Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Perselingkuhan Bagaikan Virus, Bagaimana cara Menangkalnya?

×

Perselingkuhan Bagaikan Virus, Bagaimana cara Menangkalnya?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Fathul Jannah, S.ST
Pemerhati Sosial Masyarakat

Untuk sekian kalinya, jagat didunia maya dan hiburan kembali dihebohkan dengan kasus perselingkuhan seorang artis penyanyi yang lagu-lagu cintanya selalu hits ditengah kaula muda. Ya, Bagaikan virus yang saat ini terus berkembang tak kenal musim, kasus perselingkuhan ini pun terus merebak di kalangan publik figur maupun masyarakat awam pada umumnya.

Baca Koran

Fakta berbicara, Indonesia menjadi negara kedua di Asia yang terbanyak terjadi kasus perselingkuhan berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating. Hasil survei menunjukkan sebanyak 40 persen mengaku pernah menyelingkuhi pasangannya. Pada aplikasi tersebut pun ditemukan bahwa perempuan di Indonesia lebih banyak mengaku pernah berselingkuh ketimbang laki-laki. (Tribunnews.com, 18/2/2023)

Sementara itu, menurut laporan World Population Review, Indonesia menjadi negara keempat dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak, setelah India, Cina, dan Amerika. Beberapa negara Barat memang menganggap perselingkuhan sebagai hal biasa. Sebagian besar perselingkuhan dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja, sedangkan durasi perselingkuhan berlangsung rata-rata dua tahun lamanya. Sebagian ada yang rujuk, sebagian lagi berujung perceraian, bahkan sebagian lainnya membiarkan perselingkuhan tersebut alias TST (tau sama tau) demi status sosial atau anak, juga demi hubungan baik antar keluarga besar.

Alasan selingkuh pun bermacam-macam, tetapi mengerucut pada dua alasan besar, yaitu karena ketidakpuasan dalam hubungan atau sekadar ingin mencari kesenangan dan sensasi baru. Seseorang yang merasa bosan dan tidak sayang atau cinta lagi dengan pasangannya bisa dengan mudah mencari pasangan di luar pernikahannya.

Maraknya perselingkuhan, sejatinya tengah menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga saat ini. Suami atau istri bisa dengan mudah melanggar komitmen yang telah mereka ucapkan. Pernikahan pun tidak lagi menjadi ikatan sakral yang harus dijaga. Bahkan, perselingkuhan dianggap “solusi” untuk kehidupan yang lebih bahagia.

Baca Juga :  Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Kalau mencermati dan menelaah lebih mendalam, faktor utama yang menjadi penyebab maraknya perselingkuhan dan rapuhnya ikatan pernikahan di tengah masyarakat adalah akibat kehidupan sekularisme liberalisme yang menjadi asas bagi kehidupan manusia saat ini.

Paham sekulerisme menjauhkan kehidupan umat manusia dari agama, termasuk kehidupan berkeluarga. Inilah yang menjadikan ikatan pernikahan rapuh sebab tidak dilandasi agama. Suami Istri tidak menjalankan fungsi dan kewajibannya masing-masing berdasarkan ketaatan dan ridho kepada aturan Allah SWT.

Sistem kehidupan sekulerisme pun menjadikan materi dan kesenangan jasadi sebagai sumber kebahagiaan. Akhirnya banyak perselingkuhan terjadi hanya gara-gara kepincut oleh orang lain yang terlihat lebih kaya, mapan, cantik atau pun menawan. Tidak bisa dimungkiri, ketertarikan secara materi atau fisik dan mencari kesenangan adalah hal dominan yang menjadi alasan terjadinya perselingkuhan.

Sistem kehidupan sekularisme juga melahirkan sistem pergaulan bebas yang merusak. Interaksi perempuan dan laki-laki hari ini tidak berbatas. Khalwat antara laki-laki dan perempuan non mahram menjadi hal biasa. Bukankah perselingkuhan biasa berawal dari mengobrol intens dan beraktivitas berdua, lalu tumbuhlah benih-benih jinsiah (ketertarikan). Sistem kehidupan sekuler ini mendewakan kebebasan. Jadilah individu-individu di dalamnya merasa bebas melakukan apa pun demi meraih kesenangan. Ditambah media yang terus menstimulus syahwat, menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan hanya sebatas hawa nafsu.

Atas nama kebebasan, para perempuan juga tidak malu-malu untuk menjadi “pelakor” ataupun mencari sugar daddy demi membiayai gaya hidupnya. Para laki-lakinya pun kadang merasa tidak puas dengan istrinya sehingga akhirnya “jajan” di luar, berselingkuh dengan teman satu kantor, dan sebagainya.

Akhirnya, budaya kebebasan ini makin merapuhkan ikatan pernikahan. Kesakralan pernikahan pun memudar dan siapa pun tidak segan untuk merusaknya.

Baca Juga :  Kepemimpinan dan Program Ketahanan pangan Polda Kalsel (Sebuah Catatan Lapangan)

Karena itu, saatnya kita buang jauh-jauh pemahaman sekularisme liberalisme ini dalam kehidupan kita, kemudian menjadikan Islam sebagai asas dan sistem kehidupan pada seluruh aktivitas kita.

Sebab sistem kehidupan sekularisme menciptakan fenomena perselingkuhan, sedangkan sistem kehidupan Islam akan menjaga keutuhan keluarga sekaligus mengukuhkan bangunannya.

Islam tidak hanya mewajibkan para pasangan untuk menjaga keberlangsungan pernikahan, melainkan juga mewajibkan masyarakat, bahkan negara, untuk turut menjaga ikatan pernikahan.

Masyarakat akan menjadi alat kontrol efektif dalam menjaga ikatan pernikahan. Mereka tidak akan tinggal diam jika ada perempuan dan laki-laki yang berkhalwat. Mereka pun akan bertindak (amar makruf nahi mungkar) pada mereka yang tidak sempurna menutup aurat sebab hal demikian bisa merangsang jinsiah lawan jenisnya.

Sebagai pelindung umat, negara dengan sistem Islam wajib menjadi pihak terdepan dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Negara akan dengan ketat memberlakukan sistem sosial yang sesuai syariat. Kehidupan laki-laki dan perempuan yang pada dasarnya infishal (terpisah) sehingga interaksi mereka akan terbatas pada hal tertentu, seperti kesehatan, pendidikan, peradilan, jual beli, dan lain-lainnya yang sudah ditetapkan syariat.

Negara pun akan benar-benar memperhatikan media agar yang sampai pada umat adalah kebaikan, bukan yang membangkitkan syahwat. Inilah yang juga menjaga suasana keimanan masyarakat.

Karena itu, hanya sistem Islam yang mampu secara hakiki menangkal perselingkuhan dan melindungi keutuhan rumah tangga. Pasangan suami istri, masyarakat, dan negara, semua akan berusaha untuk menjaga keutuhan keluarga karena ketaatannya pada Sang Pencipta. Wallahu’alam

Iklan
Iklan