dengan cara menjelujur merupakan bagian penting dalam proses pembuatan Kain Sasirangan.
Proses dilakukan sebelum Kain Sasirangan mengalami proses pencelupan atau di kalangan pengrajin disebut dengan pewarnaan.
Proses menjelujur tidak bisa secara sembarangan, harus mengikuti pola yang ada.
“Agar proses penjelujur berhasil dengan baik harus menggunakan benang coklat yang ukurannya besar dan tebal,” kata
Nurul, salah satu peserta Jelujur Massal Kain Sasirangan di Siring Menara Pandang.
Sementara, rekannya Rika menambahkan saat proses menjelujur harus mengikuti pola motif yang tergambar pada kain, karena proses berikutnya benang diserut hingga kain tertarik.
Sementara, Pakar Sasirangan, Hendro menjelaskan dalam proses menjelujur harus dalam ukuran yang sama dan lurus.
Selain itu, tarikan benang harus kuat dan rapat.
Hal ini agar hasil Kain Sasirangan sesuai dengan motif yang telah digambarkan pada kain.
Motif garis lurus kalau ukuran jelujur lurus dan rapat, sementara motif garis bergelombang kalau ukuran jelujur jarak benangnya berbelok-belok dan tidak rapat.
Menurut Hendro, inilah seni membuat kain sasirangan, tidak hanya seni mengambar motif.
Namun tingkat kekencangan tarikan benang saat menjelujur menentukan hasil akhir Kain Sasirangan.
Keberhasilan membuat Kain Sasirangan ditentukan tarikan benang jelujur, kalau longgar tidak akan menjadi motif Sasirangan.
Karena yang namanya sasirangan adalah hasil dari menyirang atau menjelujur, gagal menyirang maka gagal juga membuat Kain Sasirangan.
Kain Sasirangan dinilainya tidak mungkin sama antara satu kain dengan kain lainnya, walaupun motifnya serupa, karena proses menjelujur tidaklah sama.
“Inilah yang disebutnya hand made atau buatan tangan, karena kain yang dihasilkan satu orang pengrajin dapat berbeda-beda.
Persoalan teknik menjelujur ini, mengakibatkan Kain Sasirangan sulit di produksi massal dan dalam jumlah banyak,” ujarnya.
Kurangnya warga Kota Banjarmasin yang mampu melakukan penjelujuran secara baik membuat perajin kesulitan memenuhi permintaan.
Terlebih saat ini, Kain Sasirangan telah dikenal secara luas yang mendorong permintaan tidak hanya dari Kota Banjarmasin saja, namun wilayah Indonesia lainnya dan mancanegara.
Perajin sendiri kesulitan memenuhi permintaan yang besar, karena kapasitas produksi mereka sangat terbatas.
“Nilai ekonomis Kain Sasirangan jatuh dan tidak berharga kalau dikerjakan asal-asalan,” tutur Hendro.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Nuryadi mengatakan proses pembuatan Kain Sasirangan telah masuk dalam muatan lokal di 35 buah Sekolah Menengah Pertama Kota Banjarmasin.
Bahkan dalam Sistim Merdeka Belajar, kita buat pembelajaran pembuatan Kain Sasirangan, karena ada modul kearifan lokal, pelajar dan guru sudah mampu membuat Kain Sasirangan ini.
Di beberapa sekolah, kegiatan ekstrakurikuler di isi dengan pembuatan Kain Sasirangan.
Hal ini demi menjaga kelestarian dan kebanggaan memakai Kain Sasirangan sebagai ciri khas suku Banjar. (mar/K-2)