Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Keprihatinan Tak Cukup Selesaikan Penelantaran Anak

×

Keprihatinan Tak Cukup Selesaikan Penelantaran Anak

Sebarkan artikel ini

Oleh : Muhandisa Al-Mustanir
Pemerhati Kebijakan Publik

Dikutib dari website Kemenpppa.go.id, Jakarta (8/4) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bergerak cepat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait kasus penelantaran bayi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Baca Koran

Menurut Rini, pihaknya telah melakukan koordinasi intens dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Selatan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kalimantan Selatan, dan Dinas Sosial Kota Banjarmasin dalam upaya memberikan penanganan cepat dan pemenuhan hak korban.

Rini menerangkan, sepanjang Januari hingga April 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya di Kota Banjarmasin.

Kasus seperti ini bukan yang pertama kali di Banjarmasin maupun di seluruh wilayah lain di Indonesia. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) ada 4,59 persen bayi di Indonesia yang telantar pada 2022. Kalimantan Utara menjadi provinsi dengan proporsi balita telantar tertinggi di Indonesia, yakni 12,16 persen.

Tingginya kasus penelantaran balita di beberapa daerah di Indonesia terutama Kalimantan merupakan keprihatinan yang sangat memilukan, mengingat Indonesia sendiri dikenal sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar dunia.

Hal ini menunjukkan ada sesuatu yang salah dalam penanganan kasus serupa sehingga menyebabkannya terus berulang dan bahkan meningkat tiap tahunnya. Kita berkaca dari kasus di atas, di mana pihak pemerintah yang diwakili oleh KemenPPPA coba menyolusikan kasus yang kian memprihatinkan ini. Rini menegaskan pentingnya upaya pencegahan tindakan pengasuhan tidak layak anak secara lebih intensif. “Strategi pencegahan harus terus kita lakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030. Di antaranya penyelenggaraan program kesehatan reproduksi maupun program pencegahan perkawinan anak melalui satuan pendidikan, kelurahan, RT/RW, penguatan Forum Anak oleh dinas pengampu urusan perempuan dan anak bersama Organisasi Perangkat Daerah terkait, mitra jejaring lembaga perlindungan anak, dan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) serta terus memantau perkembangan anak bayi yang mengalami penelantaran,” pungkas Rini.

Solusi yang ditawarkan sangatlah tidak solutif dan juga tidak peka terhadap permasalahannya. Solusi semisal pencegahan pernikahan dini, cenderung berlawanan dengan inti permasalahan. Sebab, penelantaran bayi terjadi justru karena kehamilan di luar pernikahan alias perzinaan, sebagaimana yang terjadi pada kasus yang dijabarkan sebelumnya. Maka tingginya kasus penelantaran bayi juga berkorelasi langsung dengan tingginya tingkat perzinaan. Maka jika solusi yang ditawarkan adalah mencegah adanya pernikahan dini, sedang para pemuda/pemudi sama sekali tidak dicegah dalam berbuat zina, hal ini sama saja dengan mendorong kasus serupa untuk terus terjadi dan bukan sebaliknya.

Baca Juga :  Menolak "Pikun" Kecurangan Pemilu

Solusi selanjutnya yang ditawarkan pemerintah terkait dengan edukasi seksual juga sama tidak solutifnya. Sebab kembali lagi, permasalahan adanya penelantaran bukan tersebab pada apakah pemuda kita hari ini kurang edukasi seksualnya, melainkan adalah mereka tidak mampu menahan gejolak seksual itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya pergaulan yang begitu bebas hari ini. Di mana orang bahkan bisa dengan mudah terpapar konten pornografi dan juga mudah untuk menjalin hubungan antar lawan jenis, belum lagi diiming-imingi jargon ‘Sex Aman’ dengan menggunakan alat kontrasepsi yang hari ini juga dijual bebas.

Belum lagi, disaat pemerintah hari ini sibuk dengan edukasi seksualnya yang hanya angin lalu itu. Pemuda/pemudi kita justru tidak pernah diberikan pemahaman dan edukasi tentang bagaimana menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Di tambah juga, pemerintah hari ini juga berlepas tangan atas urusan rakyatnya, sehingga banyak yang hidup dalam kubangan kemiskinan dan kebodohan, tanpa ada jaminan kebutuhan pokok mereka terpenuhi, padahal memenuhi kebutuhan pokoknya rakyatnya itu adalah tugas utama penguasa.

Suasana kehidupan yang jauh dari nilai agama dan moral juga menjadi sebab utama hal ini terjadi. Sebab adanya pemahaman memisahkan agama dan kehidupan menjadikan manusia hari ini merasa bebas melakukan apa saja, seperti halnya berzina ataupun membunuh atau menelantarkan bayi yang tidak dikehendaki kehadirannya. Maka suasana kehidupan yang seperti ini hanya akan melahirkan generasi-generasi penerus yang rusak dan merusak keberlangsungan kehidupan bernegara. Oleh karenanya juga kita haruslah berusaha menghindarkan generasi muda hari ini dari sistem Sekuler dan liberal yang jadi akar permasalahan.

Lantas dengan kondisi yang seperti ini, bagaimana kita berharap kasus penelantaran bayi/balita ini akan selesai? Harus berapa banyak bayi/balita lagi yang harus jadi korban sampai kita sadar bahwasanya hari ini berada dalam solusi yang stagnan? Bahkan hanya menambah masalah yang baru? Tersebab tidak bersandarnya kita pada akar masalah dan juga solusi yang hakiki.

Baca Juga :  KETAATAN

Islam sebagai agama yang paling banyak dianut masyarakat kita hari ini ternyata telah memiliki lapisan pelindung menjaga generasi dari paparan sekularisme, liberalisme, dan hedonisme. Yaitu yang pertama, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Islam.

Kedua, menerapkan sistem sosial sesuai syariat Islam. Di antaranya : (1). Allah telah menetapkan hubungan seksual (shilah jinsiyah) diharamkan untuk dilakukan sebelum pernikahan (lihat QS Al-Isra: 32, An-Nuur: 2); (2). Perintah menundukkan pandangan (lihat QS An-Nuur: 30—31); (3). Kewajiban menutup aurat bagi perempuan (lihat QS An-Nuur: 31 dan Al-Ahzab: 59); (4). Kewajiban menjaga kesucian diri (lihat QS An-Nuur: 33); (5). Larangan khalwat; (6). Larangan tabaruj bagi perempuan; (7). Aturan safar bagi perempuan; dan (8). Perintah menjauhi perkara syubhat.

Ketiga, membiasakan suasana amar makruf nahi mungkar dalam kehidupan bermasyarakat.

Keempat, negara mencegah hal-hal yang merangsang naluri jinsiyah (seksual) seperti konten pornografi-pornoaksi, tayangan TV, media sosial, dan sebagainya.

Kelima, menerapkan sistem sanksi Islam secara terpadu sebagai wujud tindakan preventif dan kuratif. Juga sinergi tiga pilar (keluarga, masyarakat, dan negara) yang akan melindungi remaja dari kerusakan jika Islam diterapkan secara kafah.

Maka, jika kita ingin solusi yang akan mengakhiri masalah-masalah umat hari ini, tidaklah bisa jika hanya bermodal keprihatinan semata, namun kita perlu adanya aksi nyata yakni perubahan yang hakiki dan menyentuh akar masalah. Oleh karena itu, hanya Islam dan syariatnya lah yang mampu untuk dijadikan tuntunan sebagaimana yang telah dijelaskan. Wallahua’lam bishawab

Iklan
Iklan