Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Solusi Sistemik Kekerasan Yang Makin Marak

×

Solusi Sistemik Kekerasan Yang Makin Marak

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nurma Junia
Pemerhati Generasi

Tindak kekerasan terhadap anak atau pun perempuan saat ini terus saja meningkat. Maraknya kasus kekerasan telah terjadi diberbagai daerah semakin nyata menjadi sorotan media. Dan kebanyakan kasus yang terjadi ada di lingkungan rumah tangga apalagi selama masa corona, masyarakat pastinya akan lebih banyak beraktivitas di rumah saja sehingga rentan terjadi konflik sosial dalam keluarga.

Baca Koran

Sekretaris Daerah Kabupaten Kotabaru, Drs H Said Akhmad MM mengatakan, bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi persoalan serius khususnya di Kabupaten Kotabaru. Menurut Said Akhmad, kekerasaan itu akan berdampak luas pada ketidak adilan. Perlakuan yang melanggar nilai-nilai kemanusian semestinya dapat dihindari dan dapat dicegah ujarnya. Hal itu disampaikan Said Akhmad pada saat membuka pelatihan kepada satuan tugas (Satgas).

Duta Perlindungan Perempuan dan Anak yang baru dilantik Hajjah Fatma Idiana Sayed Jafar, yang juga merupakan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kotabaru mengatakan, bahwa kasus kekerasan pada perempuan dan anak dalam beberapa tahun terakhir semakin mengkhawatirkan. “Perempuan dan anak menjadi korban kekerasan baik seksual maupun rumah tangga sama-sama mengalami trauma fisik maupun mental, bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan benar akan berakibat buruk pada kehidupan korban di masa mendatang,” katanya. (Jum’at, 17/2/2023).

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), kasus kekerasan seksual di Kabupaten Kotabaru relatif meningkat, pada 2022 saja sudah sebanyak 33 kasus. Mengingat Kotabaru merupakan Kabupaten yang berada di ujung Tenggara Kalimantan Selatan termasuk daerah yang strategis dengan wilayah cukup luas. Maka dari itu harus menjadi perhatian serius dengan strategi atau terobosan yang tepat untuk mencegah dan menurunkan angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak melalui Satgas pendamping perlindungan perempuan dan anak (satgas PPA). Satgas dilatih sebagai perpanjangan tangan pemberi layanan pertama pada perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di wilayah masing-masing, sebagai upaya peningkatan pelayanan pemerintah daerah dalam memberikan layanan prima pada korban sepanjang diperlukan.

Tentu tidak bisa dipungkiri, mayoritas anak dan remaja saat ini telah teracuni dengan hal-hal negatif dari derasnya arus digitalisasi dengan beredarnya tontonan video porno yang gampang diakses oleh siapa saja dan kapan saja bebas tanpa batas. Sekuat apapun keluarga membentengi anaknya, pasti masih ada lingkungan sekitar dan sekolah yang juga turut mewarnai pembentukan pribadinya. Pendidikan sekolah yang kurang menyentuh keimanannya, tidak bisa membentuk pribadi-pribadi yang takwa. Dan Ironisnya, terkadang pelaku kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh orang-orang terdekat, baik dirumah, disekolah maupun di masyarakat. Kejahatan terhadap anak dilakukan oleh pelaku dengan modus yang beragam dan sering berakhir dengan kekerasan terhadap korban.

Baca Juga :  Menggerakkan Ekonomi Lewat Peran Himbara

Sungguh, sudah sedemikian darurat kasus kriminal di negeri ini. Anak-anak yang menjadi aset generasi masa depan bangsa, kondisinya kini suram terancam. Seorang anak mestinya berhak mendapat perlakuan istemewa dari orangtua dan keluarga. Namun kenyataannya yang terjadi justru malah berbanding terbalik, nasib anak-anak justru berada dalam cengkeraman dunia yang serba gelap dan tragis. Berbagai tekanan mental, ekonomi, psikologi dan sosial telah merampas dunia ceria mereka.

Kasus marak

Maraknya kasus kekerasan secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan dan hal itu merupakan buah dari penerapan sistem ideologi sekuler liberal yang pasti sudah gagal total melindungi masyarakat dan anak-anak dari tindak kriminal. Pelaku kekerasan pada anak yang mayoritasnya adalah orang terdekat korban, menggambarkan keadaan masyarakat yang sakit. Kepadatan penduduk, kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya perhatian orangtua kepada anak, adalah fakta nyata yang tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai hidup yang salah yang telah berkembang di masyarakat.

Perilaku penyimpangan sosial tentu banyak dipengaruhi oleh budaya asing yang masuk ke negeri ini. Dengan adanya kegagapan budaya dimana tayangan sadisme, kekerasan, pornografi, dan berbagai jenis tayangan destruktif lainnya menjadi tontonan, namun minim proses penyaringan pemahaman, rendahnya moralitas dan internalisasi ajaran agama serta longgarnya pengawasan dilevel keluarga dan masyarakat. Serta adanya depresi yang bisa merusak pola pikir para pelaku.

