Oleh : Dhiya el-Haq
Pemerhati Sosial Masyarakat
Idul Fitri 1444 Hijriah makin dekat, apa kabar mudik tahun ini? Gelombang mudik Lebaran 2023 diproyeksikan ada pergerakan 138 juta pemudik.
Seperti biasa mereka akan mudik dengan transportasi darat, udara, laut dan perkeretaapian. Semua moda relatif tanpa permasalahan yang berarti kecuali moda transportasi darat.
Sungguh menjadi kabar yang berulang, tiap mudik Lebaran isu kemacetan dan kecelakaan di jalan raya terdengar. Bahkan selama lima tahun terakhir, rata-rata terjadi kecelakaan dalam periode H-7 hingga H+7 Lebaran sebanyak 500 orang meninggal di jalan. Belum termasuk korban luka.
Data mudik 2022 dari catatan Kementerian Perhubungan RI, ada 85 juta pemudik. Terbanyak, pemudik menggunakan jalan raya. Masing-masing menggunakan mobil pribadi sekitar 22,9 juta atau 26,6 persen, sepeda motor sebanyak 16,9 juta atau 19,8 persen, bus sebanyak 14,1 juta atau 16,5 persen, dan mobil sewa sebanyak 6,7 juta atau 7,9 persen. (kompas.com)
Semua tentu inginkan keselamatan. Maka dianjurkan mudik tidak menggunakan sepeda motor, karena 70-80 persen kasus kecelakaan di jalan melibatkan sepeda motor.
Sejak 2012, Pemerintah membuka program mudik dengan paket motor gratis (motis) yang diangkut dengan moda kereta api dan kapal laut. Program ini hanya digelar di wilayah Jabodebek menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tapi apa daya, kadang karena masalah biaya masyarakat terpaksa memilih mudik menggunakan moda yang katanya rawan kecelakaan. Yaitu transportasi darat.
Semua tentu tahu, setiap menjelang Lebaran, tarif semua moda transportasi akan naik? Terbayang ketika pulang membawa banyak anggota keluarga, berapa pengeluaran yang musti disediakan?
Ada program mudik gratis kan? Betul, tapi ada batas kuotanya. Sehingga tak menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Lalu kapan ya merasakan mudik bisa terjamin keselamatan tanpa was-was? Juga tidak membuat kantong bolong?
Akar Masalah transportasi
Liberalisasi transportasi publik pada aspek infrastruktur secara kasat mata terlihat dari maraknya pembangunan jalan raya berbayar (tol) selama satu dekade terakhir.
Sementara jalan raya nasional, provinsi hingga desa yang menjadi kebutuhan publik banyak yang ditelantarkan.
Demikian juga tampak dari maraknya pembangunan bandara dan pelabuhan internasional yang semua itu berbayar mahal.
Akibatnya fatal, bukan dengan orientasi melayani, penguasa justru terlihat menfasilitasi korporasi dan negara lain mengambil keuntungan dari bisnis transportasi publik. Tampak nyata dari mahalnya berbagai tarif yang harus dibayar.
Sungguh fakta menyakitkan ini tidak akan pernah terjadi dalam sistem kehidupan Islam, khilafah Islam. Yang mengharamkan penguasa sebagai regulator bagi kepentingan korporasi dan agenda liberalisasi para penjajah.
Fakta sejarah membuktikan para khalifah membangun jalan-jalan raya yang luas dan nyaman untuk memenuhi transportasi publik hingga ke pelosok negeri.
Moda angkutan tersedia secara memadai dan diberikan secara cuma-cuma. Atau pun jika berbayar akan sangat terjangkau.
Karena cukup memadainya harta negara untuk membiayai fasilitas publik ini. Yaitu harta yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) milik umat yang berlimpah.
Jaminan keamanan kemanusiaan yang tinggi serta kenyamanan diperuntukan bagi setiap orang, bahkan bagi hewan sekalipun.
Kunci semua ini adalah ketika penguasa hadir sebagai pelaksana syariah secara kaaffah dalam bingkai khilafah.
Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Terkait angkutan publik, Islam berbeda dengan pandangan barat. Dalam pandangan Islam, transportasi publik bukan jasa komersial akan tetapi hajat dasar bagi keberlangsungan aktivitas kehidupan normal setiap insan, baik yang bersifat rutin maupun insidental seperti pada liburan lebaran
Ketiadaannya akan berakibat dharar/penderitaan yang diharamkan Islam, sesuai sabda Nabi SAW, “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan”. (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Kemudian Islam melarang keras transportasi publik dikuasai individu atau entitas bisnis tertentu apa lagi negara penjajah (asing atau aseng) seperti saat ini.
Baik infrastruktur jalan raya, bandara dan palabuhan dengan segala kelengkapannya, maupun sumberdaya manusia transportasi berupa pengemudi angkutan (pilot, masinis, sopir dan kapten).
Hal ini karena ditegaskan Rasulullah SAW, “Siapa saja yang mengambil satu jengkal saja dari jalan kaum muslimin, maka pada hari kiamat kelak Allah subhanahu wa ta’ala akan membebaninya dengan beban seberat tujuh lapis bumi”. (HR Iman Thabrani).
Demikian juga tidak dibenarkan menjadikan jalan umum sebagai sumber pemasukan. (Zalum, Abdul Qadiim. Al Amwaal Fii DaulatilKhilafah. Darul Ummah. Beirut Libanon. 2004. Hal 106, 134-44).
Sebaliknya, wajib digunakan anggaran mutlak. Yakni, ada atau tidak ada kekayaan negara yang diperuntukkan untuk pembiayaan transportasi publik yang ketiadaannya berdampak dharar bagi masyarakat, maka wajib diadakan negara.
Salah satu sumber kekayaan negara yang jumlahnya berlimpah di negeri adalah barang tambang yang jumlahnya seperti air mengalir (Zalum, Abdul Qadiim. Al Amwaal Fii DaulatilKhilafah. Darul Ummah. Beirut Libanon. 2004. Hal 104-106).
Anggaran ini dibutuhkan untuk pengadaan moda transportasi darat, laut dan udara yang memadai secara kualitas dan kuantitas.
Demikian pula untuk pembangunan Infrastruktur transportasi seperti jalan umum, rel, halte, pelabuhan, terminal, stasiun, dll.
Sehingga tidak bisa disetir oleh siapapun untuk menaikkan tarif dengan alasan Hari Raya. Dengan harga yang terjangkau tentu para pemudik motor bisa mempertimbangkan beralih ke moda transportasi publik yang lebih aman. Insyaa Allah.
Sungguh semua ini tak kan bisa diwujudln jika masih dibelenggu sistem Kapitalis yamg fasad seperti ini. Umat membutuhkan perubahan sistem menjadi sistem Islam kaffah (Khilafah). Walahu ‘alam.