Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kekerasan Perempuan dan Anak Makin Marak, Islam Solusinya

×

Kekerasan Perempuan dan Anak Makin Marak, Islam Solusinya

Sebarkan artikel ini

Oleh : Sa’adah
Pemerhati Generasi

Kekerasan pada perempuan dan anak makin marak, salah satunya yang terjadi di daerah Angkinag, HSS. Korbannya seorang guru, mengalami upaya pemerkosaan dan perampokan yang mengalami luka 13 tusukan, jenis pisau. Setelah berontak dan melawan. (https://banjarmasin.tribunnews.com/2023/04/12)

Kalimantan Post

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA) Kabupaten HSS, sudah melaporkan 17 kasus hingga bulan Oktober ini. Terdiri dari satu kasus kekerasan perempuan, dan 16 kasus kekerasan anak. (https://radarbanjarmasin.jawapos.com/banua/25/10/2021)

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kalimantan Selatan (Kalsel) Adi Santoso mengakui kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsinya terus meningkat.

Ia menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalsel, yang kini berpenduduk empat juta jiwa lebih tersebar di 13 kabupaten/kota, pada 2019 tercatat 281 kasus meningkat menjadi 297 kasus pada 2020. (https://kalsel.antaranews.com)

Kemudian 2021 tercatat 333 kasus meningkat menjadi 663 kasus pada tahun 2022, ungkap Adi Santoso, usai rapat kerja dengan Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalsel. (https://kalsel.antaranews.com)

Kemudian untuk sekala negara, Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia semakin marak terjadi. Hal tersebut dapat berupa kekerasan seksual hingga kekerasan mental. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. (https://dataindonesia.id, 2022)

Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Dinas PPKBPPPA Kabupaten HSS, Tatik Sri Rahayu menjelaskan peningkatan ini terjadi karena anak sering melihat konten kekerasan di handphone pada masa pandemi Covid-19 ini. Selain itu disebabkan pola asuh yang salah. “Sedangkan kekerasan perempuan kebanyakan faktor kemiskinan sampai perkawinan dini,” ujarnya. (https://radarbanjarmasin.jawapos.com)

Begitu miris, kekerasan perempuan dan anak semakin meningkat di Kalimantan Selatan. Nampaknya problem ini tak kunjung selesai. Akankah dengan riset, sosialisasi bahkan hadirnya program yang ada, menuntaskan problem ini? Pada dasarnya riset, sosialisasi maupun program-program seperti pemberdayaan perempuan dan sebagainya nyatanya tidak mampu menuntaskan problem ini.

Baca Juga :  Rekam Jejak Komunisme

Jika dikaji, tentu bukan karena kurangnya pemberdayaan atau riset yang ada. Namun, yang menjadi akar masalah sesungguhnya adalah karena ketiadaan perlindungan negara sebagai institusi, terhadap perempuan. Ditambah hilangnya fungsi kontrol masyarakat, serta lemahnya sistem pendidikan dan sistem hukum kita, yang membuat kekerasan demikian mudah dilakukan.

Islam Solusi Tepat

Melihat fenomena ini, bahwa tingginya kasus kekerasan tidak berdiri sendiri, tetapi ada masalah sistemis sebagai konsekuensi logis dari penerapan sistem hidup yang salah, yang bersifat sekuler liberalistik.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang lahir dari asas sekularisme liberalisme, membuat kebanyakan sumber-sumber ekonomi hanya dikuasai para pemilik modal hingga kesejahteraan rakyat pun sangat sulit diwujudkan. Dan dengan mengadopsi sistem ini mengakibatkan konten-konten merusak moral serta pembangkit syahwat dibiarkan atas dasar kebebasan.

Begitu pun dengan sistem sosial. Relasi manusia dalam masyarakat sekuler liberal hanya dibangun dengan asas manfaat dan kebebasan, bukan asas kemanusiaan, apalagi nilai-nilai ruhiyah dan moral yang memuliakan peradaban.

Hal tersebut berbeda dengan Islam, sebuah agama sekaligus aturan sempurna untuk kehidupan. Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah semata, tetapi urusan kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.

Islam memandang negara adalah perisai bagi masyarakatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya”. (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).

Menurut pandangan Islam, perempuan harus dimuliakan dan dijaga martabat serta kehormatannya. Sebab, Islam sangat mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan termasuk kejahatan seksual.

Negara yang menerapkan syariah Islam dibawah sistem Islam yakni Khilafah Islamiyah akan mampu melindungi kaum perempuan dan anak-anak. Sebagaimana telah tertulis dalam tinta peradaban Islam dahulu bahwa Pada tahun 837 M, Al-Mu’tashim Billah menyahut seruan seorang budak Muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar yang meminta pertolongan. Dia kala itu telah diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Maka setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki).

Baca Juga :  Indonesia Merdeka, Sudahkah Dirasakan Rakyat?

Sebab Sistem Islam memiliki seperangkat aturan, yang bersifat preventif dan kuratif sehingga mampu melindungi masyarakat dari segala bentuk tindak kekerasan, dan kejahatan lainnya.

Pertama, Bahwa perempuan Muslimah diatur dalam Islam untuk menurup aurat (Lihat QS. An-Nur : 31 dan QS. Al-Ahzab : 59), larangan untuk bertabbaruj (Lihat QS. Al-A’raaf: 31 dan QS. Al-Ahzab: 33). Adanya pendampingan mahram atau suami ketika perempuan melakukan perjalanan lebih dari 24 jam. Kedua, penerapan sistem sosial. Sistem ini diterapkan dalam kehidupan (larangan bagi wanita dan non mahram untuk berdua-duaan (khalwat) dan campur baur (ikhtilat) tanpa urusan syar’i.

Selain itu tayangan media massa dan budaya yang membahayakan moral anak-anak bangsa dan membangkitkan syahwat tidak akan dibiarkan.

Ketiga, Penerapan sanksi yang berat bagi pelaku pelecehan. Misalnya, pelaku pemerkosaan akan dihukum had zina (QS. Al-Maidah: 33). Jika pelakunya belum pernah menikah maka dicambuk 100x, jika sudah pernah menikah dirajam hingga mati. Begitu juga Penerapan sanksi bagi pelaku kekerasan, di antaranya pelaku akan dihukum qishas jika terjadi pembunuhan atau dihukum ta’zir maupun membayar denda (Diyat) jika terjadi penganiayaan fisik.

Negara akan memberikan penjaminan kepada mereka, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Akan tetapi, semua solusi tersebut akan berjalan jika negara mengadopsi dan menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) di bawah institusi sistem Islam yakni Khilafah Islamiyah. Keniscayaan penjagaan kemuliaan dan kehormatan pada perempuan dan anak pasti akan terjamin.

Iklan
Iklan