Keluarga yang seharusnya berfungsi menjadi tempat bernaung, berlindung, mereguk kasih sayang, dan tempat utama pendidikan dini dalam memberikan nilai-nilai hidup ternyata justru berbalik arah menjadi lingkungan yang mengancam anak. Tidak sekadar melukai, tetapi bahkan juga membunuh mereka. Dan biasanya, korban kekerasan kelak akan tumbuh menjadi manusia yang terganggu kepribadiannya dan kehidupan sosialnya karena luka batin sebagai korban kekerasan di masa lalunya.

Selain itu, juga tidak adanya upaya dan tindakan nyata yang akan menjadi solusi mengatasi persoalan ini. Karena hukuman bagi pelaku kriminal saat ini tidak mampu membuat efek jera para pelakunya. Apalagi jika yang melakukan kejahatan adalah anak dibawah umur, maka keberadaan hukum pun akan menjadi tumpul dan mandul.

Dengan menerapkan Undang-Undang Perlindungan Anak saja tentu tidak efektif, karena solusi ini tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya.

Solusi Kekerasan Anak

Untuk memberantas tuntas tindak kekerasan dengan segala macam faktor penyebabnya, maka solusi yang diterapkan tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus secara total dengan solusi sistemis ideologis. Penerapan sistem Islam pastinya akan meminimalkan faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kekerasan dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya. Negara akan bertanggungjawab penuh untuk menerapkan aturan secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan hidup masyarakat, sehingga jaminan keamanan bisa dengan mudah dirasakan.

Islam menawarkan hukum yang universal dengan sistem yang unik. Semua akan diatur secara sempurna mulai dari kurikulum pendidikan yang berbasis aqidah, pergaulan Islami yang tidak ada campur baur antara laki-laki dan perempuan.

Baca Juga :  Mempertanyakan Nobel Perdamaian

Negara juga berperan dalam mengatur mekanisme peredaran informasi dan mencegah masuknya isme-isme seperti liberalisme, sekulerisme, homoseksualisme dan sejenisnya serta budaya yang bertentangan atau membahayakan kehidupan masyarakat dari saluran mana pun baik media massa, buku, bahkan orang asing yang masuk dilarang untuk membawa atau meyebarkannya. Negara akan memberikan pendidikan, menjaga aqidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Bila ada yang melanggar ketentuan ini, negara bisa menjatuhkan sanksi tegas berdasarkan hukum Islam.

Penerapan sistem ekonomi Islam  oleh negara, akan meniscayakan terwujudnya kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat. Para orang tua terutama para ibu akan memiliki kesempatan  dan waktu yang cukup untuk melindungi dan mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, tanpa  harus terbebani problem ekonomi. Pasalnya, keluarga sebagai tempat hidup anak diharapkan menjadi lingkungan yang menentramka. Limpahan kasih sayang orang tua sangat dibutuhkan oleh mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang mampu menghadapi masalah dengan baik dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Islam juga melarang para orang tua melakukan kekerasan pada anak saat mendidik mereka. Kebolehan memukul anak ketika berusia 10 tahun hanya untuk mendidik bukan untuk menghukum dengan penuh emosi tanpa belas kasih.

Di sisi lain, jaminan keamanan oleh negara juga diberikan dengan menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku yang melanggar kehormatan dan keamanan warga negara. Negara wajib menjatuhkan hukuman cambuk 100 kali bagi pemerkosa yang belum menikah dan dirajam bagi yang sudah menikah. Pelaku kekerasan seksual akan dibunuh. Sedangkan melukai alat kelamin anak kecil dikenai denda 1/3 dari 100 ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina. Dengan hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kekerasan baik seksual ataupun fisik terhadap anak akan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan keji. Sedangkan korban kekerasan akan direhabilitasi dan ditangani secara khusus untuk menghilangkan trauma.

Kasus kekerasan terhadap anak merupakan permasalahan komplik dan sistemik yang akan terus berulang tanpa adanya sebuah sistem peraturan yang benar-benar bisa melindungi anak dan perempuan dari berbagai kejahatan.

Hanya dengan sistem Islam maka semua permasalahan dapat teratasi. Karena dengan penerapan hukum secara utuh ini lah yang akan menjadi solusi kekerasan secara tuntas. Sehingga, Anak-anak dapat tumbuh kembang dengan aman menjadi generasi terbaik, calon pemimpin masa depan.

Sejatinya, Problem sistemik ini membutuhkan penyelesaian yang sifatnya sistemik pula, karena penyelesaian yang tidak mengakar sifatnya hanya tambal sulam, menyelesaikan masalah dengan masalah. Wallahu ‘alam bishowab.

Iklan
Iklan